Bab 886 Semua yang dimilikinya sekarang, berkat Xiao Xi
Dia sungguh berharap hari-hari seperti ini bisa bertahan lebih lama, sayang, pada akhirnya harus berakhir.
Keesokan harinya pagi, mereka sudah berada di pesawat pribadi yang menuju pulang ke negeri.
"Ada apa, wajahmu terlihat seperti sedang punya pusat permasalahan?"
Mendengar suara Shan Yan, dia berbalik dari depan jendela kabin, tersenyum tipis. "Tidak kok!"
"Masih bilang tidak, berdiri di sini sudah cukup lama." Shan Yan dengan natural memeluk pinggangnya, menatapnya dengan kelembutan.
"Sebentar lagi harus duduk atau berbaring, jadi berdiri sebentar saja." Katanya dengan lembut.
"Tapi menurutku kenyataannya bukan begitu." Tatapan Shan Yan mulai dipenuhi perhatian lebih.
Dia tersenyum, menahan pandangan matanya yang gelap. "Benar-benar tidak ada masalah... Kalau memang harus disebut, mungkin aku sedang mengincar masakanmu, semalam membuatku sangat kenyang, sayang pulang nanti tidak bisa makan lagi..."
Shan Yan melengkungkan bibirnya, "Kucing lapar kecil."
Dia tersipu malu menunduk.
Shan Yan tersenyum lagi, berkata, "Ini hal sepele, pulang nanti kalau mau makan, saat aku ada waktu bisa masak."
Secara refleks dia mengangkat kepala, memandangnya dengan ragu. "Kau serius?"
Shan Yan mengangkat bahu dengan santai, "Bukankah ini urusan kecil?"
Tak tahan, dia bersandar ke dalam pangkuannya, ini pertama kali aktif merangkulnya. "Terima kasih... Shan Yan, kau baik sekali."
Shan Yan mengikuti momentum tunduk menempelkan dahinya pada dahi, tangan melingkari bahunya. "Tapi setelah pulang waktu yang kumiliki benar-benar sedikit, mungkin cuma sesekali bisa memasak sendiri."
"Ya, aku sudah sangat puas." Ia mengulurkan tangan memeluknya, berkata dengan suara parau.
Kemampuan memasaknya memang benar-benar bagus, tapi sebenarnya yang diincarnya bukan masakannya, melainkan ketulusan yang ia berikan...
Di masa depan, apakah ia masih akan memperlakukannya dengan setulus ini?
……
Pesawat pribadi tiba dengan sukses di Kota C.
Karena Shan Yan menemani dia kembali ke Kediaman Keluarga Gu baru pergi ke perusahaan, ibu mertua dan Tante Qu langsung menangkap bahwa ketidakharmonisan antara dia dengan Shan Yan sebelumnya telah terselesaikan. Melalui perjalanan ini, mereka kini lebih "mesra" dibanding masa lalu.
Ibu mertua karenanya senang hingga tak bisa menutup mulut, menyuruh dia segera istirahat di kamar.
Karena mabuk udara, dia sudah banyak tidur di pesawat sehingga tidak mengantuk. Akhirnya dia mengobrol dengan ibu mertua di sofa.
"Su Mo, aku punya barang ingin memberimu." Ibu mertua tiba-tiba bersemangat berkata.
"Ya?"
Tante Qu seketika pergi ke lantai dua, membantu ibu mertua mengambil kotak persegi mungil.
Dengan rasa ingin tahu dia bertanya, "Apa ini?"
Ibu mertua tersenyum penuh makna, "Kau buka saja nanti tahu."
“Baik.” Dengan penuh keingintahuan dia membuka kotak itu, baru menyadari di dalamnya ternyata tersimpan dua butir cincin.
Kedua cincin ini dibangun dari emas, desainnya sangat polos, namun detail-detail kecilnya memiliki pertimbangan yang matang, menampilkan keindahan yang sederhana. Sepertinya benda kuno, tapi sesuai dengan estetika era modern, membuat orang langsung menyadari ini bukanlah barang yang kampungan.
Dia bertanya ragu, "Ibu, ini…"
Ibu mertua tersenyum menjelaskan, "Dua cincin ini adalah barang yang kulelang dari lelang dua tahun lalu… Jangan kau pikir ini barang antik, sebenarnya benda baru yang sengaja dibuat tampak usang oleh desainernya sebagai simbol warisan. Makanya cincin ini dinamai 'Warisan'… Karena dibuat kolaborasi antara desainer perhiasan ternama dan merek perhiasan terkemuka di dunia, dan hanya ada sepasang di seluruh dunia, dulu kupastikan memenangkan lelangnya untuk hadiah pernikahan Shan Yan dan istrinya, sebagai 'warisan' keluarga kita…"
"Pasti sangat berharga?" tanyanya terbata.
