BAB 693 Tak Bisa Ditembus
"Maaf ya, semua terjadi tiba-tiba. Aku juga tiba-tiba memutuskan ke Australia. Selama itu sama sekali tak sempat menelepon, takut juga kalau menelepon bakal membocorkan jejakku. Setelah sampai di pulau ini, semua alat komunikasi di sini memang tak bisa dipakai, kecuali ponsel Guan Yumo." Mu Ying mengungkapkan penyesalan.
Qin Qian menggelengkan kepala, mengulurkan tangan menyeka jejak air mata di sudut mata Mu Ying. "Aku tahu kau dalam ketidakberdayaan, barusan cuma bercanda... Hari-hari ini, kau baik-baik saja?"
Mu Ying mengangguk, "Tempat ini seperti surga dunia. Meski ini wilayah Guan Yumo, aku benar-benar suka di sini."
"Ya." Qin Qian melirik sekeliling. "Sungguh indah. Laut di sini lebih jernih dari tempat lain."
"Ya, kalau kau datang ke pantai ini pada malam hari, kau akan mendapatkan keajaiban."
"Keajaiban?" Bola mata Qin Qian berbinar penuh harap. "Keajaiban apa?"
Mu Ying menjual misteri. "Nanti malam aku akan membawamu ke sini, baru kau tahu." Dia yakin Qin Qian juga pasti akan terpana melihat ubur-ubur transparan biru itu.
"Ya."
Karena mentari belum cukup terik, kedua perempuan itu pun duduk di pasir pantai.
Mu Ying tak tahan bertanya lagi, "Kau bilang Guan Yumo yang menyuruh orang menjemputmu?"
"Ya, saat itu aku sedang bekerja di perusahaan, orang-orang Direktur Guan langsung datang. Katanya Guan Yumo ingin aku menemanimu di pulau, dan untuk waktu yang kusita, dia akan membayar gajiku. Dia juga berjanji tidak akan membuatku kehilangan rezeki." Qin Qian menjawab sejujurnya.
"Mengapa dia melakukan ini?" Mu Ying bingung.
Qin Qian justru heran dengan ekspresinya, membalas bertanya, "Mengapa dia tidak akan melakukannya? Selama ini dia paling menyayangi kamu!"
Mu Ying menundukkan kelopak matanya, sunyi.
Qin Qian menyentuh bahunya, "Ada apa?"
Bulu mata panjang yang tertunduk itu bergetar halus. Dengan datar Mu Ying berkata, "Aku benar-benar tak bisa memahami dirinya... Di satu sisi dia tampak sangat menyayangiku, tapi di sisi lain bisa berkata-kata kejam tanpa ampun. Sekarang dia menyuruhmu menemaniku di pulau... Aku benar-benar tak mengerti isi hatinya."
"Mungkin saat itu hanya sekadar ucapan emosi sesaat..." Qin Qian berkata dengan serius.
Mu Ying tetap menggelengkan kepala, menjawab dengan tenang, "Orang seperti dia tidak akan sembarangan mengucapkan kata-kata emosional. Apalagi ucapan seperti itu pasti sudah dia pertimbangkan dampak traumatisnya bagiku."
"Ini... aku juga tidak paham." Qin Qian menghela napas penuh kepasrahan.
Pandangan Mu Ying menerawang jauh, tatapannya kosong. "Dia mengantarmu ke pulau ini untuk menemaniku. Ini membuktikan dugaan hatiku - dia orang baik, kelak akan merawat anakku dengan sempurna."
"Ha?" Qin Qian terperanjat. "Apa maksudmu dia akan merawat anak itu di masa depan?"
Mu Ying kini menatap Qin Qian. "Aku sudah memutuskan untuk menyerahkan anak ini padanya di masa depan."
Qin Qian membeku sejenak, lama baru bisa merespons dengan gagap, "Mengapa?"
Mu Ying menjawab datar, "Karena dia menginginkan anak ini, sementara aku tak mampu melawannya."
Sorot mata Qin Qian memancarkan skeptisisme. "Apa dia benar sekejam itu padamu?"
Ekspresi Mu Ying tetap tenang. "Sebenarnya dia memberiku pilihan: menikah dan bersama-sama membesarkan anak ini... Tapi aku memilih jalan yang berbeda."
Qin Qian mengerutkan alis. "Kau benar-benar ingin memutus semua hubungan dengannya?"
Mu Ying mengangguk tanpa keraguan. "Ya, sama sekali tidak ingin berurusan lagi."
