Bab 809: Ia Tetap Tiba di Kota C
Saat itu, suara batuk memotong percakapan mereka.
Yang datang adalah Gu Qingyou, dengan senyuman ia menghampiri mereka.
Tangan Su Yize meninggalkan bahu An Yaruo, mengeluarkan selembar tisu basah yang terbungkus rapi dari saku jas dokter dan menyerahkannya kepada An Yaruo.
"Basuh wajahmu ya!"
An Yaruo menerima tisu basah itu, mengucapkan terima kasih pada Su Yize.
Suara lembut Su Yize menyapa, "Nyonya Jiang."
Gu Qingyou mengangguk, "Dokter Su bekerja keras... Aku tahu bekerja di Rumah Sakit Jiang Group jauh lebih melelahkan dibanding posisimu sebelumnya."
Su Yize tersenyum tipis, "Aku tidak merasa lelah, yang penting bisa menyelamatkan lebih banyak orang."
"Semangat profesional Dokter Su sungguh mengagumkan." Ucap Gu Qingyou dengan tulus.
Su Yize melirik jam tangannya. "Maaf, ada operasi yang harus segera kulakukan. Aku permisi dulu."
Gu Qingyou mengangguk sopan, "Baik."
Su Yize menoleh memandang An Yaruo, seolah agak khawatir, tapi tetap melanjutkan langkah perginya.
Setelah Su Yize pergi, Gu Qingyou menggandeng An Yaruo, bersama-sama memandang Kota C yang gemilang di malam hari. "Tadi tak sengaja mendengar percakapanmu dengan Dokter Su... semakin merasa dia orang yang baik."
"Ini waktunya untuk membahas hal seperti ini..." Ujarnya sambil menengadahkan wajah, memandang langit dengan diam.
“Aku bicara serius denganmu.” Gu Qingyou menoleh, memandang profil cantik sahabatnya. “Tadi saat dokter Su membujukmu, aku benar-benar mengira dia akan menyarankanmu untuk tidak membiarkan putri kecil bertemu Que Yan lagi, karena itu akan memudahkannya mengejar dirimu. Tapi ternyata dia tidak melakukannya, malah membujukmu untuk tidak melupakan hubungan ayah dan anak antara Que Yan dengan si kecil.”
“Saat ini aku sama sekali tidak punya mood untuk memikirkan urusan perasaan... Yang kuharap saat ini hanyalah Koko bisa cepat turun panasnya.” Tatapan An Yaruo menatap langit karena dia sedang berdoa pada Tuhan agar Koko lekas sembuh.
Mendengar itu, Gu Qingyou tidak melanjutkan pembicaraan. Bagaimanapun dia sangat paham bahwa urusan perasaan itu soal jodoh. Hanya saja, Gu Qingyou berharap di masa depan ada seseorang yang bisa merawat An Yaruo dengan baik. “Ngomong-ngomong, tadi aku sudah menelepon Que Yan. Dia tidak memberi jawaban pasti apakah akan datang ke Kota C, tapi dari nada suaranya yang rendah dan tidak tenang seperti biasanya, kurasa dia sangat menyayangi Koko... Mungkin saja sekarang dia sudah di pesawat.”
Ekspresi An Yaruo tetap datar, hanya tatapannya yang terlihat sedikit kosong. “Benarkah? Kau yakin dia pasti akan datang?”
Gu Qingyou mengerutkan alis. “Kenapa kau berkata begitu? Kasih sayang Que Yan pada Koko jelas terlihat. Dia juga terpaksa meninggalkanmu dan Koko karena...”
An Yaruo berkata datar, “Aku tidak pernah menyalahkannya karena meninggalkan kami. Aku tahu betapa beratnya pilihan itu... Hanya saja, sepertinya kita belum benar-benar memahami Que Yan. Bisa jadi perasaannya tidak seperti yang kita bayangkan.”
“Mengapa kau begitu terharu?” Kening Gu Qingyou semakin mengerut. “Sejak pulang dari Lyon, kau tak mau bercerita apa yang terjadi di sana... Apakah keluarga Que atau Que Yan melakukan sesuatu padamu?”
Mengingat hari itu saat menghadapi ibu Que Yan di rumah mereka, namun Que Yan lebih memercayai Huo Yutong daripada dirinya, bahkan lebih dulu menghibur Huo Yutong, dada An Yaruo seketika dilanda rasa sakit sesak. “Tidak... Hanya saja aku tak akan lagi mudah mempercayai seseorang.”
