Bab 942: Hari Terakhir
Setelah menutup telepon dengan Qingyou, ia terpaksa menghubungi Tan Yan.
Karena Kelompok Jiang sedang audit, mau tak mau ia harus meminjam uang dari Tan Yan dulu...
Sebenarnya lebih mudah meminta bantuan Tan Yan, hanya saja ia selalu khawatir permintaan ini akan menimbulkan kesalahpahaman keluarga Tan. Tapi sekarang sudah tak ada pilihan lain.
Du, du——
Sambil menunggu sambungan, hatinya berdebar-debar.
Ia sangat takut Tan Yan tak bisa meminjamkan uang lagi. Ia hanya bisa berdoa hasilnya tidak seperti itu.
"Tan Yan."
"...Su Mo."
Tak disangka suara letih Tan Yan terdengar dari ujung sana, dia tertegun, "Kau kenapa?"
Tan Yan berkata muram, "Aku baru saja bertengkar dengan Qianqian."
"Kau baik-baik saja?" Teringat percakapan sebelumnya saat Tan Yan mengaku tidak cocok dengan Qin Qian, hatinya khawatir.
"Tidak apa, hanya kepalaku sakit sekali... Ada yang perlu kau bicarakan?" tanya Tan Yan.
"Aku..."
“Masih ada yang tak bisa kau utarakan padaku?”
“Graaah! Tak apa, kau kepala pusing istirahatlah dulu... Ujung-ujungnya tetap menyatu. Kau dan Qianqian pasti berdamai dalam dua hari.” Tiba-tiba dia tersipu malu membuka mulut ke Tan Yan.
“Baik, aku akan istirahat sebentar di ruang dalam kantor.”
“Ya, istirahatlah yang cukup.”
Dia tahu Tan Yan benar-benar lelah, jika tidak biasanya ia pasti menanyakan semuanya.
……
Tak kusangka meminjam uang dari Qingyou dan Tan Yan pun menghadapi kesulitan, dengan ketidakberdayaan dia menyandarkan diri di sofa.
Sepertinya bahkan Tuhan sengaja menghalanginya menyelamatkan ayah. Tapi, dia benar-benar tak bisa berhenti mencari ibu...
Dia sangat sangat merindukan ibu...
Dulu dia sudah punya firasat ibu mungkin masih hidup di dunia. Sekarang dia tahu ibu masih hidup, bagaimana mungkin dia menyerah?
Apalagi, bertahun-tahun ini ibu mungkin terus menderita. Jika tidak, kenapa tidak mencari dia? Dia yakin ibu sangat mencintainya!
Beruntungnya, pihak Amerika memberi waktu seminggu. Meski Shan Yan dan Qingyou mungkin masih belum bisa meminjamkan uang, dalam dua hari dia tetap bisa meminta Tan Yan karena saat itu Tan Yan dan Qianqian seharusnya sudah berdamai...
……
Malam hari.
Saat Shan Yan selesai mandi keluar dari kamar mandi, dia masih menatap kosong foto di tangannya.
Melihat dia begitu fokus, Shan Yan datang duduk di tepi ranjang, memandanginya. "Ini satu-satunya foto ibumu yang kau miliki?"
Dia bersandar di kepala ranjang, tatapan lesu. "Ya... Mungkin karena hubungan Mama dan Ayah selalu tak bisa terpapar cahaya, Mama tidak suka difoto. Jadi di rumah tak pernah ada foto Mama... Awalnya kukira Mama hanya akan hidup dalam ingatanku saja, sampai polisi menggeledah rumah kami karena masalah di perusahaan Ayah, dan menemukan foto ini..."
"Harus diakui, kecantikanmu mewarisi ibumu. Sekilas langsung terlihat kalian ibu dan anak." kata Shan Yan.
Dia mengangguk, "Mama memang sangat cantik. Makanya Ayah mau bersama Mama. Sayangnya Ayah hanya menilai tinggi kecantikan Mama, tak pernah memberi hati sejati."
Shan Yan menggosok lembut bahunya. "Jangan dipikirkan terlalu jauh... Kalau kau dan ibumu berjodoh, pasti akan bertemu lagi."
Suaranya serak, "Aku tak berharap bisa seperti Ibu Gu dan Qingyou yang akhirnya saling mengenal sebagai ibu-anak... Cukup tahu kabar bahwa dia baik-baik saja, bahkan sekadar melihatnya dari jauh pun sudah cukup..."
Shan Yan mendesah pelan, "Maaf. Andai sekarang aku bisa memberikan 100 juta pada ayahmu, pasti kabar ibumu bisa segera kau ketahui..."
