Bab 847: Taktik, Kontra-Taktik
Australia.
Saat ini adalah momen terindah di pulau itu, karena musim ini puncak populasi ubur-ubur biru. Ketika malam tiba, hewan laut biru itu akan mengubah seluruh pantai menjadi nuansa romantis biru yang memesona.
"Que Yan, jangan turunkan Koko. Dia mungkin takut jika menyentuh ubur-ubur." An Yaruo duduk di pasir, mengingatkan dengan hati-hati.
Terdengar sahutan dari kejauhan. "Aku tahu."
“An Yaruo baru melepaskannya, tangan bertumpu di lutut, menopang dagu, memandang penuh kekaguman pada sepasang figur besar dan kecil yang sedang bermain dengan ubur-ubur biru.”
“Que Yan sangat ahli dalam mengasuh anak, berhasil membuat Koko tertawa terkekeh.”
“Ia bahkan menangkap seekor ubur-ubur biru dan meletakkannya di telapak tangan, memungkinkan jari mungil Koko yang gemuk menyentuhnya. Setelah meraba ubur-ubur itu, Koko tampak sangat bahagia...”
“An Yaruo hanya diam-diam memandangi mereka, perlahan mulai merasa lelah.”
“Saat An Yaruo sadar, ia sudah bersandar di bahu Que Yan, pinggangnya dilingkari lengannya.”
“Mana Koko?”
“Tanyanya dengan suara masih berbekas kantuk yang baru saja terbangun.”
“Que Yan menoleh ke arah pantai di depan. ‘Dia masih semangat, terus mengamati ubur-ubur!’”
“Mengikuti arah pandang Que Yan, An Yaruo melihat di pantai putih terdapat cekungan bundar berisi ubur-ubur biru. Koko berjongkok di tepinya, tangan mungilnya menyentuh-nyentuh ubur-ubur itu dengan riang.”
“Kau tega mengumpulkan begitu banyak ubur-ubur untuknya.”
“Nanti akan kubawa pulang semuanya. Kalau tidak, pasti dia ngambek tak mau pulang malam ini.”
“Ya.”
“An Yaruo kembali menempelkan kepala di bahu Que Yan, menghirup aroma maskulinnya yang bercampur bau air laut.”
“Que Yan sedikit menoleh, mendekatkan kepala. ‘Mengantuk?’”
"Tadi sangat mengantuk, sudah tidur sebentar, sekarang lebih baik." An Yaruo memandangi anaknya dengan puas.
"Dingin tidak?" Que Yan bertanya lagi.
An Yaruo menggelengkan kepala. "Tidak dingin."
Meski begitu, Que Yan mengencangkan pelukannya pada An Yaruo dan mencium dahinya. "Malam ini Koko tidak tidur bersama kita, biar dia belajar mandiri!" bisiknya di telinganya.
An Yaruo tentu paham maksud Que Yan, pipinya memerah. "Dia masih terlalu kecil, aku tidak mau dia belajar mandiri terlalu dini."
Que Yan mencium daun telinganya. "Putri Jun Xixi juga sudah lama tidur sendiri, putri kita pasti bisa."
Suara An Yaruo mulai terdengar tidak natural. "Setidaknya tunggu sampai kita kembali ke Prancis dulu."
"Malam ini juga... biar dia belajar mandiri."
"Tapi..."
Que Yan menunduk dan menutupi mulut An Yaruo dengan ciuman.
An Yaruo tak bisa melawan, seluruh tubuhnya lunglai dalam pelukan Que Yan.
Mata Que Yan yang penuh nafsu menatapnya, "Aku ingin kau."
"Kau harus meninabobokkan Koko dulu malam ini..." jawab An Yaruo dengan wajah memerah.
Que Yan tersenyum puas. "Ayo pulang, sekarang juga kita tidurkan dia."
An Yaruo, "..."
Que Yan sudah bangkit dari pantai, bayangan jangkungnya berjalan mendekati putrinya. "Sayang, sudah larut... waktunya tidur."
Sang putri kecil membeku, memandangi ayahnya dengan ekspresi tak bersalah. "Ayah, tidak boleh main sebentar lagi?"
Que Yan berpura-pura melihat jam tangannya. "Benar-benar sudah larut... Kalau kau tidak patuh, Ayah besok tidak akan membawamu ke pantai."
Mendengar itu, putri kecil itu seketika bangkit dan berlari manis ke arah ayahnya. "Ayah, aku patuh."
