Bab 825: Dendam yang Terpendam
An Yaruo menyadari kelainan Su Yize, diam selama beberapa detik, senyuman di wajahnya perlahan pudar, berkata tulus, "Kau dengar percakapanku dengan Direktur Jiang?"
Su Yize dengan ekspresi tenang dan damai. "Kau menangis begitu hebat, aku tak bisa mempercayai keadaanmu."
Tubuh An Yaruo sedikit membeku.
Su Yize meletakkan bir di tangannya, mengangkat tangan, dengan lembut menyisirkan sehelai rambut hitam An Yaruo yang tertiup angin laut ke belakang telinganya. "Kembalilah ke sisi Que Yan, dua insan yang saling mencintai memang seharusnya bersama, barulah wajahmu akan memancarkan senyum kebahagiaan sejati."
Lingkaran mata An Yaruo seketika memerah. "Aku sudah menyatakan sikapku lewat telepon, kau seharusnya tahu."
Su Yize mengangguk, kemudian menunduk memberikan ciuman pada rambut di kepala An Yaruo. "Tak perlu khawatir ini akan melukai diriku... Kau harus paham, mencintai seseorang sejatinya bukan tentang menaklukkan."
An Yaruo bisa merasakan suhu dingin dari bibir Su Yize, hatinya seolah disiksa, rasa sakit yang tak tertahankan. "Tak mau kau bicara seperti ini, aku tak akan meninggalkanmu."
"Bodoh..." Bibir Su Yize perlahan menjauh, menatapnya dalam-dalam. "Jangan ucapkan omong kosong seperti ini, aku tak mau kau memaksakan dirimu."
An Yaruo mengangkat wajah basah air mata, tak berkedip memandangi Su Yize. "Aku tak memaksakan diri, saat bersamamu, kurasakan kebahagiaan dan kepuasan."
Su Yize tersenyum tipis. "Aku tahu, tapi kau tak bisa menyangkal, puncak kebahagiaan dan kepuasanmu tetap saat bersamanya."
An Yaruo tersekat, "Yize..."
Su Yize menggelengkan kepala, menghentikan An Yaruo melanjutkan. "Jika kau benar-benar sudah melepasnya, tak akan menangis tersedu-sedu seperti tadi... Kau tahu betapa tersayatnya hatiku?"
"Aku..."
Su Yize kembali memotong, "Kenyataannya, menyerahkanmu kembali padanya membuatku tenang. Karena hari itu di kamar pasien seberang, saat ia memandangimu, aku tahu pria itu mencintaimu sampai terluka..."
An Yaruo kembali menjadi sosok penuh air mata, menggoyangkan kepala, "Jangan lanjutkan... Yize, kumohon jangan lagi..."
Su Yize tetap menjaga senyuman. "Pergilah. Jangan lukai seseorang yang begitu dalam mencintaimu dan juga kau cintai. Segala yang ia tanggung selama berbulan-bulan ini, jauh lebih menyiksa dan menyakitkan dibanding penderitaanmu..."
"Yize..."
Su Yize menunduk memberi ciuman di pelipis An Yaruo. "Patuh, kau harus tahu, aku hanya ingin melihatmu bahagia..."
An Yaruo mulai membenamkan wajah di bahu Su Yize, terisak pilu.
Su Yize menghibur, "Jangan menangis... Beginilah aku benar-benar akan menderita."
Tak terasa berapa lama, barulah An Yaruo mengangkat kepala dari bahu Su Yize. Pandangan kaburnya bertemu dengannya, suara penuh tekad berkata, "Apapun katamu, hubunganku dengan Que Yan sudah berakhir... Aku tak akan kembali, karena kini aku adalah pacarmu."
"Yaru..."
An Yaruo menutupi mulut Su Yize, menghentikannya melanjutkan perkataan. "Aku tak akan ingkar pada diriku sendiri, juga padamu... Kegagalanku bersatu dengan Que Yan membuktikan bahwa kami berjodoh tapi tak bersatu sejak awal."
Saat itu, mata Su Yize memerah, suaranya parau. "Kau benar-benar..."
An Yaruo menyambung kalimatnya, "Percayalah, tak ada yang bisa mengubah tekadku bersamamu. Kita akan terus berjalan dengan tenang dan bahagia seperti ini..."
