Bab 844: Pada Akhirnya Tak Mampu Tak Mencintai
Dadanya An Yaruo sesak mendengar penuturan itu.
“Benarkah? Mengapa yang kulihat hanyalah bagaimana kau sukses mengelola bisnismu?” Dia cepat-cepat mempersenjatai diri, menjawab dengan dingin. “Lagipula, bahkan jika benar kau menjauhiku karena kondisi kesehatan, sekarang kau memberitahuku kebenaran sudah terlambat.”
Que Yan terdiam sejenak.
Lalu, suaranya yang semakin parau bertanya, “Benarkah tidak ada kesempatan lagi?”
Kalimat itu lagi!
Dia seharusnya paham, ia selalu memberinya kesempatan, namun selalu mengecewakannya. “Ya, aku bukan dirimu. Aku tak akan mengecewakan Yan Qing.” Sindirnya dengan kebengisan.
Di kedalaman bola mata muram Que Yan, tersimpan perasaan mendalam yang sayangnya tak terlihat oleh An Yaruo yang menunduk. “Seseorang yang baru kau kenal kurang dari dua bulan, apa kau benar-benar bisa mempercayainya? Su Yize adalah pelajaran!”
“Kau tak perlu khawatir. Meski penilaianku buruk, Yan Qing diakui semua orang.” An Yaruo menjawabnya dengan sikap dingin. “Ini bukan urusanmu.”
Que Yan menundukkan wajah. “Sebenarnya saat di Maladewa, aku benar-benar mengira tak akan sembuh. Saat itu aku berdoa agar di masa depan kau menemukan orang yang benar-benar bisa merawatmu seumur hidup. Tapi Tuhan menjahiliku seperti ini, Linda berhasil menyembuhkan penyakitku... Saat tahu kau akan menikah, aku berniat tak mengganggumu lagi, tapi sungguh aku tak sanggup.”
“Jangan berlama-lama menguraikan perasaanmu, karena itu sama sekali tak menyentuhku.” An Yaruo tertawa getir. “Kau harus tahu, tak ada yang akan selamanya menanti di tempat yang sama.”
“Aku tahu di masa lalu aku terlalu banyak mengecewakanmu.” Katanya dengan suara serak.
“Setelah beberapa detik keraguan, An Yaruo masih tidak mengangkat kepala untuk melihatnya. Lalu, dia merasakan ia menggendongnya lebih tinggi, membuat punggungnya terlepas dari air laut.”
“Biarkan aku bertanya padamu untuk terakhir kalinya……”
An Yaruo tetap diam.
“Ini pertanyaan terakhirku padamu.” Que Yan menahan napas, matanya yang muram menatapnya dalam-dalam. “Apa kau benar-benar harus menikahi orang itu?”
Kesunyian menghadang di antara mereka, ketenangan sesaat itu hampir menghentikan detak jantungnya.
“Aku juga akan menjawabmu dengan jelas untuk terakhir kalinya, aku sangat yakin, aku akan menikahi Yan Qing.” Katanya perlahan, kata demi kata dengan jelas.
Que Yan yang memandanginya, menutup mata.
Beberapa saat kemudian, barulah dia bisa membuat dirinya kembali tenang.
“Mengingat kau sudah memberi jawaban pasti, maka aku tak akan mengganggumu lagi. Aku akan mengembalikan kehidupan tenangmu.” Janji Que Yan dengan nada bicara datar. “Maaf telah membawamu berendam di air laut yang membeku ini, tapi aku hanya ingin kau bisa tenang mendengarkan ucapanku hingga selesai. Aku takkan benar-benar melakukan hal yang melukaimu.”
An Yaruo tiba-tiba merasakan kejang di dadanya……
Diikuti kelumpuhan pasca sakit hati.
Tapi dia memaksa diri untuk tak bereaksi sedikitpun. Masa lalu telah berulang kali membuktikan, dia sama sekali tak paham menghargainya.
“Sekarang aku sudah mendengarkan semua ucapanmu, lepaskan aku.” Dia kagum pada diri sendiri yang bisa menjaga ketenangan sempurna saat ini. Pada detik ini, dia mulai membencinya - mengapa setiap kali hidupnya mulai tenang, ia harus tiba-tiba muncul mengganggu?
"Aku akan melepaskanmu, tapi masih ada yang mau kubicarakan." Saat An Yaruo bergulat, suara serak Que Yan terdengar, "Seumur hidup ini aku tak merawatmu dengan baik, berulang kali mengecewakan perasaanmu yang tulus. Dari lubuk hati, aku minta maaf... Percaya atau tidak, ini sungguh dari hatiku."
