Bab 834 Bertentangan

　　　　Bab 834 Bertentangan 　　　　An Yaruo tahu kalimat yang baru diucapkannya pada Que Yan melukai hati, tapi dia tak menyesal. Karena Que Yan memang telah terlalu sering mengecewakannya... 　　　　Setelah sadar dari koma, dia memprioritaskan karier hingga rela mengorbankan hubungan mereka. Belum lagi rencana terbarunya kali ini... 　　　　Ia berharap bisa menguntungkan kedua belah pihak, menyembunyikan rencana ini dari diam-diam merancangnya. Meski demi masa depan mereka, namun ia tidak mempertimbangkan perasaan dia... 　　　　Ia takkan pernah mengalami sakit hati yang dia rasakan saat ia mengajukan berpisah dengannya. 　　　　Mungkin ia mengira segalanya bisa dilengkapi kembali ketika rencana sukses nanti, tapi ia tak tahu: hati yang sudah dirusak, meski diperbaiki di kemudian hari, akan tetap menyisakan retakan... 　　　　Ia berusaha keras ingin menenangkan orang tua sekaligus mempertahankan hubungan mereka, tapi tak sadar bahwa saat merancang rencana ini, sesungguhnya ia telah kembali meninggalkan ikatan mereka... 　　　　Karena ia telah melukainya. Ia melukainya dalam-dalam. 　　　　Ia membuatnya terbenam dalam kepedihan tak berujung, setiap malam menangis terus-menerus. 　　　　Ia sama sekali tak mengerti betapa getirnya mengalami pengkhianatan perasaan darinya untuk kedua kalinya. 　　　　Dia tahu di antara orang tua dan dirinya, ia berada dalam terpuruk yang sulit. Tapi benarkah tidak ada cara? 　　　　Tidak... 　　　　Sebenarnya ada cara. 　　　　Seandainya ia bertahan mempertahankan hubungan mereka, orang tua pada akhirnya tak bisa berbuat apa. Sebab ia lebih paham dari siapapun: orang tuanya yang terikat pada kekuasaan dan uang, takkan mudah memilih mengakhiri hidup. Mereka yang mencintai status, lebih memperhatikan nyawa... 　　　　Jadi, andai saat itu ia bersikeras tetap bersamaku, orang tua akhirnya akan kompromi. Hanya hubungan dengan mereka mungkin akan terputus sejak saat itu... 　　　　“Dia bukan ingin memaksanya menjadi orang durhaka, hanya mengapa setiap kali dia membuat keputusan, aku selalu di posisi kedua?” 　　　　“Dia tak tega menyakiti orang tuanya, mengapa bisa tega menyakitiku?” 　　　　“Tahukah dia, saat ini meski tahu ini demi masa depan kita, hatiku sama sekali tak bahagia...” 　　　　“Karena dia sudah melukaiku sangat dalam, hati ini benar-benar sakit...” 　　　　“Dia merasa dalam dunianya, aku selalu di tempat kedua, dia tak pernah menempatkanku di relung hati terpenting...” 　　　　“Dia sangat kecewa, kecewa sekali...” 　　　　…… 　　　　“Yaru...” 　　　　Saat suara lemah yang familiar terdengar di telinganya, An Yaruo baru tersentak dari pikirannya, memaksakan senyuman di wajah. “Yize, kau sudah bangun?” 　　　　Su Yize dengan susah payah melirik sekeliling. “Aku di rumah sakit?” 　　　　An Yaruo duduk di tepi ranjang, mengangguk. “Kita sudah aman...” 　　　　Su Yize menarik kembali tatapannya, menatap An Yaruo. “Huo Yutong dia...” 　　　　An Yaruo menjawab jujur, “Dia sudah dibawa polisi, akan segera didakwa atas penculikan dan pembunuhan.” 　　　　Su Yize menghela napas lega. “Wanita seperti ini pantas menerima ini.” 　　　　An Yaruo tersenyum tipis. “Kau merasa baik-baik saja?” 　　　　Su Yize tak menjawab, tangan menopang ranjang, ingin bangkit duduk, sayang masih tak berdaya. 　　　　Melihat ini, An Yaruo segera memapahnya, berkata tegang, “Jangan bangun, tubuhmu masih lemah, harus istirahat yang cukup.” 　　　　Su Yize berbaring kembali di ranjang dengan wajah pucat akibat usaha bangkit tadi. Setelah beberapa kali menarik napas dalam-dalam, suaranya baru mulai stabil. "Kau baik-baik saja?" tanyanya. 　　　　An Yaruo menyelimuti tubuh Su Yize. "Terima kasih sudah memberiku jarum suntik... Kedua penculik itu sudah ditangkap polisi." 　　　　