Bab 848 Aku Sudah Sangat Menahan Diri
An Yaruo ingin segera operasi, tapi Que Yan hampir 24 jam menempel padanya. Ini mengganggunya karena ia ingin memberi kejutan.
Saat bangun dari tidur siang, An Yaruo mencoba bertanya, "Kita sudah dua minggu di pulau ini. Bukankah kau harus kembali ke Prancis urus bisnis Keluarga Que?"
Que Yan yang memeluknya dari belakang berbisik malas, "Sekretaris melapor setiap hari. Tak ada masalah besar."
An Yaruo mengerutkan alis, "Tapi tanpa pemimpin inti, perusahaan mudah kacau kan?"
Que Yan mengendus-endus tubuhnya.
An Yaruo geli karena napas hangatnya. "Apa yang kau lakukan?"
"Aku mencium bau konspirasi."
“……”
“Que Yan membalikkan tubuh An Yaruo, menatapnya, lalu menggores hidungnya dengan lembut. "Bilang, mengapa kau ingin aku keluar dari pulau ini?"
An Yaruo menundukkan kepala. "Nggak ada lah, cuma... kau meninggalkan perusahaan besar datang ke sini menemani aku liburan, aku merasa sedikit bersalah di relung hati."
"Benarkah?"
Que Yan mengangkat dagu An Yaruo perlahan, menyipitkan mata separuh sambil memandangnya penuh curiga.
An Yaruo berusaha mati-matian menatapnya dengan tenang. "Benar-benar... Bagaimana mungkin aku ingin kau meninggalkanku? Aku malah sangat ingin tinggal di pulau ini seumur hidup!"
Que Yan akhirnya terlihat percaya, memanjakan dengan ciuman cepat di bibirnya. "Kalau kau suka tempat ini, aku bisa musyawarah dengan Guan Yumo, minta dia jual pulau kecil ini padaku."
An Yaruo langsung gelengkan kepala, berkata serius, "Menurutku hal indah meski sempurna, kalau dilihat tiap hari juga akan membosankan... Jadi dibanding tinggal di sini, aku lebih memilih kita cuma berlibur, baru bisa merasa keistimewaannya."
"Oh ya?" Mata amber Que Yan melintasi seberkas bujukan, suara bernada merdunya menggema, "Kau bilang keindahan akan membosankan jika dihadapi tiap hari, tapi kenapa aku semakin terpesona menghadapimu setiap hari?"
"Raja Rayuan Manis." Meski mengomel begitu, An Yaruo tetap manis membiarkan diri masuk ke pangkuan Que Yan.
Que Yan memeluk An Yaruo, bibir hangatnya mencium akar telinganya.
An Yaruo mengangkat bahu menghindar, berbisik lirih, "Jangan memberontak... Koko seharusnya juga akan bangun..."
“Xiao Su akan merawatnya.” Que Yan bergumam parau, lalu menarik tali piyama An Yaruo.
“Tidakkah kau bisa lebih kontrol diri?” An Yaruo menghentikan tangan Que Yan yang mulai gelisah menjelajahi tubuhnya. Padahal, sebelum istirahat siang, mereka baru saja...
Dengan wajah serius, Que Yan menjawab, “Aku sudah sangat menahan diri.”
“……”
Selanjutnya, gemerisik terengah-engah terdengar, meninggalkan nuansa mesra di seluruh ruangan.
……
An Yaruo merasa, sejak rujuk dengan Que Yan, segalanya terlihat semakin sempurna, bahkan alam pun seolah mendukung.
Contohnya, An Yaruo sangat berharap Que Yan bisa kembali ke Prancis sementara waktu agar Linda punya kesempatan mengoperasinya. Tak disangka, Tuhan benar-benar mengabulkan keinginannya.
Malam itu, Que Yan menerima telepon dari sekretarisnya yang melaporkan masalah pada proyek di bawah Usaha keluarga Que. Masalahnya bisa diatasi, tapi harus ditangani langsung oleh Que Yan karena investor hanya mau bekerja sama dengannya.
Usai menerima telepon, Que Yan menggerutu kesal, “Masalah receh seperti ini saja tidak bisa diselesaikan, untuk apa ada sekretaris?!”
