Bab 880 Perjalanan Bisnis
Hasil seperti ini bukan yang diinginkannya. Dia sama sekali tak berniat merusak hubungan dengan Shan Yan, tapi semalam setelah bicara, Shan Yan langsung meninggalkan kamar dan tak diketahui pergi ke mana.
Saat terbangun, baru disadarinya semalam sang suami tak pernah meniduri kamar mereka.
Dia tahu ini salahnya...
Dalam kondisi apapun, seharusnya dia tak menolaknya.
Lagipula semua demi anak, tapi semalam entah terpengaruh apa, penilaian paling logisnya justru hilang.
Dengan situasi seperti ini, bagaimana mungkin mereka tetap bersamaku?
"Tampaknya kau sedang gelisah."
Saat jemarinya mencengkeram kening lelah, suara Tan Yan tiba-tiba terdengar.
Matanya tetap terpejam, tak perlu peduli pada atasan. "Ada keperluan?"
Tan Yan duduk di kursi seberang. "Aku ingin kau melakukan perjalanan bisnis."
Dia seketika menurunkan tangan, memandangi sahabatnya. "Kau mau aku perjalanan bisnis?"
Tan Yan tersenyum. "Reaksinya segitu besar?"
Dia mengerutkan alis erat. "Kau tahu, aku tak mau perjalanan bisnis... Xiao Xi sakit parah, seandainya bisa, 15 menit pun aku tak mau meninggalkannya."
"Aku tahu, tapi aku harap kau pergi kali ini, sekalian untuk melepas penat." Tan Yan berkata dengan serius.
Dia menggeleng. "Aku tak perlu melepas penat, kondisiku baik-baik saja."
Tan Yan menyipitkan mata, memandanginya dengan tatapan kompleks. "Kondisimu payah... Kenyataannya, draf proposal yang kau suruh Xiao Luo berikan pagi tadi dan sudah kau setujui, banyak celah yang tak kau sadari."
Tubuhnya sedikit kaku. "Aku... tak menemukan celah itu?"
"Ya. Jadi, beberapa hari ini meski kau bekerja di perusahaan, hasilnya nihil. Lebih baik kau libur beberapa hari... Mengingat hubunganmu dengan Shan Yan belakangan ini agak renggang, kebetulan ada proyek yang butuh orang tepercaya untuk bernegosiasi dengan pihak lawan. Jadi kau yang kutus... Kerjanya sebenarnya ringan, seharusnya mudah disepakati. Waktu sisa bisa kau pakai untuk bersantai." Di sini, Tan Yan menambahkan dengan nada lebih serius, "Perusahaan akan menanggung semua biayamu selama ini."
Sebagai istri Shan Yan, tentu dia tak kekurangan uang. Jadi kalimat terakhir Tan Yan itu dia tahu maksudnya menghiburnya, dan memang berhasil membuatnya tersenyum.
Menyandarkan diri ke sandaran kursi, merenung sejenak. "Mengingat pemilik toko begitu dermawan, baiklah... Aku akan menggantikanmu untuk urusan ini."
Tan Yan benar, mungkin dia memang perlu keluar sebentar melepas penat...
“Beberapa hari ini hubungannya dengan Shan Yan mungkin sulit mencair, mungkin setelah pergi bersantai, mereka justru bisa meredam kekakuan di depan mata...”
Tan Yan benar-benar menunjukkan jalan terang padanya.
“Baiklah, kau berangkat besok, waktu pulangnya terserah... Aku tak peduli kau main-main 10 hari atau setengah bulan, yang penting perusahaan tak kekurangan uang.” Setelah berkata demikian, ia tersenyum dan bangkit dari kursi.
Tak bisa menahan diri, dia juga tersenyum, menyaksikan Tan Yan pergi.
……
Setelah pulang kerja, dia memberitahu ibu mertua dan Tante Qu tentang rencana perjalanan bisnisnya.
Hal ini membuat ibu mertua dan Tante Qu menduga bahwa dia dan Shan Yan sedang berselisih.
“Pagi tadi melihat Shan Yan keluar dari ruang kerja, aku langsung tahu kalian pasti bertengkar semalam.” Ibu mertua berkata dengan muram.
Rupanya semalam dia tidur di ruang kerja, padahal dikiranya akan mencari Ji Siji!
“Sebenarnya tidak bertengkar, hanya... ada sedikit perbedaan pendapat.” Ah, dia pun bingung menjelaskan situasi mereka semalam.