"Jarum ini sebenarnya kubawa untuk perlindungan diri. Sayang saat serangan asmaku melanda, aku tak bisa melawan para penculik itu. Jika tidak, takkan kau hadapi bahaya ini..." Su Yize menyalahkan diri. 　　　　An Yaruo menggelengkan kepala sambil menghiburnya. "Sudah berapa kali kau membantuku? Membalas sekali saja apa artinya? Lagipula penculikan Huo Yutong ini terjadi karena hubunganmu denganku." 　　　　Sorot mata Su Yize masih dipenuhi penyesalan. "Saat itu ponselku tak bisa tersambung ke kantor polisi atau Tan Yan. Hanya nomormu yang bisa kuhubungi... Andai kusadar Huo Yutong ingin memancingmu ke gudang hitam itu lewat diriku, takkan kutelepon kau. Lebih baik aku yang celaka daripada kau..." 　　　　"Sudah, aku tahu..." An Yaruo berbisik lembut sambil mengelusnya. "Tapi aku bersyukur kau menelepon. Jika terjadi sesuatu padamu, nuraniku takkan tenang seumur hidup." 　　　　Su Yize menutup mata perlahan karena kondisi tubuhnya yang lemah. "Akhirnya Direktur Que yang menyelamatkan kita?" 　　　　An Yaruo memandangnya. "Ya, ia datang tepat waktu." 　　　　"Tolong sampaikan terima kasihku... Tanpa dia, nyawaku mungkin sudah tak tertolong." Suara Su Yize terdengar lirih. 　　　　An Yaruo mengangguk. "Baik." 　　　　Su Yize menambahkan, "Aku ingin pulang dari rumah sakit sebentar lagi." 　　　　An Yaruo tubuhnya sedikit menegang, karena tak ingin mendengar Su Yize mengucapkan kalimat itu. Tapi begitu terucap, berarti dugaan Que Yan benar. Hatinya langsung lesu. "Kau perlu istirahat, bagaimana bisa pulang dari rumah sakit?" 　　　　"Kau tahu kondisiku tidak parah. Aku bisa istirahat di hotel. Tak mau tinggal di rumah sakit, membuat orang tua khawatir." Su Yize berkata demikian. 　　　　"Tapi..." 　　　　Su Yize memotong ucapan An Yaruo. "Aku bersikeras... Aku seorang dokter. Tenang saja, aku paham betul kondisi tubuhku sendiri." 　　　　"Baiklah, aku menghormati keputusanmu. Tapi izinkan aku mengatur mobil untukmu." Hati An Yaruo terjatuh ke dasar jurang, karena benar-benar tak bisa menerima bahwa Su Yize dan Huo Yutong adalah komplotan. 　　　　Su Yize berterima kasih, "Baik." 　　　　…… 　　　　An Yaruo keluar dari kamar pasien Su Yize, mendapati semua orang sudah berkumpul di pintu kamar, termasuk Tan Yan dan istrinya yang baru tiba. 　　　　"Bagaimana kondisi Yize?" Tan Yan bertanya penuh perhatian. 　　　　An Yaruo menjawab lembut, "Dia baik-baik saja. Kau bisa masuk menjenguknya. Tapi katanya nanti mau pulang, agar orang tuanya tak khawatir. Karena kau sudah datang, nanti suruhlah orang mengantarnya ke hotel untuk istirahat!" 　　　　"Baik." 　　　　Usai bicara, Tan Yan dan Qin Qian bersama-sama masuk ke kamar pasien untuk menjenguk Su Yize. 　　　　Ketika hanya pasangan Jiang Jun, Que Yan, dan Bibi Shu yang tersisa di koridor, An Yaruo menghampiri Que Yan dan berkata dengan tenang, "Aku sudah melakukan sesuai permintaanmu. Dia juga sudah memilih pulang dari rumah sakit seperti yang kau perkirakan. Jika akhirnya benar-benar terjadi persis seperti dugaanmu, kuharap kau ingat janjimu padaku." 　　　　"Tentu saja." Que Yan menjawab dengan khidmat. 　　　　An Yaruo lalu berbalik, tanpa menoleh sedikit pun, meninggalkan koridor dan kembali ke kamarnya. 　　　　Gu Qingyou yang peka, menyadari sikap kaku An Yaruo terhadap Que Yan dan kesenjangan di antara mereka. Ia menghampiri Que Yan dan bertanya serius, "Ada apa dengan kalian berdua? Kenapa terasa aneh? Bukankah hubungan kalian sudah baik-baik saja?" 　　　　"Aku juga tidak paham. Yang kusadari, semua usahaku mungkin sia-sia." Setelah mengucapkan itu, Que Yan pergi ke arah berlawanan dari An Yaruo.