Di detik mendengar permintaan maafnya, rasa getir tiba-tiba membanjiri dada An Yaruo hingga suaranya tersekat.
"Kini kau telah menemukan kebahagiaanmu, kudoakan semoga di hari-hari tanpa kehadiranku, kau bisa hidup bahagia sepenuhnya."
Kata-kata lembut Que Yan bagai gelombang pasang, memicu kepedihan yang tiba-tiba meluap di dada An Yaruo...
"Lepaskan aku!" An Yaruo menahan erangan di lehernya, terus melepaskan diri.
Kali ini, Que Yan memeluk An Yaruo perlahan menuju tepian.
An Yaruo mendengar gemuruh air laut menghantam tubuh mereka. Hatinya terasa sakit yang tak tertahankan.
Que Yan akhirnya tiba di tepian dan menurunkannya.
Tubuh mereka basah kuyup, tapi Que Yan tetap melepas mantel jasnya dan menyelimutkannya di badan An Yaruo.
An Yaruo sudah bulat tekad untuk berbalik pergi tanpa sekali pun menoleh. Tapi entah mengapa, bayangan bekas luka di tengkuknya dan tubuhnya yang basah membuatnya menunduk. Tiba-tiba suara isaknya pecah menjadi tangisan.
Que Yan kaget, merangkulnya erat. "Ada apa?"
An Yaruo baru kemudian mengangkat bola mata yang basah oleh air mata, pertama kali benar-benar menatapnya. "Berapa banyak hutangku padamu di kehidupan sebelumnya, hingga seumur hidup ini harus mengalami siksaanmu seperti ini?"
"Maaf..." Que Yan mengangkat tangan, dengan hati tersayat mengusap air mata di matanya.
"Katakan padaku, bukankah penyakitmu sebelumnya sudah benar-benar sembuh? Mengapa kali ini sakit kembali?" tanya An Yaruo dengan suara tersekat.
Que Yan menjawab jujur, "Kurasa penyakitku tak akan pernah bisa disembuhkan. Menurut Linda, kesembuhan kali ini pun tak menjamin tidak akan kambuh lagi lain kali, tentu tak ada yang tahu kapan kekambuhannya."
Mendengar itu, air mata An Yaruo tumpah bagai aliran deras. "Mengapa bisa begini?"
"Tak ada cara lain. Inilah takdirku."
An Yaruo seketika menangis hingga seluruh wajahnya basah oleh air mata.
Que Yan tak tahan merangkul erat An Yaruo dalam pelukan, menghapus air mata di sudut mata dan pipinya. "Jangan menangis... Aku tak akan mati."
An Yaruo memandangnya dengan pandangan berlinang air mata. "Jadi, semua yang kau ucapkan di Maladewa dulu... karena kau mengira dirimu akan mati."
"Dokter yang sebelumnya melakukan operasi padaku, ia tidak mengira penyakitku akan kambuh. Katanya hanya bisa melakukan operasi lagi, tapi kali ini risikonya sama seperti sebelumnya—mengandung bahaya kematian... Awalnya aku tak berniat dioperasi lagi. Karena meski berhasil, membuatku tak sadar di ranjang pasien, aku tak mau kau merawatku siang-malam lagi, hidup dalam kepayahan. Jadi kuputuskan menyerah, terpaksa mengatakan kata-kata kejam itu di Maladewa, hanya berharap kau bisa melupakanku dan memulai hidup baru... Yang tak kusangka, Linda datang berpamitan. Ia melihat penampilanku buruk, kebetulan saat itu kepalaku tersiksa sakit. Linda memeriksaku, tahu hamartoma di otakku kambuh. Ia memintaku ke Australia, ia sendiri yang akan mengoperasiku... Hasil operasinya optimis, aku masih bertahan. Hanya, Linda tak bisa menjamin penyakitku tak akan kambuh lagi di masa depan." Que Yan menjelaskan seluruh kejadian dengan jujur.
An Yaruo tak sadar memeluk Que Yan, berkata pilu, "Benarkah? Penyakitmu mungkin akan kambuh lagi nanti?"
"Andai tahu akan membuatmu sedemikian menderita, aku akan memilih tak memberitahumu." Alis Que Yan berkerut dalam-dalam, melihat air mata yang terus mengalir dari mata An Yaruo.
"Kalau begitu, mari kita tinggal di pulau itu... Asalkan ada masalah, Linda bisa segera merawatmu." Suara parau An Yaruo tercekat.
Que Yan membeku, "Kita?"
