Bab 857 Beristirahat di Kediaman Keluarga Gu
Alasan ia bersedia bekerja di perusahaan Tan Yan adalah karena tidak mempermasalahkan hutang budi padanya.
“Seperti yang dikatakan Tan Yan, antara dirinya dan Tan Yan, berapa pun tahun yang dilewati, mereka mustahil melupakan persahabatan satu sama lain.”
“Saat ini dia benar-benar membutuhkan pekerjaan ini...”
“Telepon dari Tan Yan ini sungguh menyelesaikan kegelisahannya saat ini.”
“Akhirnya dia bisa berbaring dengan tenang, tak perlu lagi menahan penderitaan dan kepahitan...”
……
“Keesokan harinya, dia memakai riasan natural dan setelan profesional OL, bersiap menuju Grup Bisnis Keluarga Tan. Tiba-tiba ponselnya menerima SMS.”
“Karena selalu mengatur dering khusus, saat bunyi SMS terdengar, dia langsung tahu pesan itu dari Xiao Xi.”
“Dengan gugup dia mengeluarkan ponsel dari tas, membaca informasi yang dikirim anaknya.”
“Mama, Nenek sudah menjemputku ke Kota H. Sekarang aku sudah sampai Kota H... Mama harus datang menemuiku ya.”
“Melihat SMS ini, dia nyaris teriak kegirangan.”
“Pertemuan terakhir dengan Xiao Xi masih di hari ulang tahunnya, tapi sudah lebih dari dua bulan. Kerinduan sudah membanjiri dadanya.”
“Baik, Mama segera menyusul. Kau tunggu Mama di tempat Nenek dengan patuh ya!” Balasnya cepat-cepat.
“Xiao Xi membalas: Baik, Mama.”
“Setelah menyimpan ponsel, dia segera menelepon Tan Yan, menyatakan mungkin baru bisa melapor ke Grup Tan besok.”
“Tan Yan menjawab tidak apa, bahkan mengizinkannya beristirahat beberapa hari lagi. Posisi akan tetap disimpan.”
“Dia mengucapkan terima kasih, lalu naik taksi menuju Kediaman Keluarga Gu.”
“Membayangkan akan segera bertemu anaknya, kelopak matanya tak kuasa menahan semburat merah.”
Saat melihat anak yang tak sabar menantikan kedatangannya di lobi Kediaman Keluarga Gu, air matanya akhirnya tak bisa dikontrol menetes dari orbit mata. Ia memeluk erat sang anak.
Xiao Xi juga memeluknya erat, berkata tersekat, "Mama, aku sangat merindukanmu."
Mereka berpelukan lama sebelum akhirnya teringat bahwa Ibu Gu dan Tante Qu ada di samping. Segera ia melepas Xiao Xi, mengusap air mata, lalu menyapa dengan sopan.
"Ibu, Tante Qu."
Gu Xinmei duduk di kursi roda dengan penampilan yang cukup baik, ekspresi kepuasan terpampang di wajah. "Xiao Xi terus-menerus meminta bertemu. Baru saja aku menjemputnya dari Kota H. Dia benar-benar merindukanmu."
"Terima kasih, Ibu."
Gu Xinmei menggelengkan kepala, suaranya penuh kasih. "Tak perlu berkata begitu. Kau ibu kandung Xiao Xi, wajar bila kau memiliki hak asuh."
Tante Qu juga menyahut, "Benar. Ibu Xinmei sudah sangat berterima kasih karena kau mengizinkan Xiao Xi ikut Shan Yan."
Dada nya dipenuhi rasa getir tak berujung.
Andai bukan karena pertimbangan kondisi Xiao Xi, takkan pernah ia menyerahkan hak asuh anaknya pada Shan Yan.
Meski penyakit Xiao Xi telah sembuh, ia masih perlu perawatan intensif. Sedangkan bersamanya, bahkan kehidupan stabil pun tak bisa ia berikan.
Asalkan Xiao Xi bisa tumbuh sehat, ia rela melihat dari jauh saat anaknya berkembang.
“Mama, jangan nangis lagi... Aku sudah bilang ke Ayah, dia janji semester depan aku boleh sekolah di Kota C lagi. Jadi Mama bisa lihat aku tiap hari...” Xiao Xi mengulurkan tangan menghapus air mata di sudut matanya, berbicara penuh pengertian.
Ia memandangi wajah mungil Xiao Xi yang semakin mirip Shan Yan. Air matanya tak tertahan. “Benarkah? Ayahmu sudah setuju?”
Xiao Xi memeluknya, mata bocah sembilan tahun itu begitu polos. “Iya, Mama... Ayah tak pernah ingkar janji padaku.”
Dengan susah payah ia mengangkat tubuh Xiao Xi. “Biarkan Mama memelukmu sebentar.”
“Ya.” Xiao Xi merangkul lehernya.
