Bab 853 Pertemuan Kembali
Sekretaris Chen tampak tidak senang. "Apa seluruh departemen perencanaan tidak bisa menghasilkan satu proposal kerja sama pun?"
"Sekretaris Chen, bisakah kami meminta tambahan waktu satu hari?" tanya seorang rekan kerja dengan suara lirih.
Hal ini membuat Sekretaris Chen semakin kesal. "Artinya kalian mau menyuruh bos menunggu kalian?"
Seluruh departemen perencanaan langsung tercekam kesunyian.
Sekretaris Chen menyapu pandangannya ke seluruh anggota departemen, alisnya berkerut rapat. "Sepertinya perusahaan kali ini akan melakukan PHK besar-besaran!"
Semua anggota departemen perencanaan menundukkan kepala.
"Dia tahu Sekretaris Chen tidak sedang bercanda, karena Sekretaris Chen selalu bersikap tegas. Jika Sekretaris Chen melaporkan secara jujur kepada bos, mungkin departemen perencanaan benar-benar akan mengalami PHK besar-besaran..."
Dia tidak ingin menarik perhatian, tapi semalam dia kebetulan telah menyelesaikan rencana kerja sama ini. Entah bagus atau tidak, mungkin bisa menyelamatkan seluruh departemen perencanaan. Apalagi dia sendiri juga tidak ingin kehilangan pekerjaan ini.
Maka, dia menarik napas dalam-dalam dan bersuara, "Sekretaris Chen, rencana kerja sama dengan perusahaan Ximei sudah saya selesaikan."
Begitu kalimat ini keluar, semua orang memandanginya. Di mata mereka terpancar harapan, seolah dia adalah penyelamat.
Wajah Sekretaris Chen sedikit mencair, "Serahkan ke sini!"
"Baik."
Dia mengeluarkan proposal dari tas kerjanya dan menyerahkannya kepada Sekretaris Chen.
Sekretaris Chen membukanya, menyapu pandangan sekilas, tidak berkata apapun, lalu meninggalkan departemen perencanaan.
Setelah kepergian Sekretaris Chen, seluruh staf departemen perencanaan menghela napas lega.
Liang-liang memeluknya dengan penuh rasa terima kasih, "Su Mo, kali ini kamu benar-benar menyelamatkan seluruh departemen kita..."
Rekan kerja lainnya juga memandangnya dengan penuh syukur. Dengan malu-malu dia berkata, "Kebetulan saja, awalnya belum selesai. Tapi semalam saya insomnia, akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan proposal ini..."
Liang-liang melepaskan pelukannya, "Ya, jika pekerjaan ini bisa dipertahankan, nanti kami semua akan mentraktirmu makan."
Dia mengangguk. "Tapi saya tidak tahu apakah rencana ini cukup baik. Semoga tidak malah menyusahkan kalian semua."
“Bagaimana mungkin, pekerjaanmu di departemen kita paling teliti, rencana yang kau buat pasti akan disukai bos...” kata Liang Liang dengan tulus.
……
Sekitar satu jam kemudian, telepon Sekretaris Chen masuk ke departemen perencanaan, mencarinya secara langsung.
Dengan sedikit tegang, dia mengangkat telepon tersebut.
Di satu sisi, dia berharap proposalnya disetujui agar seluruh departemen perencanaan bisa diselamatkan. Di sisi lain, dia tidak ingin proposalnya lolos karena enggan pergi ke Kota H.
Namun, dibandingkan rumah sakitnya sendiri, dia lebih memilih agar departemen perencanaan tetap utuh.
Hasilnya positif. Bos menyetujui proposalnya dan memintanya besok menemani Sekretaris Chen ke Kota H untuk bernegosiasi dengan Perusahaan Ximei.
Dia membeku lama di ujung telepon sebelum akhirnya menutup panggilan.
Liang Liang segera mendekat dan bertanya, "Su Mo, apa Sekretaris Chen menyuruhmu menemani bos ke Kota H besok?"
"Ya," jawabnya dengan setengah hati.
"Wah, aku sangat iri... Tuhan memang suka mengatur, malah orang yang tidak mau seperti dirimu yang dapat kesempatan ini..."
Pikirannya masih terbenam dalam lamunan.
Tuhan memang suka menjahili manusia...
Mengapa dia harus bertemu Shan Yan di Kota H secara kebetulan?
Seingatnya, mereka sudah lama tidak bertemu...
Sudah berapa lama? Bahkan dia sendiri tidak ingat, hanya merasa seperti sudah berlalu ribuan tahun...
