BAB 724 Selainmu, Tak Ada yang Punya Motivasi Seperti Ini
Mu Ying tidak percaya apa yang didengarnya, membeku di tempat lama sekali. Hingga ponsel jatuh ke lantai, barulah ia tersadar. Tapi pandangannya sudah kabur oleh air mata.
"Mo..." Suaranya tiba-tara parau seperti tertahan di leher.
"Aku dengar..." Guan Yumo menekan kepala Mu Ying ke dalam pangkuannya.
Mu Ying seluruh diri telah tak bertenaga, jika bukan karena Guan Yumo memeluk, saat ini dia pasti sudah roboh di lantai. "Ini tidak benar... Ini pasti tidak benar..." ujarnya terbata-bata, air mata terus mengalir deras.
Guan Yumo memeluk erat Mu Ying, tidak bicara, tapi hatinya terasa tercabik melihat air mata Mu Ying.
Tiba-tiba Mu Ying melepaskan diri dari pelukan Guan Yumo, menggenggam lengan pria itu. "Aku harus kembali ke New York... sekarang juga harus kembali... Aku tidak percaya Kakek Kedua ada masalah... Aku tidak percaya..."
Guan Yumo mengangkat tangan menyeka air mata di pipi Mu Ying. "Baik, sekarang juga kita berangkat ke New York."
……
Mereka tiba pukul lima sore waktu New York. Saat melangkah masuk ke kediaman keluarga Mu, barulah Mu Ying berani mempercayai kematian Mu Lao adalah nyata.
Seluruh anggota keluarga Mu diliputi kesedihan berat. Mata Bibi An bengkak seperti dua buah kenari akibat terus menangis.
Mu Ying terduduk linglung di tepi ranjang Mu Lao. Memandangi wajah Mu Lao yang terpejam seperti tertidur namun tanpa sedikitpun nafas, matanya yang sudah bengkak di pesawat kembali berkaca-kaca. "Bagaimana ini bisa terjadi..." gumamnya parau, seluruh tubuhnya lemas terguling di samping ranjang.
Bibi An di sudut ruangan terisak-isak. "Pagi tika kubuka pintu, Kulihat Mu Lao terpejam, Kukira beliau hanya tidur. Saat menyajikan sarapan, Kukembali memanggil tapi tak ada respon. Setelah Kubuka selimut..." suaranya tersendak, "Dada Mu Lao... seluruhnya berlumuran darah... Langsung Kuhubungi Tuan Chi..."
“Mengapa bisa menjerumuskan Kakek Kedua saya sampai mati? Siapa yang melakukannya... mengapa?” Mu Ying meratap pilu sambil meraung kesakitan, namun karena terlalu sedih dan terus menangis selama di pesawat, suaranya serak seperti terkoyak.
Guan Yumo menopang bahu Mu Ying, membiarkannya melampiaskan kesedihan saat ini.
Tiba-tiba, Chi Yifeng masuk dari luar.
Bibi An yang melihat kejadian itu segera menghapus air mata. "Tuan Chi."
Chi Yifeng memandangi adik perempuannya dengan mata kemerahan. "Xiao Ying..."
Mendengar suara Chi Yifeng, Mu Ying bangkit dari tepi ranjang dan berlari menghampirinya, mencengkeram lengan kakaknya. "Kak, siapa sebenarnya yang membunuh Kakek Kedua? Siapa... mengapa dia melakukan ini?"
Chi Yifeng melirik ke arah Guan Yumo, tatapannya tak terbaca.
Ekspresi Guan Yumo tetap datar, matanya yang gelap terlihat dingin dan acuh tak acuh.
Mu Ying menyadari tatapan anak kakaknya, namun mengira Chi Yifeng hanya tidak menyambut kedatangan Guan Yumo ke sini. Karenanya tidak curiga, hanya terus mendesak, "Siapa pembunuh Kakek Kedua? Siapa sebenarnya?"
"Polisi sudah membawa rekaman kamera pengawas dari rumah untuk diselidiki. Percayalah, identitas pelakunya akan segera terungkap." Kata Chi Yifeng dengan tegas.
"Mengapa orang itu mau membunuh Kakek Kedua? Kakek hidup menyendiri, sama sekali tidak punya musuh... Mengapa?" Jelas Mu Ying sama sekali tidak bisa menerima kenyataan ini, terus-menerus menyergah.
Mu Rong yang berada di samping Chi Yifeng menjawab, "Grup Mu juga tidak punya musuh, percaya ini bukan masalah permusuhan bisnis..."
"Paman, kalau memang tidak punya permusuhan, mengapa mereka tega menjerumuskan Kakek Kedua?" Tangis Mu Ying meledak tak terbendung.
Mu Rong menghela napas, tak bisa menjawab.
