Bab 850 Nyonya, Aku Bersumpah
“Yang membuat An Yaruo gelisah adalah, sampai Que Yan kembali ke pulau, dia masih belum menemukan cara untuk ‘menolak’nya.”
“Maka, sepanjang siang hari itu, dia setengah hati, khawatir akan datangnya malam.”
“Que Yan yang teliti, menyadari kelakuannya yang tak biasa, diam-diam menunggu sampai malam tiba. Setelah menidurkan Koko, ia kembali ke kamar dan memeluk An Yaruo yang sedang mengaplikasikan produk perawatan di depan meja rias. ‘Katakan, kenapa seharian ini kau menghindari tatapanku?’”
“Nggak ada lah.” Panik menyergap karena ketahuan, An Yaruo cepat-cepat memutar tubuh dan tersenyum manis. “Aku cuma…”
“Tatapan Que Yan masih curiga. ‘Aku merasa kau terlalu patuh… Apakah terjadi sesuatu selama di pulau ini?’”
“Mana mungkin ada urusan yang bisa luput dari perhatianmu?” An Yaruo mengulurkan tangan memeluk Que Yan, berkata dengan menggoda.
“Benar juga… Dari rautmu, lebih mirip orang yang merasa bersalah daripada punya masalah.” Que Yan tertawa, lalu melepas pelukan dan membuka kancing kemejanya.
“Apa… maksudmu merasa bersalah?” Wajah An Yaruo berpura-pura marah, tapi lidahnya malah kelu.
“Melihat itu, Que Yan tersenyum lembut. ‘Sudahlah, tak peduli apa yang kau lakukan.’ Ia menunduk, mencium dahi An Yaruo. ‘Asal kau tetap di sisiku.’”
“An Yaruo menghela napas lega dalam hati. ‘Cepat mandi deh, bau amis…’”
“Que Yan: ‘……’ Patuh pergi ke kamar mandi.”
An Yaruo memandangi bayangan Que Yan, tersenyum puas.
Meski sejak turun dari pesawat sampai sekarang belum mandi, aroma tubuhnya tetap harum tanpa bau keringat sedikit pun.
Dia orang yang sangat menjaga kebersihan. Andai saja tidak langsung dipeluk anaknya begitu masuk rumah, dan karena sangat menyayangi anak itu hingga menghabiskan seharian bersamanya, pasti sudah mandi sejak tadi...
……
Selama Que Yan mandi, An Yaruo tiba-tiba mendapatkan inspirasi. Dengan cepat dia menuang dua gelas anggur merah lalu menanti seseorang di balkon luar kamar.
Usai mandi, Que Yan melihat wanita yang dicintainya sudah menyiapkan anggur merah di balkon. Jiwa raganya begitu lega. "Begitu romantis?"
Memeluk wanita kesayangannya, ia mencium leher harumnya dengan mesra. "Kemesraan seperti ini..."
An Yaruo perlahan melepaskan diri dari pelukan, segera menyodorkan gelas anggur. "Anggur ini hadiah dari Linda. Katanya ini anggur premium, tapi aku tidak paham. Coba kau cicip."
"Oh?"
Que Yan benar-benar mulai tertarik. Ia menerima gelas itu.
Pertama-tama mencium aroma alkoholnya, lalu perlahan menyesap seteguk. Alisnya terangkat, nada terkejut terdengar. "Château Certan Bordeaux edisi terbatas! Hanya 10 botol di dunia. Bahkan Jun cuma punya dua. Sungguh langka!" Setelah berkata demikian, ia kembali meneguk dengan penuh kepuasan.
"Enak sekali?" tanya An Yaruo penuh harap.
Que Yan menyentuhkan gelasnya dengan lembut. "Coba kau cicip."
“Ya.”
An Yaruo buru-buru mencicipi, tapi di detik berikutnya alis indahnya langsung mengerut erat, tersedak mengeluarkan anggur merah dari mulutnya.
“Apa ini? Rasanya tidak enak sama sekali!” dia berkata kesal.
Que Yan tak bisa menahan tawa kecil, sambil berkata, “Tidak enak? Anggur merah jenis ini terkenal dengan aftertaste manisnya. Memang agak sepat saat baru masuk ke leher, tapi kemudian mulut akan dipenuhi aroma harum anggur merah, dengan aftertaste manis yang terus-menerus, menciptakan perasaan sangat menyenangkan... Coba kau minum perlahan-lahan pasti akan merasakannya.”
“Aku tidak mau minum, sama sekali tidak enak.” An Yaruo meletakkan anggur merah di balkon dan bersiap masuk ke kamar.
