Bab 937Kembali Tepat Waktu
Dia memasang kancing kemeja yang tak sengaja terbuka, lalu berbalik pergi. "Satu kali kau menjemput Ji Sixi pulang, aroma parfum seperti ini juga menempel di bajumu."
Shan Yan mendekatinya, melingkari pinggang rampingnya. "Dia memang belum kembali ke Jerman, tapi aku juga tidak menemuinya seperti katamu tadi sore. Aku menyelesaikan urusan di perusahaan dulu, baru kemudian menemuinya sebentar."
Wanita itu menunduk, wajahnya menyiratkan kesepian. "Mengapa tiba-tiba dia tidak jadi ke Jerman? Karena tahu kita bersama?"
"Kita tak perlu membahasnya," kata Shan Yan.
Suaranya rendah, "Jika dia tidak menghalangi hubungan kita, memang tak perlu dibahas. Tapi jelas-jelas dia tidak merestui kita bersama, makanya tiba-tiba membatalkan ke Jerman dan menyuruhmu menemuinya."
"Niatnya tidak penting. Yang utama..." Tangan Shan Yan merangkul erat tubuhnya, "...tak ada yang bisa mengendalikan keputusanku."
Dengan gerakan kasar, wanita itu melepaskan pelukan, memalingkan wajah. "Aku tak suka bau ini di bajumu."
Shan Yan melepas lingkarannya di pinggul, jemari menyentuh lembut dagunya. "Baik, aku mandi dulu. Nanti kuajak kau makan di luar."
Tak ada jawaban.
Pria itu tetap mencium pipinya sebentar sebelum melepas dasi, berjalan menuju kamar mandi.
Wanita itu memeluk bantal sofa, hela napas tipis menguar dari bibirnya.
Meski Shan Yan sudah bilang padanya bahwa dia hanya menganggap Ji Sixi sebagai adik, dan dia juga tahu Ji Sixi sudah punya suami, tetap saja dia tidak suka melihat Shan Yan dan Ji Sixi terlalu dekat...
Apalagi sebelumnya Ji Sixi pernah mengirim banyak foto mesra bersama Shan Yan. Ini membuktikan meski Shan Yan tak bermaksud apa-apa, Ji Sixi punya niat tersendiri. Dia memang agak takut Ji Sixi akan mencari cara merusak hubungannya dengan Shan Yan...
Entah berapa lama kemudian, Shan Yan selesai mandi keluar dari kamar mandi dengan tubuh segar.
Tanpa rasa malu, dia menatap tubuh Shan Yan yang hanya dibalut handuk mandi di bagian bawah, lalu berkata tenang, "Shan Yan, aku tidak mau kau terlalu sering bertemu Ji Sixi. Seperti kita tahu, dia tidak menganggapmu sebagai kakak."
Shan Yan mengganti kemeja rapi dan celana panjang hitam di hadapannya sambil berujar, "Dia akan segera kembali ke Jerman. Setelah itu pertemuan kami akan jarang... Jika kau masih khawatir, setiap kali aku menemuinya nanti, bisa kukabarkan padamu."
Dia segera bangkit dari sofa dan memeluk Shan Yan dari belakang. "Kuharap kau tahu, ini bukan soal tidak percaya. Aku hanya cemburu buta."
Shan Yan yang baru selesai mengancing kemejanya memutar tubuh, tatapan penuh kasih tertuju padanya. "Aku juga ingin kau tahu, selainmu, aku sama sekali tidak tertarik pada wanita lain."
Kilauan kepuasan terpancar di matanya. "Aku percaya ucapannya."
Shan Yan menundukkan kepala dan mematuk bibirnya. "Ayo pergi, tapi kau harus makan... Kau lapar ya?"
Dia mengangguk, "Ya, sudah lama lapar."
"Cepat ganti baju, aku akan telepon restoran untuk menyiapkan makanan." Shan Yan mengelus wajahnya, suaranya penuh manja.
"Baik."
Dengan cepat dia berganti pakaian, tapi tak mendengar suara telepon yang diharapkan. Dengan ragu dia menoleh, melihat Shan Yan menyilangkan tangan di dada sedang memandangnya dengan tatapan mesra.
Segera dia melindungi dadanya yang terbuka, wajahnya memerah, "Mesum--gila!"