……
Que Yan tidak kembali ke pusat kota. Ia berdiri di balik jendela kaca suite hotel, menyaksikan seluruh adegan percakapan An Yaruo dan Su Yize di pantai.
Matanya terasa perih, karena di akhir ia melihat An Yaruo memeluk erat Su Yize...
Hatinya bagai terlempar ke padang pasir sepi, hampa dan sunyi.
Kemudian, ia menutup mata untuk waktu yang lama.
……
Keesokan harinya, sesuai perkiraan Que Yan, An Yaruo muncul di depan pintu kamarnya.
Ia tahu perempuan itu pasti akan datang. Sudah sejak tadi ia menanti di sofa, meminta Xu Ran membukakan pintu.
An Yaruo mengenakan gaun panjang putih liburan, secantik saat pertama mereka bertemu. Ia duduk berhadapan dengannya dengan anggun dan tenang.
Di tangannya tergenggam sebotol anggur merah, persiapan untuk menghapus kepahitan di hati. Bagaimanapun ia pria, tak boleh menunjukkan sedikit pun luka.
"Kumohon jangan mencariku lagi. Aku tak ingin Yize salah paham." An Yaruo bersuara, ekspresinya tenang bagai danau.
Que Yan mengangkat gelas anggur merah di tangannya, perlahan meneguk seteguk.
An Yaruo melihat Que Yan tidak merespons, melanjutkan, "Aku tahu permintaanku ini sangat menyebalkan, mengecewakan semua yang telah kau lakukan sebelumnya. Tapi takdir pertemuan antar manusia memang seperti ini, jika terlewat... ya sudah terlewat..."
Que Yan baru menoleh padanya, berbicara dengan tenang, "Jika aku tak mau melepaskannya?"
An Yaruo memandangi wajah dinginnya, berkata seperti ini, "Kecuali kau ingin melihatku menderita."
Que Yan tersenyum tipis. "Bersama orang yang mencintaiku, kau takkan menderita."
An Yaruo menjawab dengan tenang, "Ucapanmu itu benar. Jadi... lepaskanlah aku."
Tatapan Que Yan tiba-tiba meredup satu persen.
An Yaruo menatapnya, mengucapkan kata demi kata dengan jelas, "Aku mencintai Yi Ze... Perasaanku padamu... sudah kulepaskan..."
Que Yan kembali mengangkat anggur merah, meneguknya. Kemudian menatap ke depan dengan dingin, berkata datar, "Jangan beri alasan seperti ini. Kita berdua tahu inti dirimu tak mungkin melepasiku."
An Yaruo memandang Que Yan dengan tenang, "Mungkin jika aku tak bertemu seseorang sehebat Yi Ze, aku akan seperti katamu. Tapi beruntungnya... aku sudah bertemu dengannya."
Que Yan tiba-tiba meletakkan gelas anggur di samping dengan keras, bangkit dari sofa, mendekati An Yaruo dan menariknya dari sofa. Mengatupkan gigi, "Jika kau berani bilang mencintainya lagi, aku akan menempuh segala cara membuatmu mustahil melihatnya selamanya!"
Tubuh An Yaruo gemetar, karena ia belum pernah melihat Que Yan seperti ini—dia tak pernah marah di hadapannya.
Dengan keberanian terakhir, dia berkata tegas, "Jika kau membuatku tak bisa melihatnya selamanya, maka kau juga tak akan melihatku lagi!"
"Ha——" Que Yan menyeringai panjang penuh kebencian.
An Yaruo memandangnya, rasa sakit menusuk di hatinya melihat penderitaan di wajahnya.
"Bagus. Mari kita lihat apakah kau bisa melepaskan diri dariku." Que Yan mengeluarkan ponsel dari saku jasnya.
An Yaruo langsung tahu dia akan menelepon bawahannya untuk menyakiti Su Yize. "Hubunganku dengan Yize sudah nyata. Kami akan segera bertunangan!"
Saat mengucapkan "nyata", dia sengaja memberi tekanan. Pasti Que Yan paham maksudnya.
Benar. Tubuh Que Yan bergetar hebat. Tatapannya mengerikan seperti belum pernah terjadi sebelumnya.
Menahan getir di leher, An Yaruo tetap tenang, "Cek saja! Meski kami menyewa dua kamar di hotel ini, Yize selalu bermalam di kamarku selama liburan."