Que Yan cepat-cepat menarik lengan An Yaruo, tersenyum berkata, “Jangan sia-siakan anggur ini... Aku akan mengajarimu cara meminumnya, perlahan-lahan kau pasti akan jatuh cinta pada anggur merah. Dengan begitu kita punya satu lagi kegiatan romansa di masa depan, bukan?”
An Yaruo melepaskan diri dari pelukan Que Yan sambil melotot padanya. “Kau jijik padaku?”
“Hah?” Que Yan membeku.
An Yaruo mengerutkan alisnya dalam-dalam, “Kau benar-benar jijik karena aku tidak paham anggur merah. Senyumanmu tadi jelas mengejekku!”
Que Yan, “......” Segera meletakkan gelas anggurnya dan memeluk An Yaruo. “Aku bersumpah, sama sekali tidak ada maksud merendahkanmu. Tadi hanya merasa ekspresimu sangat menggemaskan.”
“Hmph.” An Yaruo melepaskan diri dari pelukan Que Yan dengan kasar. “Aku tahu aku bukan wanita elite, meski sekarang keluargaku kaya, auraku tetap tak seperti wanita kalangan atas… Tak bisa dibandingkan denganmu, bintang yang bersinar terang sejak lahir dengan sendok emas di mulut! Jadi, carilah orang lain yang mau menemanimu minum anggur merah seburuk ini perlahan-lahan, aku tidak ikut!” Usai berkata, ia langsung berjalan menuju kamar tanpa menoleh.
Que Yan buru-buru mengejarnya, namun An Yaruo ternyata langsung menutup pintu kaca, menghalangi Que Yan di balkon.
“Malam ini kau tidur sendiri saja!” An Yaruo mengunci pintu kaca itu setelah melemparkan kalimat itu.
Que Yan mengetuk-ngetuk pintu kaca sambil berusaha menjelaskan, sayangnya An Yaruo berpura-pura tak mendengar dan langsung merebahkan diri di ranjang, menyelimuti tubuhnya.
Que Yan terpaksa pergi ke kamar sebelah melalui balkon ini, lalu terus mengetuk pintu kamar tidur itu.
An Yaruo sengaja tidak merespons.
Que Yan pasrah berkata, “Jika kau tidak membuka pintu, aku akan ambil kunci cadangan kamar dari Xiao Su.”
An Yaruo membentak marah, “Beraninya kau!”
“Aku…” Suara Que Yan melemah. “Tidak berani.”
An Yaruo tertawa terkekeh di balik selimut. “Introspeksi diri baik-baik, biar kapok meremehkanku.”
Ia memperkirakan saat ini seseorang pastinya kehilangan kata-kata, namun terpaksa harus menderita…
Demi kejutan besar di kemudian hari, penderitaan yang dialami seseorang saat ini pantas ditanggung.
“Baik, aku akan introspeksi diri, jangan marah……” Que Yan berkata dengan manis, masih berharap An Yaruo mau membuka pintu, sayang yang datang tetap adalah "kekejian" An Yaruo.
Ia tak berdaya, akhirnya berkata, "Kalau begitu aku tidur di kamar tamu... Yang Mulia takkan menyimpan dendam pada hamba, selamat malam."
An Yaruo tersenyum tipis, dalam relung hati mengucapkan "selamat malam" pada seseorang.
……
Keesokan harinya pagi-pagi.
Mungkin khawatir An Yaruo masih marah, Que Yan langsung menggendong putri kecilnya untuk mengetuk pintu.
An Yaruo berpura-pura membuka pintu dengan raut muram, mengambil putri kecilnya, tapi bahkan tak sekalipun menatap Que Yan langsung.
Que Yan tentu mengira emosi An Yaruo belum mereda, berkata dengan manis, "Nyonya, aku bersumpah, sama sekali tak ada niat merendahkanmu... Sebenarnya aku juga tak terlalu paham anggur merah, hanya belajar kulit luar dari Jun, sejujurnya aku sama sekali tidak mengerti..."
"Ayah, bicara apa ini? Kenapa Koko tidak paham?" Putri kecil memandang ayahnya yang panik dengan polos.
Que Yan merasa malu, tapi demi istri, tak lagi mempedulikan citra ayah agung di depan anak. "Koko, bantu Ayah ya, Mama sedang marah pada Ayah!"
Putri kecil penuh pengertian, berbalik memeluk ibunya. "Mama, Koko paling takut Ayah dan Mama bertengkar... Jangan bertengkar ya?"
An Yaruo khawatir upaya merendahkan diri ini menjadi kenyataan, membuat putrinya benar-benar cemas, akhirnya melirik Que Yan. "Kau benar-benar tak pernah merendahkanku?"