Shan Yan menjawab serius, "Jika tidak mesum melihatmu, itu baru tidak normal!"
Dia tak bisa membalas, tapi hati terasa manis.
……
Setiap saat bersama Shan Yan, waktu selalu berlalu cepat.
Keesokan harinya, dia bangun dengan tubuh lemas, tapi kali ini Shan Yan sudah tak ada di sampingnya.
Tak ada rasa kecewa, karena samar ingatnya bisikan "Selamat pagi" di telinga dan tawannya mengajak ke perusahaan...
Tapi tubuh terlalu lelah setelah 'berurusan' separuh malam, akhirnya dengan suara parau memintanya tak mengganggu...
Mengenang momen manis itu, senyum bahagia merekah di wajahnya. Tangannya meraih ponsel di meja samping tempat tidur untuk meneleponnya.
Kira-kira sedang apa dia sekarang?
Jangan-jangan juga sedang memikirkannya?
Tiba-tiba dia menyadari, memiliki seseorang yang bisa dirindukan benar-benar merupakan perasaan yang sangat membahagiakan.
Tak disangka, baru saja dia hendak menekan nomor ponselnya, dering pintu terdengar dari apartemen.
Mengira itu petugas properti, dia meletakkan ponsel dan mengenakan robe tidur Shan Yan, lalu bergegas membuka pintu.
Namun, sama sekali tak disangkanya, saat pintu terbuka, yang terlihat berdiri di ambang pintu adalah Ji Sixi.
Ji Sixi berpenampilan anggun, namun tatapannya menusuk tajam. "Su Mo, kau benar-benar tak tahu malu! Demi mendapatkan Shan Yan, kau rela menempuh ribuan li hanya untuk menaiki ranjangnya!"
Mengingat Ji Sixi adalah adik Shan Yan, dia tak ingin memperkeruh situasi. "Hubunganku dengan Shan Yan didasari suka sama suka. Tak sehina yang kau gambarkan."
"Suka sama suka?" Ji Sixi mendengus, seolah robe Shan Yan yang dikenakannya menyilaukan matanya. "Shan Yan sudah tak peduli lagi padamu! Kalau bukan karena rayuan tubuhmu, mana mungkin ia masih bersamamu?"
Dia berharap bisa bersikap tenang, namun jika Ji Sixi terus menghina, tak mungkin dia diam saja. "Tanyakan langsung pada Shan Yan. Tak perlu kujelaskan padamu."
"Su Mo, kau benar-benar sombong!" Ji Sixi menyilangkan tangan di dada, tertawa sinis.
“Dia menatap Ji Sixi dengan tenang. ”Kau mau masuk dan duduk sebentar? Jika tidak, aku ingin kembali ke ranjang untuk istirahat lagi.”
“Kau——” Ji Sixi langsung marah, menggigit giginya dengan keras, “kau tak boleh terlalu jumawa, wajah munafikmu akan segera terkoyak!”
Dia tak begitu paham dengan ucapan Ji Sixi, alisnya berkerut. “Hatiku bersih, mana ada wajah munafik?”
“Benarkah?” Ji Sixi tertawa sinis panjang. “Su Mo, kau benar-benar pandai berpura-pura! Coba katakan——”
“Sixi!”
Suara merdu bernada dingin Shan Yan langsung memotong ucapan Ji Sixi.
Dia sedang bersiap mendengar kelanjutan ucapan Ji Sixi, tak menyangka Shan Yan akan muncul saat ini, tubuhnya membeku sesaat.
Melihat Shan Yan, Ji Sixi langsung kehilangan kesombongannya, menunduk dalam-dalam dengan panik.
Shan Yan melirik dingin ke Ji Sixi, lalu datang ke hadapannya dan berkata dengan lembut, “Masuklah dulu, biar aku bicara dengan Sixi.”
Dia mengangguk.
Setelah pintu apartemen tertutup, dia tak bisa mendengar percakapan Shan Yan dan Ji Sixi di luar. Tapi karena penghinaan dan tuduhan Ji Sixi tadi, hatinya sangat tak nyaman. Yang lebih tak dipahaminya: mengapa Ji Sixi menyebutnya bermuka dua?
Apa itu hanya ucapan sembrono Ji Sixi belaka?
