Bab 884 Memanjakan
Gereja San Isidro adalah salah satu gereja tertua di Madrid, juga dijuluki dewa pelindung kota ini.
Dia selalu menyukai budaya yang kental seperti ini. Awalnya mengira bisa menghabiskan seharian di gereja, tapi tak disangka hanya berkeliling dua jam saja sudah merasa lelah dan minatnya pun seolah hilang.
Akhirnya, dia keluar dari gereja. Tak sengaja melihat sepasang kekasih asing yang mesra bermain-main di jalan, teringat interaksinya dengan Shan Yan selama dua hari ini, baru menyadari bahwa kurangnya semangatnya hari ini ternyata karena Shan Yan tidak ada di sisinya.
Duduk di bangku panjang untuk turis di tepi jalan yang dipilihnya sembarangan, memandangi kerumunan orang yang lalu lalang, perasaan kecewa di hatinya semakin nyata.
Apa yang sedang ia lakukan sekarang?
Jangan-jangan benar-benar bertemu dengan Ji Sixi?
Apakah ia benar-benar akan kembali besok?
Saat sedang merenungkan ini, ponselnya berbunyi menerima pesan.
Dengan malas dia mengeluarkan ponsel dan melirik, menemukan nomor telepon pengirim yang terasa familiar. Setelah dipikir-pikir, ternyata itu nomor Ji Sixi.
Mengerutkan alis, tetap saja dia membuka pesannya.
Tak disangka, Ji Sixi mengirimkan beberapa foto.
Tentu saja foto-foto itu tak lain menunjukkan kemesraan Ji Sixi dengan Shan Yan.
Hatinya seketika seolah tertutup kabut muram.
Karena akhirnya dia bisa memastikan bahwa hari ini ia benar-benar bersama Ji Sixi.
Latar foto-foto itu di sebuah hotel, dan dekorasi hotel tersebut justru bergaya Spanyol...
Sepertinya mereka berdua saat ini sedang berada di sebuah hotel di Spanyol, mungkin tidak di Madrid, tapi saat ini pastilah mereka bersama.
Memikirkan kemarin mereka masih bercengkerama di hotel sepanjang sore, hari ini dia sudah pergi menemani perempuan lain, hatinya menyelam ke dasar jurang...
Namun dalam sekejap mata sadarkan diri...
Dia dan Shan Yan hanya memiliki hubungan karena Xiao Xi, mereka bukan pasangan suami-istri yang normal, tak mungkin memiliki kemesraan pasangan sejati, jadi seharusnya dia tidak tenggelam dalam kebahagiaan sekarang, karena kebahagiaan seperti ini mustahil bertahan lama...
Mungkin suatu hari Ji Sixi berhasil meyakinkan Shan Yan untuk menyerahkan hak asuh anak padanya, hubungannya dengan Shan Yan pun akan berakhir...
Jika dia terus membiarkan diri terlena, suatu hari mungkin tak bisa melepaskan diri, hasilnya melukai diri sendiri dan orang lain.
Benar, selagi belum terperangkap, dia harus menjaga logika tetap jernih...
Memikirkan ini, dia keluar dari bangku panjang, kembali menuju Gereja Saint Isidro, tidak membiarkan rasa kecewa dan kesepian mengendalikannya... Setidaknya, di mata orang biasa, dia tampak normal.
……
Begitulah, dia menghabiskan seharian penuh di gereja, bahkan menyaksikan langsung sepasang pendatang baru mengikat janji pernikahan.
Saat berdiri di sudut gereja, memandangi pasangan bahagia yang sedang mengadakan pernikahan itu, tanpa sadar matanya berkaca-kaca...
Tiba-tiba dia menyadari, dirinya mulai lebih murung dari dulu, semakin sulit mengendalikan emosinya.
Kembali ke hotel, setelah menghabiskan makan malam prasmanan hotel dan mandi, dia segera melakukan video call dengan Xiao Xi melalui internet.
Dia terlalu lalai, lupa bahwa Shan Yan tidak ada di sisinya, seharusnya tidak melakukan video call dengan Xiao Xi. Tapi Xiao Xi sudah bertanya melalui layar komputer, "Mama, kenapa Ayah tidak ada di dekatmu?"
Benar, urusan Shan Yan menemani nya ke Madrid untuk urusan bisnis ini sudah diketahui seluruh Kediaman Keluarga Gu.
Reaksinya cukup cepat, hanya kaku sebentar selama satu detik, lalu berkata sambil tersenyum, "Ayah sedang mandi... Mama punya rahasia untukmu, jadi Mama video call kamu saat Ayah sedang mandi."