Suara lembut Gu Qingyou terdengar, “Tapi Que Yan bisa kau percayai... Jun mengenalnya, aku pun mengenalnya.”
Tanggapan An Yaruo adalah senyuman tipis. “Kalau begitu, aku hanya bisa bilang dia sekarang sudah berubah... Bukan lagi Que Yan yang kita kenal dulu.”
……
Dugaan Gu Qingyou tepat. Usai menerima teleponnya, Que Yan langsung bergegas ke bandara pribadinya.
Saat di dalam mobil, mengingat jadwal Que Yan besok adalah menghadiri pesta amal bersama Huo Yutong, sementara jika dia terbang ke Kota C sekarang, mustahil bisa kembali ke Lyon besok malam, Xu Ran memberanikan diri berkata, “Direktur, apakah Anda perlu mempertimbangkan matang-matang urusan ke Kota C ini? Lagipula, Anda sudah berjanji menemani Nona Huo di acara amal itu...”
“Keputusanku kapan perlu diintervensi orang lain?” Que Yan yang sedang kesal menyemburkan kata-kata dingin.
Xu Ran seketika membekuk lidahnya, takut menjadi ikan di kolam yang terkena imbas.
Setelah penerbangan selama belasan jam, Que Yan akhirnya tiba di Kota C.
Namun, saat turun dari pesawat pribadi, ia melihat Jiang Jun sudah lama menunggunya.
Dia sangat paham apa yang akan dikatakan Jiang Jun, langsung melangkahi Jiang Jun dengan nada keras, "Tak seorang pun boleh menghalangiku menjenguk anakku."
Jiang Jun berdengan tangan di saku celana, tenang, matanya yang tak terukur menatap lembut punggung Que Yan. "Jika kau ke rumah sakit sekarang, semua rencana yang telah kau susun akan sia-sia."
Suara Que Yan terdengar tidak rasional, "Aku tak bisa menjadi ayah yang dingin."
Jiang Jun berkata dengan tenang, "Koko hanya demam... Besok pagi pasti sudah membaik."
"Tapi dia butuh ditemani ayahnya."
"Jika kau hanya melihat saat ini, bagaimana dengan masa depan? Rencana solusi menguntungkan kedua belah pihak yang kau susun susah payah, agar bisa menua bersama Yaru dan anak, apakah kau yakin mau membuangnya sekarang?" Alis Jiang Jun berkerut, nadanya dingin.
Que Yan baru berhenti melangkah saat ini. Seluruh tubuhnya gemetar menahan emosi, memancarkan hawa dingin.
Jiang Jun perlahan mendekat, merangkul bahunya. "Bertahanlah sebentar untuk hasil jangka panjang... Ini bukan saatnya kau larut emosi."
Que Yan menutup mata, bayangan wajah anak yang merindukannya membuat dadanya sesak. "Ayah tak datang menjenguknya, pasti dia sangat kecewa..."
Jiang Jun menggelengkan kepala. "Kecewa anak hanya sementara, saat kau kembali padanya, dia akan melupakan semua ini... Percayalah padaku."
Que Yan memejamkan mata lama-lama, suara parau, "Yang kutahu hanyalah, saat ini aku sangat ingin menemani Yaru, menemani anak..."
"Yaru ada Qingyou dan Bibi Shu yang menjaganya, kau tak perlu khawatir." Jiang Jun menghibur.
Que Yan perlahan membuka mata, namun di matanya sudah terlihat kilau air samar, bertanya parau, "Yaru menangis, ya?"
Jiang Jun menjawab jujur, "Koko selalu sehat, mungkin dia belum pernah melihat Koko sakit, tak tahan seketika... Tapi sekarang demam Koko sudah mulai turun, emosinya juga jauh lebih baik."
Hati Que Yan terasa sakit tercengkeram, membayangkan wajah An Yaruo yang berlinang air mata, dalam hati membanjiri teguran dan rasa bersalah. "Aku harus menemui mereka, meski hanya memandang dari jauh."
Jiang Jun tahu ini sudah batas toleransi Que Yan, tak lagi mencegah, mendesah, "Bagaimanapun, kau tak boleh muncul... Jangan lupa ini demi masa depanmu dan Yaru."