"Xiao Ying, kau sudah turun dari pesawat dan pasti lelah. Istirahatlah dulu. Melihat wajahmu seperti ini, hatiku tersayat..." Chi Yifeng menghiburnya.
Mu Ying terus menggelengkan kepala, bicara terbata-bata, "Aku tak mau istirahat... Aku harus tahu siapa yang membunuh Kakek Kedua, mengapa ia melakukan ini?"
"Xiao Ying, aku jamin padamu, aku pasti akan menemukan orang itu dan membuatnya membayar 10 kali lipat!" Guan Yumo yang berbicara, matanya tak lepas memandangi Mu Ying.
Chi Yifeng mendadak matanya berkobar-kobar mendengar ucapan Guan Yumo.
Guan Yumo mendekat dan memeluk Mu Ying. "Ayo, istirahat sebentar di kamar. Kau bahkan tidak tidur di pesawat tadi..."
Mu Ying memandang Guan Yumo dengan penuh harap. "Kumohon... temukan orang itu..."
Guan Yumo dengan hati-hati mengusap air mata di wajah Mu Ying. "Percayalah, aku takkan membiarkan penjahat ini bebas berkeliaran."
Mu Ying meringkuk dalam pelukan Guan Yumo, isak tangisnya masih tersedu-sedu.
Guan Yumo segera membawa Mu Ying ke kamarnya.
"Namun begitu masuk ke kamar, melihat Xiao Xue'er yang sedang tidur nyenyak di ranjang, air mata Mu Ying kembali tak bisa dikendali dan terjatuh.
"Aku masih berencana nanti membawa Xue'er menemui Kakek Kedua, tak disangka... Xue'er sekarang sudah tidak akan pernah bisa melihat Kakek Kedua lagi..."
Guan Yumo merangkul Mu Ying erat-erat dalam pelukannya, berbisik lembut menenangkan, "Jangan nangis... manusia mati tak bisa hidup kembali, aku yakin Mu Lao juga tidak ingin melihatmu seperti ini..."
"Aku hanya tidak bisa menerima kenyataan ini... Mengapa orang itu tega menyakiti seorang kakek tua?" Mu Ying menggelengkan kepala keras-keras, butiran air mata berjatuhan dari wajahnya yang pucat.
Guan Yumo mengusap lembut punggung Mu Ying, merayu, "Sudah, sudah... Aku pasti akan menyelidiki urusan ini sampai tuntas, tidak akan membiarkan Mu Lao mati tanpa kejelasan."
"Andai saja aku tidak meninggalkan New York, mungkin Kakek Kedua tidak akan mengalami hal seperti ini..." Mu Ying berkata penuh penyesalan.
"Jangan menyalahkan diri sendiri, tidak ada yang menginginkan ini terjadi." Guan Yumo menghibur.
Mu Ying menundukkan kelopak mata dengan pedih. "Harus menemukan orang itu..."
……
Guan Yumo setia menemani Mu Ying sampai ia tertidur, baru kemudian pergi ke balkon luas di lantai dua kediaman keluarga Mu.
Tak lama kemudian, Chi Yifeng juga muncul di balkon, seluruh tubuhnya memancarkan aura bengis dan dingin. "Aku tidak tega melihat Xiao Ying menderita, makanya tidak memberitahukan kebenaran... Guan Yumo, tentang kematian kakekku, aku tidak akan berhenti begitu saja!"
Guan Yumo memandang jauh ke langit yang kemerahan oleh mega senja. "Kuduga Tuan Chi adalah orang pintar, baru sekarang aku sadar, aku benar-benar telah memperkirakan tinggi Tuan Chi. Pantas saja saat Tuan Chi beradu kekuatan dengan Jiang Jun, bahkan sebelum dimulai, sudah tumbang."
Chi Yifeng menatap tajam bayangan kesombongan itu. "Kakek tidak punya permusuhan dengan siapapun, tiba-tiba jadi korban pembunuhan, dan setelahnya tak meninggalkan jejak. Selain anggota Malaikat Kegelapan, siapa lagi yang mampu? Yang terpenting... aku tahu kakek pergi ke Paris untuk bicara denganmu, dan hasilnya kalian bertengkar hebat."
Guan Yumo tertawa pendek, "Kau benar, aku punya motivasi untuk menjerumuskan Mu Lao. Dan memang mudah bagi Malaikat Kegelapan menyusup ke kediaman Mu untuk membunuh seorang kakek. Tapi izinkan aku bertanya, Tuan Chi: sekalipun Mu Lao masih hidup, mampukah dia menghalangiku bersama Mu Ying? Jika jawaban dalam hatimu adalah 'tidak', lalu mengapa aku harus membunuhnya dan membuat Xiao Ying tenggelam dalam kesedihan saat ini?"
"Bukan tak pernah terpikir. Tapi selainmu, tak ada yang punya motivasi seperti ini." suara dingin Chi Yifeng.
