Bab 938: Kabar yang Dibawa Tan Yan
Tak terasa berapa lama, dia mendengar suara pintu terbuka di belakangnya.
Karena hinaan Ji Sixi tadi, perasaannya saat ini sedang muram.
Shan Yan dengan lembut menopang bahunya dari belakang, menghiburnya, "Jangan pedulikan ucapan Xi, dia hanya sembrono bicara... Dan aku berjanji, tak akan lagi membiarkan Xi menemuimu."
Dia menggenggam tangan Shan Yan. "Aku baik-baik saja... Asalkan kau percaya pada perasaanku padamu."
"Tentu aku percaya." Shan Yan memutar tubuhnya menghadap, tatapan penuh kasihan mengarah padanya. "Jadi, jangan biarkan emosimu terpengaruh olehnya, paham?"
Dia menunduk. "Kenapa kau kebetulan pulang?"
Shan Yan melingkari pinggang rampingnya. "Emosi Xi belakangan ini fluktuatif, aku khawatir terjadi sesuatu, jadi menyuruh orang mengawasinya... Sebenarnya aku bisa mencegahnya mencarimu, tapi saat itu sedang rapat."
Barulah dia perlahan mengangkat kepala, menatap mata gelapnya yang dalam. "Sepertinya Ji Sixi sangat memperhatikanmu, kehilanganmu sama sekali tak bisa diterimanya..."
Shan Yan bersuara berat, "Tak serumit yang kau kira, dia tahu aku menganggapnya sebagai adik, hanya ingin menunjukkan kepedulian."
"Benar juga..." Kelopak matanya kembali tertunduk lesu. "Kupikir setelah memperlakukanmu seperti itu, tentu dia khawatir aku akan menyakitimu lagi..."
Shan Yan dengan lembut menggenggam dagunya, tak berkedip memandangnya penuh kasih. "Tapi aku percaya padamu, percaya ketulusan perasaanmu."
"Tentu." Dia aktif menyandar ke pangkuannya, memeluk erat. "Perasaanku padamu sama sekali tak ada kepalsuan."
"Shan Yan membelai lembut rambut panjangnya, mengamati wajahnya yang mungil." "Mau makan apa siang ini? Aku sekarang ada waktu, kita pergi ke supermarket bersama lalu aku masakkan untukmu."
"Baik, kita jalan-jalan ke supermarket bersama lalu masak bersama." Dia menyandar pada dada kekarnya, menutup mata dengan puas.
Shan Yan menunduk mematuk bibirnya.
……
Dua hari kemudian, Tan Yan datang ke Kota H untuk urusan bisnis, mengajaknya bertemu di sebuah kafe.
Dia tahu pasti Tan Yan sengaja datang ke Kota H untuk menemuinya, dan benar-benar berterima kasih atas perhatiannya selama ini.
Mereka duduk di balkon terbuka lantai dua kafe, di bawahnya ada jalan pedestrian elemen seperti Champs-Élysées di Prancis, sehingga suasana terasa sangat elegan dan santai.
"Sepertinya akhir-akhir ini kamu baik-baik saja." Tan Yan meneguk kopinya lalu berbicara.
Tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya saat ini, dia tersenyum, "Bersamanya, aku benar-benar bahagia."
"Dulu kudengar Shan Yan akan menjemput dua anak dan Nyonya Gu serta Tante Qu ke Kota H, keluarga kalian akan menetap di sini. Kenapa sampai sekarang belum dijemput?" Tan Yan bertanya ragu.
Dia mengaduk gula dalam kopi, berkata lembut, "Shan Yan sudah bicara dengan ibu mertua dan Tante Qu. Tapi mereka berharap kami punya lebih banyak waktu berdua, jadi sementara anak-anak dikembalikan ke Kediaman Keluarga Gu untuk dirawat, baru pindah ke sini nanti."
"Rupanya begitu."
Dia mengangkat pandangan, mendapati wajah Tan Yan tampak muram, bertanya penuh perhatian, "Ada apa? Justru penampilanmu terlihat tidak baik."
"Tidak ada." Tan Yan berkata dengan datar.
Dengan curiga dia berseru, "Jangan-jangan kau dan Qianqian bermasalah lagi?"
Tan Yan membisu.