“Dua orang hidup bersama, wajar ada pertengkaran. Tapi ujung-ujungnya tetap menyatu, untuk apa harus pergi bisnis beberapa hari?” Ibu mertua membujuk dengan sabar.
“Bu, sungguh bukan untuk menghindari Shan Yan... Ibu tahu, kami sangat berharap punya anak, jadi tak mungkin aku bertindak seenaknya karena bertengkar... Perjalanan ini lebih untuk melepas penat.” Dia berkata sejujurnya.
Mendengar ini, barulah ibu mertua diam.
Dia menggandeng ibu mertua, melanjutkan, "Aku mau keluar bersantai, juga agar nanti bisa lebih baik bergaul dengan Shan Yan. Lagipula kalau kita berdua terus dalam kebuntuan di sini, situasinya mungkin malah makin buruk."
Ibu mertua sepertinya terbujuk, mengangguk. "Kalau kau sudah memutuskan, ya sudah pergi saja... Keluar bersantai juga baik."
Tante Qu yang duduk di samping ikut berbicara, "Bagus juga Su Mo pergi bersantai, bagus untuk kesehatannya."
Dia menunduk tersenyum. Benar, tubuh sehat, peluang hamil pun meningkat. Dia juga berharap perjalanan ini bisa membuatnya melepaskan beberapa urusan, membuat diri lebih rileks...
Ibu mertua bertanya penuh perhatian, "Tiket pesawat sudah dipesan? Besok akan kusuruh supir mengantarmu ke bandara."
"Ya, sudah dipesan, penerbangan besok pagi..."
……
Malam hari, dia menemani Xiao Xi.
Membayangkan harus berpisah beberapa hari dengan anak, relung hatinya dipenuhi rasa kehilangan.
"Mama, Ayah baru saja pulang, Mama mau pergi lagi... Kenapa waktu kalian bersama selalu sedikit?" tanya Xiao Xi yang terbaring di ranjang dengan polos.
"Tak bisa dihindari, pekerjaan akhir-akhir ini kebetulan menumpuk... Tapi Mama hanya pergi beberapa hari, tidak lebih dari seminggu." Pandangan sedih anak itu membuat hatinya tersayat, saat ini juga dia semakin menyesali sikap semaunya kemarin yang membuat mereka tak bisa berakting baik di hadapan anak akhir-akhir ini.
"Baiklah, tapi Mama harus sering-sering menelepon Ayah ya." Xiao Xi berpesan serius.
Dia mengangguk, "Ayah Ibu setiap malam menelepon... Mama juga tidak akan lupa menelepon kau."
Xiao Xi baru menutup kelopak mata yang sudah mengantuk. "Aku juga akan menyuruh Ayah setiap hari menelepon Mama..."
Mendengar ucapan sang anak, barulah dia menyadari bahwa sebenarnya anak itu sudah menangkap masalah antara dirinya dan Shan Yan. Jika tidak, si kecil tidak akan mengingatkan seperti ini...
Sepertinya setelah perjalanan ini pulang, meski Shan Yan tidak aktif, dia harus mengambil inisiatif mengurai kebekuan di antara mereka... Demi anak, dia dan Shan Yan harus belajar ketahanan dan kompromi.
……
Malam itu, seperti yang dia duga, Shan Yan tidak pulang.
Ini semakin menguatkannya bahwa keputusan dinas luar benar adanya. Berlarut-larut di sini tidak ada maknanya.
Untuk meredam ketegangan nanti, dia memutuskan menelepon memberitahukan rencana perjalanan ini.
Saat menyusun nomornya, baru disadarinya bahwa ini mungkin pertama kalinya dia menelepon pria itu.
Hatinya mendadak pedih, teringat pengorbanan Shan Yan di masa lalu... Sungguh dia telah terlalu banyak mengecewakan pria itu.
Tapi anehnya, meski tak pernah menelepon, nomornya tertoreh dalam di pikiran.
Sambungan cepat terjawab. Gemerincing piano nan merdu menguar dari balik receiver, membuatnya menebak pria itu sedang berada di tempat yang romantis.
"Maaf mengganggu... Aku menelepon untuk bilang besok ada dinas ke Madrid, mungkin lima tiga hari."
"Ya, hati-hati di jalan."
Shan Yan tak berkomentar panjang, jawabannya terasa setengah hati.
Menduga ia saat ini sedang bersama Ji Sixi, juga tak punya waktu untuk menangani dirinya, maka dia tak banyak bicara. "...Sampai jumpa."