……
Mereka mengobrol di sofa sampai lama. Kebanyakan pertanyaan tentang kesehatan dan pelajaran Xiao Xi belakangan ini. Lega mengetahui semuanya baik, ia semakin yakin keputusannya menitipkan Xiao Xi pada Shan Yan tepat.
Tak terasa hampir tengah hari. Melihat Xiao Xi menguap, ia baru ingat anak ini baru turun pesawat pagi tadi.
Ia segera menyuruh Xiao Xi tidur siang. Setelah didesak berkali-kali, bocah itu akhirnya masuk kamar.
Berdiri di tepi ranjang menatap wajah tidur Xiao Xi yang tenang, hatinya dipenuhi kepuasan.
Meski dulu begitu membenci Shan Yan, ia tak pernah menyesal melahirkan Xiao Xi.
"Ia begitu penuh kepatuhan, satu-satunya kebanggaan yang dia miliki."
"Harapannya agar ia bisa bahagia selamanya..."
"Sudah hampir siang, kau makan siang di sini saja hari ini!" Gu Xinmei yang tak diketahui kapan datangnya berkata dengan ramah.
Dengan berat hati dia mengalihkan tatapan dari penampilan tidur Xiao Xi, menoleh ke Gu Xinmei. "Tidak perlu, aku tak ingin Xiao Xi menangisi kepergianku saat terbangun... Mohon Ibu merawatnya."
Gu Xinmei menghela napas, "Tahukah kau betapa sedihnya Xiao Xi setiap kali kau pergi diam-diam saat ia tak melihat?"
"Aku..."
Hatinya terasa pedih, kehilangan kata-kata.
Bukannya dia tak ingin menemani Xiao Xi, tapi... Semakin lama tinggal, hanya akan memperdalam kerinduan di antara mereka.
"Makan siang di sini saja, pulangnya setelah makan... Xiao Xi anak yang paham, dia tahu kau dan Shan Yan sudah berpisah. Dia akan mengerti, tapi jika kau pergi tanpa pamit, itu akan menyakitinya," bujuk Gu Xinmei.
Dia ragu di tempat semula, karena belum pernah sekalipun makan di Kediaman Keluarga Gu.
Bahkan saat merencanakan pernikahan dengan Shan Yan dulu, dia tak pernah tinggal di sini.
Tante Qu yang mendorong kursi roda menyela, "Benar, Su Mo, tinggallah makan di sini... Xiao Xi pasti senang sekali jika bangun dan melihatmu masih ada."
Membayangkan wajah bahagia Xiao Xi, hatinya tak tega. Pertahanannya mulai goyah.
Gu Xinmei melanjutkan, "Ya, aku tahu kau sering datang karena takut bertemu Shan Yan, tapi Shan Yan tidak di sini... Bahkan jika Xiao Xi tidak di sini nanti, kau tetap bisa datang mengobrol denganku dan Xiaomei."
"Baik, kalau begitu merepotkan." Akhirnya dia menyetujui.
Ekspresi puas merekah di wajah Gu Xinmei.
……
Saat makan siang, Xiao Xi sudah bangun...
Begitu sadar langsung mencari dia. Saat melihat Xiao Xi berlari riang ke arahnya, rasa kepuasan itu begitu memenuhi hatinya.
Anak itu duduk bersamanya, menyantap makanan dengan lahap.
Dia menyadari meja penuh hidangan favoritnya, bertanya penasaran, "Ibu, apakah semua masakan ini khusus dibuat untukku?"
Gu Xinmei menjawab, "Benar. Apakah sesuai seleramu?"
"Sangat enak." Ujarnya tulus, tapi bertanya ragu, "Bagaimana... Ibu bisa tahu makanan kesukaanku?"
Qu Xiaomei yang sedang makan di samping menyela, "Shan Yan yang memberitahu Xinmei... Sejak lama dia sudah meminta dibuatkan hidangan favoritmu, Xinmei pun mengingatnya dengan baik."
Mendengar itu, dia membeku.
Sejak lama?
Mungkin saat mereka sedang mempersiapkan pernikahan dengan Shan Yan?
Tak disangka, dia selalu ingat makanan kesukaannya.
Tak tahu harus menjawab apa, dia hanya tersenyum.
Tiba-tiba hujan deras mengguyur di luar, disertai gemuruh guntur.
Melihat keadaan, Xiao Xi buru-buru berkata, "Mama, hujan di luar sangat deras. Tinggallah di sini sampai reda, baru pulang, baik tidak?"
Qu Xiaomei berkata, “Sepertinya dengar dari BMKG bilang, hari ini akan ada hujan deras sampai badai, mungkin baru berhenti besok…”
Gu Xinmei melirik hujan di luar, berkata, “Kalau hujannya benar-benar tak berhenti, mending Su Mo menginap di sini malam ini!”