Ibu mertua menggelengkan kepala, "Kubeli bukan karena nilai materinya, tapi karena maknanya… Jadi sekarang kuserahkan cincin ini untuk Shan Yan dan kau, harapannya kalian berdua bisa meneruskan warisan keluarga kita."
Seketika dia membeku, perlahan menutup kotak cincin itu.
Melihat itu, ibu mertua bertanya heran, "Ada apa?"
Dia menggigit bibir bawahnya, baru kemudian berbicara pelan, "Ibu, kalau bicara warisan, tentu harus diberikan ke Shan Yan dan istrinya… Tapi Ibu tahu, hubungan kami belum pasti. Memberi cincin ini sekarang… terasa masih terlalu dini…"
Ibu mertua mendengar, menghela napas, lalu bertanya serius, "Su Mo, jujurlah padaku, apakah kau masih belum... terhadap Shan Yan?"
Dia segera gelengkan kepala, memotong ucapan ibu mertua. "Bukan begitu... Ibu, perasaanku pada Shan Yan... padanya... aku... memang merasakan sesuatu."
Ibu mertua langsung berseri-seri, "Kau serius?"
Meski sulit diungkapkan, dia tak mau berbohong. "Ibu, hari-hari bersama Shan Yan ini membuatku sadar dulu aku terlalu sedikit mengenalnya... Apalagi setelah dia menemaniku ke Madrid beberapa hari, pemahamanku padanya semakin dalam... Dan akhir-akhir ini, kami benar-benar bahagia bersama!"
"Lalu mengapa kau tak menerima cincin ini?" Ibu mertua bertanya dengan perasaan senang campur khawatir.
Karena dia sudah punya wanita yang dicintainya... Hubungan mereka belum tentu bisa bertahan. Mengingat cincin ini untuk menantu, tak boleh diterima sembarangan.
"Begini saja, Ibu... Jika suatu hari kami menikah, anggap saja ini cincin pernikahan kami. Tapi untuk sekarang, kurasa belum tepat." Dia mencari solusi tengah dengan penolakan halus.
Ibu mertua pasrah bertanya, "Apakah menurutmu masih ada kemungkinan berubah dengan Shan Yan?"
Dia tidak ingin secara aktif membicarakan urusan Ji Sixi dengan ibu mertua, lagipula ini termasuk privasi Shan Yan, karena itu menjelaskan dengan lembut, "Ibu, jujur saja, hubunganku dengan Shan Yan juga baru saja dimulai, tak ada yang bisa memastikan masa depan... Tunggu sampai semuanya menemui titik terang, tunggu sampai kami mengadakan pernikahan, baru kita saling mengenakan cincin ini. Bukankah ini lebih bermakna?"
Ibu mertua tetap tidak bisa diyakinkan, kembali menghela napas.
Terpaksa dia meminta bantuan Tante Qu.
Tante Qu yang menangkap sinyal matanya segera bersuara, "Xinmei, aku juga setuju dengan pendapat Su Mo... Shan Yan dan Su Mo bahkan belum menikah resmi. Kalau cincin ini dipakai diam-diam, sepertinya makna sakralnya jadi hilang... Justru jika mereka saling mengenakannya saat upacara pernikahan, baru benar-benar bermakna... Begitu juga warisan ini bisa diteruskan dari generasi ke generasi!"
Ekspresi kecewa di wajah ibu mertua perlahan mencair setelah mendengar penjelasan Tante Qu. "Kalau kalian semua berkata begitu... Baiklah, cincinnya akan tetap kusimpan dulu... Tapi Su Mo, Ibu ingin katakan bahwa calon menantu satu-satunya di hati Ibu hanyalah kamu. Jadi jika akhirnya Shan Yan tidak bersamamu, malah menikahi wanita lain, cincin ini tak akan Iku berikan padanya... Karena kaulah ibu Xiao Xi, ibu dari penerus Keluarga Gu dan Shan di masa depan."
Memandang ibu mertua yang penuh amal dan ramah, saat ini dia akhirnya mengerti mengapa ibu mertua begitu memanjakannya... Alasannya sebenarnya karena dia adalah mama Xiao Xi.
Mungkin ibu mertua sama sekali tidak mengenalnya. Sikapnya yang tidak mempermasalahkan segala yang pernah dilakukannya di masa lalu, semata karena dia adalah mama Xiao Xi...
Harus diakuinya, segala yang dimilikinya sekarang hanyalah berkat Xiao Xi. Tanpa Xiao Xi, mungkin saat ini dia sudah dikalahkan habis-habisan...
