BAB 841 MEMAHAMI HATI SENDIRI
An Yaruo tak bisa tidak mengagumi kecerdasannya sendiri. Saat mendengar dia berkata telah mengundang Qingyou dan yang lain, langsung tersadar bahwa pernikahan ini bukan berasal dari kehendaknya...
Karena sebelum ke Lyon, dia sudah memberitahu Qingyou bahwa peluang rujuk dengan Que Yan tidak besar. Tapi Qingyou terus meyakinkannya bahwa mereka pasti akan bersama...
Saat itu dia hanya tertawa kecut. Sekarang dipikir-pikir, inisiatifnya mencari Que Yan ke Lyon rupanya juga hasil bimbingan sengaja Qingyou.
"Kurasa Qingyou dan yang lain mungkin salah paham. Mengira ada kesalahpahaman antara kita, lalu memberimu tekanan agar kita bisa menyelesaikannya dan bersatu. Tapi mereka tak tahu... sebenarnya tak ada kesalahpahaman antara kita..." An Yaruo menyesuaikan napasnya, menunggu detak jantung tenang sebelum menjawab Que Yan.
Que Yan menatapnya dalam-dalam. "Aku tidak tahu bagaimana kau memahami ucapanku tadi, tapi aku ingin menambahkan satu hal: perasaanku padamu tulus. Hanya saja, bersama kita akan sulit... Seperti yang kukatakan, terlalu sedikit titik temu pemahaman kita. Contohnya rencana menguntungkan kedua belah pihak yang kubuat untuk masa depan kita - kau tidak mempertimbangkan posisiku, dan aku pun tak memahami sudut pandangmu. Tentu ini bukan kesalahan satu pihak, tapi kesalahan kita berdua... Aku tak mengerti mengapa masalah ini muncul, tapi sepertinya benar ada jarak di antara kita."
An Yaruo perlahan menundukkan kelopak matanya, tatapan hening mencekam.
Que Yan melepas tangan yang menopang bahu An Yaruo. Ia mengangkat tangan dan perlahan mengusap air mata di sudut matanya. "Melihatmu menderita seperti ini, hatiku tersayat... Tapi sungguh, aku tak tahu bagaimana kita harus melanjutkan, Yaru..."
An Yaruo menarik hidungnya, lalu mengangkat kepala. Meski mata dipenuhi air mata, tatapannya tenang. "Que Yan, terima kasih sudah jujur... Tapi kurasa, alasanmu tak bisa memberiku pernikahan ini mungkin karena perasaanku padamu... bukanlah cinta?"
"Mengapa kau berkata begitu?" Mata amber Que Yan terlihat sekilas kepedihan yang dalam.
“Karena sejak awal, perasaan antara kita selalu aku yang menuntunmu, sementara kau terdesak menerima. Kau tak punya waktu untuk memahami apakah perasaanmu padaku adalah cinta…” An Yaruo berkata perlahan.
Que Yan menyimak dalam kesunyian, alisnya mengerut sedikit. Air mata di matanya membuat matanya juga terus berkaca-kaca.
“Apa maksudmu?” ia melanjutkan pertanyaan.
“Coba kau renungkan, sepertinya tak pernah sekalipun kau aktif bersamaku. Kau selalu menahan tekanan dari berbagai aspek…” Pandangan An Yaruo sudah terlalu buram untuk melihatnya, namun suaranya tetap stabil, mengucapkan setiap kata dengan jelas.
Que Yan kembali diam.
“Sebelum pingsan, pernikahan kita karena aku hamil, kau terpaksa bersamaku. Setelah sadar, semua orang bilang aku terlalu banyak berkorban. Kau tak bisa tidak bertanggung jawab. Perceraianmu dengan Huo Yutong karena aku menggugurkannya anak kedua kita, hingga tak bisa hamil lagi. Sekarang ke pulau ini pun karena semua orang berharap kau memulihkan hubungan…” An Yaruo tak menyangka mengucapkan ini akan menyakitkan hingga tubuhnya limbung, beruntung tangan Que Yan masih menopang bahunya, menjadi sandaran sementara.