Hati An Yaruo berbunga-bunga. Ia mendekati Que Yan dan merapikan kerah piyamanya. “Jangan begitu dong, sekretarismu sebenarnya sangat kompeten. Kurasa kalau bukan karena masalahnya benar-benar genting, dia pasti tidak akan mengganggumu...”
Que Yan mendesah panjang sambil memeluk erat An Yaruo. “Seharusnya aku tidak membawa ponsel yang masih bisa menerima sinyal ke pulau ini...”
An Yaruo melotot kesal. “Sudahlah, masih ada hari esok.”
Ekspresi wajah Que Yan sedikit membaik, tapi tetap terlihat muram.
“An Yaruo aktif berjinjit dan mencium pipi Que Yan, lalu berkata, "Besok pagi kau harus kembali ke Lyon dulu, aku dan Koko akan menunggumu di sini."
“Aku benar-benar tidak ingin meninggalkan kalian.” Que Yan membelai wajah halus nan indah An Yaruo, suaranya parau terdengar.
An Yaruo menyandarkan diri ke dada Que Yan. “Sayang, perpisahan singkat membuat pernikahan lebih manis.”
Que Yan memeluk erat An Yaruo, menundukkan kepala di bahu kurusnya dengan berat hati. “Kalau begitu rawat dirimu baik-baik, paling lama tiga hari aku akan kembali.”
An Yaruo mengangguk, tak ada yang tahu sudut bibirnya sudah tak kuasa merekah. “Ya, jangan terburu-buru pulang, urusan utamamu harus ditangani dulu.”
Que Yan mencium lembut kulit leher sensitif An Yaruo. “Kalau begitu malam ini... kita tidur lebih awal!”
“Graaah! Aku sudah berjanji pada Koko untuk meninabobokkannya, harus membacakan cerita untuknya...”
Alis Que Yan berkerut, lalu menekan tombol interkom di meja samping tempat tidur. “Xiao Su, tolong jaga Koko malam ini.”
Pembantu Xiao Su di ujung sana langsung menyahut, “Baik, Direktur Que.”
An Yaruo pasrah melihat Que Yan mematikan telepon, membeku. “Kau... kau membuatku menjadi ibu yang mengingkari janji pada anak?”
Que Yan langsung mematikan lampu kamar, menggendong An Yaruo secara horizontal. “Waktumu malam ini adalah milikku!”
“……”
……
Keesokan harinya.
An Yaruo terlihat lesu, sementara Que Yan bersemangat.
Ia menggendong putri kecil yang menangis hingga basah oleh air mata, dengan sabar merayunya.
“Ayah pergi tiga hari, akan segera kembali, boleh?”
Sang putri kecil tak mau menurut, memeluk erat leher Que Yan sambil menangis tak henti.
Que Yan tak bisa menghadapi, memandang An Yaruo dengan tatapan minta tolong.
An Yaruo baru fokus, muncul di samping Que Yan. "Koko, Ayah harus bekerja tiga hari, akan cepat kembali. Kau patuhi Mama di sini menunggu Ayah, ya?"
"Tak mau... Aku mau bersama Ayah." Putri kecil semakin erat memeluk leher Que Yan, terisak.
An Yaruo menggelengkan kepala pada Que Yan dengan ketidakberdayaan, berbisik, "Salahmu dulu juga bilang kerja, hasilnya lama meninggalkannya. Jadi sekarang dia sangat takut kau pergi lagi..."
Que Yan merasa sangat bersalah, ekspresinya muram, membelai lembut punggung putri kecil dengan sabar merayu, "Begini, Ayah bawa putri kecil ikut kerja, ya?"
Sang putri kecil bergumam, "Kalau Mama?"
"Naik pesawat sangat melelahkan, Mama tak ikut kita. Karena Ayah akan cepat kembali... Tapi putri kecil tak takut lelah, mau menemani Ayah, Ayah akan bawa putri kecil ikut kerja, ya?"
"Graaah..." Akhirnya putri kecil mengangkat kepala dari bahu Que Yan, memandang An Yaruo dengan rindu. "Mama, benar-benar tak ikut aku dan Ayah?"
An Yaruo tahu Que Yan takkan benar-benar membawa putri kecil ke Lyon, lagipula hanya tiga hari, terlalu melelahkan. Maka ia pun bekerja sama, "Iya, Mama takut capek, Mama tidak ikut... Putri kecil temani Ayah saja ya!"