Que Yan mengangkat putri kecil itu dan menciumnya dengan manja. "Ayah akan membantumu memasang kembali ubur-ubur itu..."
"Ya ya." Putri kecil itu melingkari leher Que Yan, terlihat sangat bahagia.
Dari kejauhan, Que Yan mengedipkan mata ke arah An Yaruo. An Yaruo tak tahan tersenyum, merasa inilah saat paling bahagia dalam hidupnya.
……
Setelah menidurkan putri kecil itu di kamar, Que Yan menyadari An Yaruo tidak ada di dalam. Ia turun ke lantai satu dan memanggil Xiao Su untuk bertanya, "Apakah kamu melihat Nona An?"
Xiao Su menjawab, "Tadi Nona An terlihat menerima telepon dari Dokter Linda, lalu pergi ke sana."
"Oh."
Que Yan segera mengeluarkan ponselnya untuk menelepon An Yaruo, namun ternyata nomornya tidak bisa dihubungi. Ia langsung menelepon Linda.
Linda segera mengangkat telepon. "Direktur Que."
"Yaru ada di sana?"
"Benar, Direktur Que... Aku dan Yaru ada urusan yang harus dibicarakan. Jadi malam ini Yaru akan tidur di sini. Maaf ya, malam ini kamu harus tidur sendirian..." Linda berkata dengan riang.
"Aku akan segera menjemputnya." Que Yan langsung memutuskan sambungan tanpa bicara panjang.
……
Di sisi lain, An Yaruo sedang berganti pakaian ketika suara Linda terdengar, "Sepertinya operasimu malam ini harus ditunda. Kamu harus cari waktu lain."
An Yaruo yang sudah berganti pakaian keluar dari balik tirai. "Ada apa?"
Linda menggelengkan ponselnya. "Direktur Que baru saja menelepon, katanya dia akan datang menjemputmu sekarang."
An Yaruo, "...Apa kau tidak bilang aku menginap di sini malam ini?"
"Sudah kukatakan, tapi Direktur Que..." Linda mengamati An Yaruo dari ujung kepala sampai kaki. "Dia jelas tidak bisa tidur tanpamu."
“……”
Linda menepuk bahu An Yaruo. "Tak apa, lain waktu akan kuoperasimu lagi... Hanya saja dengan Direktur Que yang selalu nempel padamu, kurasa sulit bagimu memberinya kejutan."
An Yaruo tersipu. "Tapi aku tetap ingin memberinya kejutan."
Linda mendorong An Yaruo masuk ke balik tirai. "Cepatlah ganti bajumu kembali, kalau tidak Direktur Que benar-benar akan tahu..."
"Ya."
……
Saat Que Yan tiba di tempat tinggal Linda, dia menemukan Linda dan An Yaruo sedang duduk di sofa ruang tamu sambil minum teh Inggris sambil mengobrol.
Di relung hatinya, ketidaksenangan jelas terasa. Bagaimanapun, dia sudah susah payah membujuk Koko, mengira sang istri sudah mandi wangi dan menantinya di kamar...
Dia benar-benar tidak dianggap...
"Yaru, Koko menangis. Aku tak bisa menenangkannya."
Tentu saja, tak ada jejak emosi di wajahnya saat dia berkata lembut:
"Kenapa menangis?" An Yaruo langsung panik, mengira anaknya tidak terbiasa tanpa pendampingannya, langsung bangkit dari sofa.
"Mungkin belum terbiasa tidur tanpamu." Que Yan dengan tepat membaca psikologis An Yaruo, nada suaranya penuh ketidakberdayaan.
An Yaruo segera menarik tangan Que Yan. "Ayo kita pergi. Koko sendirian pasti ketakutan."
"Ya." Que Yan tidak lupa berpamitan pada Linda. "Kalau begitu kami permisi dulu."
Linda mengangguk.
An Yaruo berjalan cepat karena khawatir pada Koko. Tak lama kemudian ia tiba di vila, tapi terkejut melihat Koko tidur nyenyak di ranjang besar kamar tamu dengan boneka lucu terpeluk di tangannya.
An Yaruo langsung paham. Saat hendak mengomel, Que Yan sudah memeluknya dan menciumnya dalam-dalam.
"Hei, anak ada di sini..." An Yaruo hanya bisa bergumam.
"Ya, kembali ke kamar."
Que Yan menjawab sambil mengangkatnya, terus menciumnya dalam perjalanan ke kamar mereka.