Tak tahan dia mengerutkan alis, "Aku benar-benar heran... Kau dan Qianqian sama-sama berwatak baik, bagaimana mungkin berselisih atau bertengkar?"
Tan Yan baru kemudian berkata, "Mungkin aku dan dia memang tidak cocok bersama..."
Seketika dia terkejut, bertanya, "Apakah kau tidak mencintainya? Atau, dia tak mencintaimu?"
Tan Yan langsung gelengkan kepala, "Kami saling mencintai."
"Lalu kenapa tak cocok bersama?" Dia tak bisa memahami.
Tan Yan tak memberi penjelasan, hanya menyeruput kopinya. "Cukup urusanku... Aku mengajakmu ke sini hari ini sebenarnya ada hal penting."
"Oh?"
Tan Yan menatapnya dengan suara berat, "Kemarin aku menerima faks yang memaksaku harus menemuimu hari ini."
"Ya?" Rasa ingin tahunya berubah jadi keraguan. "Faks ini terkait denganku?"
Tan Yan mengangguk, mengeluarkan lipatan kertas faks dari saku jasnya. "Lihat, apakah ini tulisan tangan Ayahmu?"
"Ayahku?" Dengan membeku dia menerima dokumen itu.
“Faks ini seluruhnya berbahasa Inggris, dia tentu bisa memahaminya, namun yang tertulis adalah hal-hal acak yang membingungkan. Lalu dia melihat di bagian bawah faks terdapat tanda tangan tulisan pulpen, diikuti rangkaian tanggal yang menunjukkan hari Kemarin.”
Melihat hal itu, dia bertanya dengan ragu, “Ini dikirim dari penjara Amerika?”
Tan Yan menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, ekspresinya tegas. “Reaksi awalku sama sepertimu, mengira ini dari penjara Amerika. Karena kau bekerja di perusahaanku, mereka mungkin mengirim faks langsung ke Perusahaan Tan, lalu karyawan bagian penerima faks salah menyerahkannya ke tanganku... Tapi kemudian sekretariku melaporkan bahwa faks ini diterima langsung di kantorku, bukan melalui mesin faks perusahaan. Jadi dokumen ini memang ditujukan untukku, tidak ada kesalahan.”
“Mungkinkah penjara Amerika keliru mengira aku sebagai Direktur Utama Perusahaan Tan, sehingga mengirimkannya ke kantormu?” Dia berani berspekulasi.
Tan Yan menggelengkan kepala, “Itu tidak mungkin. Kau tahu, nomor faks kantorku tidak dipublikasikan. Hanya melalui investigasi seseorang bisa mengetahuinya.”
Dia belum sepenuhnya paham. “Jadi maksudmu...?”
“Ini membuktikan bahwa pengirim faks sengaja menyembunyikan eksistensi dokumen ini, tapi ingin kau melihatnya. Makanya dikirim ke kantorku.” Tan Yan menjelaskan dengan serius.
“Dia?” Ekspresinya semakin bingung, “Maksudmu, faks ini bukan dari pihak kepolisian penjara Amerika, tapi individu?”
“Tentu. Polisi penjara Amerika tidak punya alasan untuk berjuang mati-matian seperti ini.” Demikian Tan Yan menyimpulkan.
“Ini tidak aku mengerti… Sebenarnya siapa yang ingin membuatku melihat faks ini melalui dirimu? Dan, konten faks ini acak-acakan, apa sebenarnya maksudnya?” Dia benar-benar tak bisa mencerna.
Tan Yan berkata serius, “Menurutku kau harus perhatikan tanda tangan ini dulu.”
“Tadi aku ingin bilang… Ayahku sudah meninggal, kenapa masih ada tanda tangannya di sini? Jika ini tanda tangan lamanya, mengapa tanggal di belakangnya tertulis kemarin?” Kebingungannya semakin menjadi.
Tan Yan bertanya, “Katakan dulu, apakah ini tulisan tangan ayahmu? Jangan terburu-buru menjawab, perhatikan lebih seksama dulu, pastikan baru jawab.”
Dia tersenyum kecut, menjawab sungguh-sungguh, “Meski tak dekat dengan ayah, tapi aku masih bisa mengenali tulisannya… Ini pasti tulisan ayahku, aku 100% yakin. Hanya saja tanda tangan ini pasti dari dulu, karena ayahku sudah tiada…”