"Rahasia" yang dimaksud langsung menarik perhatian Xiao Xi. Xiao Xi memandangnya dengan penuh harap dan berbisik, "Mama, rahasia apa?"
Dia mengeluarkan kotak hadiah dari meja samping tempat tidur dan menggerak-gerakkannya di depan lensa kamera komputer. "Lihat... Ini apa?"
Xiao Xi seketika berseru girang, "Pesawat remote control!"
Dia segera memberi isyarat 'ssst' ke Xiao Xi, sengaja berbisik pelan, "Cepat, jangan sampai Ayah dengar... Nanti pesawat remote controlmu hilang."
Benar, jika Shan Yan tahu dia membelikan pesawat remote control untuk Xiao Xi, Shan Yan benar-benar akan merampasnya!
Kondisi Xiao Xi belum pulih sepenuhnya, dia sama sekali tidak boleh sering kena angin luar. Karena itu mainan luar ruangan seperti ini, Shan Yan selalu melarang siapa pun membelikannya untuk Xiao Xi, agar tidak memancing keinginan Xiao Xi.
Tapi beberapa hari lalu Xiao Xi pergi bermain ke Lanxi, setiap kali pulang selalu bersemangat menceritakan pesawat remote control yang dimainkan Mumu. Dia melihat di balik sorotan mata, terlalu tersayat hati karena Xiao Xi bahkan tidak bisa memainkan mainan kesayangannya sendiri, jadi hari ini dengan tekad khusus membelikan hadiah ini untuk Xiao Xi...
Dia berpikir, sesekali Xiao Xi pergi bermain seharusnya tidak masalah, dan yang sekali ini saja bisa membawa kebahagiaan besar untuk Xiao Xi.
Xiao Xi benar-benar bahagia, seketika menutupi mulut, mengangguk kuat-kuat, "Mama... Terima kasih."
Dia melalui layar membuat pose ciuman, lalu berkata, "Patuh mendengarkan Nenek, Mama dalam dua hari akan sampai rumah..."
Seperti ini meski sudah menipu Xiao Xi, membuat video kali ini terasa sangat menyenangkan.
Setelah mengakhiri video call dengan Xiao Xi, sendirian bersandar di tepi ranjang, dia tidak lagi mengizinkan diri tenggelam dalam pikiran, mematikan lampu, lalu memaksa diri memasuki tidur.
……
Keesokan harinya pagi-pagi, suara mandi samar-samar masuk ke telinganya, membangunkan dia yang tidur lelap dari tidur nyenyak.
Dia ragu-ragu kenapa di kamar ada suara mandi, melihat ke arah kamar mandi, baru menyadari lampu kamar mandi menyala.
Mata mengantuk yang awalnya masih sayup, seketika menjadi jernih, tubuhnya juga bangkit dari ranjang, menatap kosong ke arah kamar mandi.
Apakah ia kembali?
Detik berikutnya, Shan Yan yang seluruh tubuhnya hanya dibungkus handuk mandi keluar dari kamar mandi, melihat dia terpaku duduk di ranjang, ia mengerutkan alis, "Aku mengganggu tidurmu?"
Dia menggelengkan kepala, melaporkan sejujurnya, "Aku tidur selalu nyenyak."
Shan Yan muncul di tepi ranjang dan duduk, memandangnya yang baru saja bangun tidur. Seolah menemukan kilau keindahan yang santai pada tubuhnya, ia berkata sambil tersenyum, "Aku paling suka wajahmu saat baru bangun pagi, sangat menggemaskan."
Menggemaskan?
Bukankah usianya sudah jauh dari kata-kata itu?
Tapi dia tetap memaksakan senyum kaku, bertanya, "Kau kapan kembali?"
Shan Yan menatapnya tajam. "Kurang lebih setengah jam lalu!"
"Oh." Langsung mandi begitu pulang, apakah ia khawatir akan mencium aroma parfum wanita lain di tubuhnya? Tapi buat apa dia repot-repot? Lagipula dia tak punya hak untuk ikut campur.
"Kenapa kau terlihat tak bersemangat?" Shan Yan mengulurkan tangan, mencengkeram dagunya dengan lembut, mencegahnya menunduk, memaksanya bertatapan.
"Tidak kok, aku hanya sedang memikirkan urusan." Cepat-cepat ia mengarang alasan.
"Urusan apa?" tanya Shan Yan dengan suara lembut.
"Penyakit Xiao Xi... Sebelum video call dengan Xiao Xi semalam, Ibu bilang frekuensi mimisannya meningkat, badannya juga lebih mudah lelah dari sebelumnya. Jadi kita harus mempercepat!" Meski ini alasan dadakan, faktanya memang benar - meski kondisi ini sudah dijelaskan dokter pada mereka sebelumnya.