Que Yan merasakan goyangan tubuh An Yaruo saat ini, tahu hatinya telah terjatuh ke dasar jurang. Bola matanya dipenuhi penyesalan tak berujung, menatapnya. "Maukah kau memberiku waktu untuk memahami perasaanku padamu..."
An Yaruo tersenyum tipis, lalu melepaskan tangan Que Yan yang berada di bahunya, perlahan berkata, "Untuk apa bicara berbelit-belit? Sebenarnya kau sudah sadar tak pernah bisa memahami posisiku, mungkin karena memang tak mencintai aku..."
Que Yan diam.
An Yaruo mundur langkah demi langkah. Saat ini, cahaya lilin romantis di meja makan dalam pandangan kaburnya berubah menusuk, hingga hatinya terasa sakit seperti terbakar. "Aku tak sekuat bayanganmu, tapi juga tak serentan dugaanmu... Jadi anggap saja kita tak pernah saling mengenal. Mari akhiri semua di sini!"
"Yaru..." Que Yan mencoba menggenggam tubuh yang berbalik, tapi hanya meraih udara kosong.
An Yaruo berlari pergi, meninggalkan jejak kaki berat di pasir pantai, setiap langkah terasa bagai menyentak bumi.
……
Saat An Yaruo pergi, orang-orang yang bersembunyi di balik pohon palem berhamburan keluar. Ayah An menghajar wajah muram Que Yan dengan pukulan keras.
Gu Qingyou yang datang belakangan langsung mencengkeram kerah baju Que Yan. "Bajingan..." Jiang Jun segera memeluk erat Gu Qingyou dari belakang.
Saat ayah An ingin mengayunkan tinju lagi ke Que Yan, melihat Que Yan tidak melawan, akhirnya menarik kembali tangannya, tapi berkata dengan kasar, "Kau selamanya tak akan bisa bertemu putriku!"
……
An Yaruo terus berlari hingga tubuhnya kehabisan tenaga, lunglai terjatuh, akhirnya dikejar oleh ibunya...
"Anak bodoh ini, mau ke mana kau? Jangan nakuti ibu..." Ibu An memeluk erat putrinya, air mata telah membasuh wajahnya.
An Yaruo memandang ibunya dengan linglung, suara parau berkata, "Ibu, jangan salahkan dia. Ayah dan ibu jangan mengejar..."
Ibu An tersekat, "Untuk apa kau masih mempertahankannya? Kenapa kau bisa sebodoh ini..."
An Yaruo menggelengkan kepala, "Aku bukan mempertahankannya. Hanya... dia tidak bersalah. Apakah kalian benar-benar mau memaksanya mencariku lagi?"
"Aku..." Ibu An tercekat.
An Yaruo perlahan menundukkan kelopak matanya, suara tenang berkata, "Aku menunggu di sini. Ibu panggil ayah pulang... Kita berkemas lalu kembali ke Kota C."
Ibu An tak kuasa menahan isak. "Dosa apa di kehidupan sebelumnya, hingga di hidup ini bertemu orang seperti ini..."
"Pergilah, panggil ayah." An Yaruo memohon.
Barulah Ibu An melepaskan pelukannya.
……
Semua orang telah meninggalkan pantai. Akhirnya, hanya tersisa Jiang Jun dan Que Yan di tepi laut.
Setelah keheningan yang mencekam, Que Yan akhirnya bersuara, "Yang paling tidak ingin kulihat adalah hasil seperti ini, tapi aku benar-benar tak mau menipunya... Aku butuh waktu untuk memahami hatiku sendiri, karena aku tak ingin lagi terombang-ambing dalam ketidakjelasan, terjebak dalam posisi pasif......"
Jiang Jun tak mengucapkan sepatah kata pun, hanya menepuk perlahan bahu Que Yan, lalu menghela napas dan berbalik pergi.