"Mereka dulu pernah memikirkan untuk hidup bersama demi Xiao Xi, namun kemudian karena dia tak kunjung bisa melupakan Jiang Jun, bahkan menipunya, ia dengan tegas meninggalkan niat untuk bersatu dengannya. Sejak saat itu, ia tak pernah lagi muncul di hadapannya..."
"Dulu dia mengira dunianya tak peduli ada atau tidaknya dirinya, sampai ketika ia benar-benar tak muncul lagi, barulah dia menyadari bahwa hatinya ternyata masih merasa tak nyaman..."
"Namun, semua ini sudah berlalu..."
"Sekarang, mereka adalah dua orang asing tak bertautan di dunia ini, masing-masing baik-baik saja. Ini akhir cerita terbaik, tapi mengapa Tuhan mengatur mereka untuk berhubungan lagi?"
"Saat melihatnya, apakah ia menganggapnya sebagai orang asing, atau orang yang tak disukainya?"
……
"Menjelang tidur malam itu, dia menerima SMS balasan Xiao Xi."
"Mama, aku tahu. Aku akan pakai banyak pakaian. Mama juga harus jaga diri baik-baik, jangan sampai sakit ya!"
"Melihat kata-kata manis anaknya, dia merasa lega dan membalas, 'Ya. Kau harus patuh pada Ayah, belajar juga harus rajin!'"
"Mama, aku sangat merindukanmu. Kapan Mama datang menjengukku? Aku benar-benar ingin bertemu."
"Membaca SMS anaknya ini, hatinya terasa getir. Jarinya mengetik, 'Saat kau kembali ke rumah Nenek, Mama akan datang menemuimu.'"
"Mengapa Mama tak bisa datang ke Kota H untuk menemuiku?"
"Dia bisa merasakan kekecewaan anak itu, tapi tak ingin mengganggu kehidupan Shan Yan sekarang. Karena dulu ia pernah berharap dia tak lagi muncul di hadapannya."
“Sayang, tunggu kau ke tempat Nenek, Mama akan menjengukmu... Saat ini kau harus tidur, selamat malam.” Dia takut bicara terlalu banyak dengan sang anak, nanti hati semakin pedih.
“Baik, Mama... Selamat malam.”
Sang anak sangat penuh pengertian, tak pernah membuatnya kesulitan.
Dia meniup ciuman melalui ponsel, tanpa sadar rasa getir semakin membanjiri dada.
Dia tahu Shan Yan sangat menyayangi Xiao Xi, pasti merawatnya dengan baik. Tapi tanpa kehadiran anak di samping, kerinduan dan kekhawatiran tetap menggerogoti...
Bukanlah ia ibu yang becus, namun sungguh mencintai buah hatinya.
……
Keesokan harinya.
Setelah empat jam terbang, rombongan perusahaan bersama Direktur Utama dan Sekretaris Chen tiba di Kota H.
Tahu kelompok Xi Mei adalah konglomerat terbesar di H, namun tak menyangka skalanya sebegitu megah.
Pencakar langit menjulang tinggi hingga awan, aura korporat yang kaku dan berwibawa menyelimuti kompleks. Sensasi serupa terakhir ia rasakan saat memasuki Kelompok Jiang.
"Tuan Xu, Bos Shan masih dalam rapat. Silakan menunggu di ruang tamu. Setelah rapat selesai, Bapak akan kami antarkan." Sekretaris muda Shan Yan turun untuk menyambut.
Sang direktur menjawab sopan, "Baik, tidak masalah."
Dengan diam ia mengikuti langkah bos dan Sekretaris Chen, berharap negosiasi kerjasama berikutnya berjalan mulus.
……
Setelah beristirahat setengah jam di ruang tamu, sekretaris Shan Yan mengabarkan rapat telah usai dan mengajak mereka ke kantor direktur utama.
Entah mengapa, ketika memikirkan harus bertemu Shan Yan, dia merasa sedikit takut.
Ketakutan ini bukanlah ketakutan terhadap pribadinya, melainkan ketakutan akan suatu perasaan tertentu.
Dia juga tidak bisa menjelaskannya, intinya dia takut melihatnya.
Akhirnya, dia meminta maaf pada bos dan Sekretaris Chen dengan alasan ingin ke toilet, untuk sementara menunda pertemuan dengan Shan Yan.
Bos menyetujui dan memintanya segera menyusul setelahnya.
Di toilet, berdiri di depan wastafel, dia menatap bayangannya di cermin dan tiba-tiba merasa dirinya sangat kacau.
Dulu di hadapannya dia adalah orang yang begitu sombong, namun sekarang dia telah kehilangan segalanya dan terpuruk.
Perasaan ini membuatnya seperti debu di bawah kaki, mungkin juga alasan mengapa dia takut menemuinya.