Dia menggelengkan kepala, meletakkan foto di tangannya, lalu mengangkat tangan dan menggenggam tangan Shan Yan. "Aku tahu kau ingin membantuku, tapi sayangnya... Tapi tak perlu khawatir, aku masih punya waktu, nanti aku bisa pinjam dari Tan Yan."
Shan Yan menekan punggungnya, membiarkan kepalanya bersandar di bahunya. "Su Mo, aku benar-benar mencintaimu..."
Dia terkekeh tipis, "Bodohnya kau, tiba-tiba mengungkapkan perasaan buat apa? Apa kau memaksaku untuk mengatakannya juga?"
"Aku memang ingin mendengar katamu." Suara Shan Yan tiba-tiba serak.
Dengan puas dia menutup mata, berkata jelas: "Shan Yan, aku mencintaimu, takkan berubah seumur hidup."
……
Dua hari kemudian, berpikir situasi Tan Yan dan Qin Qian mungkin sudah membaik, dia memutuskan menelepon Tan Yan lagi.
Beberapa malam ini, setiap malam dia bermimpi tentang ibunya. Kerinduannya untuk bertemu sang ibu begitu mendalam.
Namun yang tak disangkanya, ponsel Tan Yan tak bisa dihubungi.
Ini di luar perkiraannya, terpaksa dia menelepon sekretaris Tan Yan.
Sekretaris Tan Yan memberitahu bahwa Tan Yan dan Qin Qian sedang berlibur ke luar negeri, setidaknya dua minggu ke depan tidak akan kembali ke perusahaan...
Mendengar kabar ini, seketika dia terpana.
Harus diketahui, saat ini Shan Yan tidak memiliki dana likuid di tangan. Kelompok Jiang sedang audit keuangan. Jika Tan Yan gagal membantunya, benar-benar tak ada jalan untuk mengumpulkan 100 juta ini...
Dengan pasrah karena Tan Yan mungkin sengaja mematikan ponsel selama berlibur dengan Qin Qian di luar negeri, dia mulai panik...
Tanpa pilihan lain, di malam ketika telepon Tan Yan tak bisa dihubungi, dia dengan berat hati memohon pada Shan Yan, "Aku tahu kau pasti punya banyak kenalan pedagang. Bisakah kau meminjam satu miliar dari mereka untuk sementara?"
Shan Yan menatapnya, sorot mata penuh ketidakberdayaan. "Su Mo, satu miliar bukan jumlah kecil. Jika aku meminjam dari orang luar, mereka akan mengira perusahaan kami bermasalah. Kabar ini bisa berdampak buruk pada proyek penting yang sedang kami tangani saat ini..."
"Lalu bagaimana? Waktu pengumpulan uang yang mereka berikan hampir habis..." Tangannya mencengkeram kerah baju Shan Yan tak berdaya.
"Aku minta maaf... Percayalah, aku juga ingin kau bertemu ibumu. Aku lebih tahu darimu betapa besar kerinduanmu..." Shan Yan membelai lembut punggungnya, berusaha menenangkan.
Suara terisaknya pecah. "Benarkah tak ada jalan lain sama sekali?"
Shan Yan memeluknya erat di sofa, merangkul tubuhnya ke pangkuannya. "Meski saat ini kau tak bisa menjumpainya, setidaknya kau tahu dia masih hidup. Selama ada kehidupan, masih ada harapan untuk pertemuan di masa depan, bukan?"
Kepalanya bersandar di dada Shan Yan, air mata membasahi pipi. "Aku khawatir dia menderita... Karena jika hidupnya baik, pasti sudah lama dia mencariku..."
"Tapi kau sudah berusaha maksimal..."
Kepalanya menggeleng pilu.
Shan Yan terus membelai rambutnya. "Jangan terus bersedih... Lihat sisi positifnya, setidaknya bajingan ayahmu masih mendekam di penjara."
Isakannya tak terbendung lagi...
……
Malam itu dia tertidur dalam tangisan, saat sadar Shan Yan tidak pergi bekerja ke perusahaan seperti biasa melainkan menemaninya di sisi ranjang.
Di atas ranjang, Shan Yan membiarkannya menyandar di lengannya, bertanya dengan suara lembut, "Sekarang perasaanmu sudah lebih baik?"
Dia mengangguk, tapi tetap tak bisa menyembunyikan kegalauan dalam hati, "Hari ini sudah hari terakhir, sepertinya aku benar-benar tak punya kesempatan bertemu dengan ibuku..."