Qin Qian bertanya khawatir, "Tapi jika anak itu menjadi miliknya, bisakah kau benar-benar tidak menemuinya lagi?"
Mu Ying terdiam sejenak. "Aku yakin bisa, selama anak itu baik-baik saja."
Qin Qian menggelengkan kepala, berkata dengan sangat tegas dan waspada, "Kalau begitu aku beritahu kau, ini sangat-sasngat sulit, karena di dunia ini tak ada hal yang lebih menyiksa daripada berpisah dengan buah hati sendiri!"
Mu Ying menjawab dengan tenang, "Aku tahu, tapi aku yakin pasti bisa..."
Qin Qian memotong ucapan Mu Ying, "Percayalah, meskipun anak ini baik-baik saja, kau akan terus disiksa kerinduan setiap malam..." Di sini suaranya terhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Aku adalah contoh nyata, karena sekarang aku setiap hari merindukan anakku, meski tahu dia baik dan sayang, tetap saja tak bisa mengendalikan keinginan untuk melihatnya setiap saat."
"Qianqian..."
Mata Qin Qian tiba-tiba dipenuhi air mata yang berderai. Ia menunduk, memandang pasir putih halus di lantai kayu. "Percayalah, manusia tak pernah cukup kuat untuk menahan kepedihan berpisah dengan Qingyou atau kehilangan hubungan ayah-anak."
Mu Ying menggenggam bahu Qin Qian yang gemetar, suaranya parau, "Tapi aku tak punya pilihan lain, hatiku sudah tak sanggup bertahan di sisinya..." Air matanya menetes deras, membasahi pasir putih di lantai.
Qin Qian mengangkat kepala, mengusap air mata dengan tegas sambil menatap Mu Ying. "Aku tak menyuruhmu kembali padanya. Hanya ingin mengingatkan betapa getirnya masa depanmu, dan kau harus siap menghadapinya."
“Bulu mata Mu Ying yang basah oleh air mata berkilau di bawah mentari.” Aku tahu, tapi aku pasti akan bertahan, karena meski tak bisa menemani anakku, aku akan melihatnya tumbuh besar.”
……
Hari-hari bersama Qin Qian di sisi membuat Mu Ying merasa waktu berjalan lebih cepat dibanding saat ia sendirian.
Sekilas kehamilannya sudah memasuki bulan keenam, dan kini si kecil mulai "memukuli" perutnya.
Hari itu, Linda baru saja melakukan USG untuk Mu Ying. Ia memandang lembut sepasang kaki mungil di layar USG hingga larut dalam lamunan.
Qin Qian yang menangkap ekspresinya bertanya sambil tersenyum, “Ada apa? Terpana melihat gerakan anakmu tadi?”
Baru setelah meninggalkan tempat tinggal Linda dan berjalan-jalan di tepi pantai bersama Qin Qian, Mu Ying bicara. “Saat Guan Yumo datang sebelumnya, ia bilang jika nanti anak mulai menendang-nendang, suruh kabari. Ia ingin merasakan kekuatan si kecil.”
Qin Qian tak kuasa mendesah. “Lalu, apakah kau mau meneleponnya?”
“Tentu tidak ada rencana.” Jawab Mu Ying jujur.
“Bagaimanapun, dia ayah si anak. Apapun yang terjadi antara kalian, pasti ada cinta ayah untuk anaknya.”
“Aku tahu. Hanya saja, aku tak ingin bertemu.” Usai berkata, Mu Ying menatap ke arah laut.
Menyadari raut muram di wajah Mu Ying, Qin Qian berbisik hati-hati, “Selama berbulan-bulan berpisah ini, benarkah kau tak pernah merindukannya?”
Mu Ying diam membisu.
Qin Qian sudah tahu jawabannya, perlahan menyambut Mu Ying. "Melepaskan seseorang memang sangat sulit, bukan? Meski orang itu tak mencintaimu."
Mu Ying tersentak, menatap Qin Qian. "Jadi, kau meninggalkan orang itu juga karena dia tak mencintaimu?"
Qin Qian akhirnya tak lagi menghindari topik ini, berkata sejujurnya, "Kenyataannya, kami tak pernah berpacaran. Aku hanya melahirkan anak untuknya, jadi tidak ada istilah apakah dia mencintaiku atau tidak..."
"Lalu apa kau mencintainya?" tanya Mu Ying lagi.
Qin Qian tak menjawab. Lama sekali, baru dia memecah kesunyian dengan suara serak, "Aku tak tahu apakah ini mencintai seseorang. Aku hanya sering teringat saat-saat bersamanya."
