Bab 961 Hanya Demi Masih Punya Alasan Menemukannya
Setelah Xiao Xi tidur siang, dia turun ke lantai bawah dan melihat ibu mertua dan Tante Qu sedang melihat bingkai foto.
Dengan senyuman tetap di wajah, dia mendekat. "Ibu, Tante Qu."
Dia berusaha agar ibu mertua dan Tante Qu tidak tahu kalau tadi dia bertemu Shan Yan.
Mendengar suaranya, mereka tersentak dari pikiran. Suara lembut ibu mertua terdengar, "Lelah? Sudah lama merawat dua anak."
"Mereka anakku. Berapa pun lama merawatnya, tak akan kulelahkan." Dia duduk di samping ibu mertua.
Ibu mertua menyuruh Tante Qu mengumpulkan bingkai foto itu, mengeluarkan desahan panjang.
Dia baru menyadari bingkai foto besar ini kosong, bertanya dengan bingung, "Ibu, kenapa tidak ada foto di bingkai ini?"
Ibu mertua dengan ekspresi sedih menggelengkan kepala.
Tante Qu berbisik, "Ini bingkai foto yang sengaja dipesan khusus oleh Xinmei sebelumnya, untuk foto keluarga saat Xiao Bei berusia seratus hari..."
Rupanya begitu, pantas saja ibu mertua begitu sedih.
"Ibu, maaf... Aku dan Shan Yan telah mengecewakanmu..." Dahulu dia mengira bisa bersama Shan Yan selamanya, tapi realitas selalu kejam.
Dalam hidupnya, sepertinya tak pernah ada kelancaran.
Yang hilang darinya, selalu yang paling diinginkannya.
Ibu mertua menyandarkan kepala ke sofa, wajah penuh kasih itu terlihat sepi. "Aku melihat berita hari ini, Shan Yan dan wanita bermarga Ji itu kemarin bersama menghadiri pembukaan proyek perusahaannya..."
Dia menutup matanya sebentar. "Cincin pemberian Ibu akan dipakaikan ke Nona Ji, artinya dia juga serius pada Nona Ji."
Ibu mertua tiba-tiba duduk tegak, menggenggam tangannya dengan serius. "Su Mo, jujurlah padaku - waktu kau ke Kota H mencari Shan Yan untuk rujuk, benar-benar hanya untuk menyelamatkan ibumu?"
Agar ibu mertua tidak mengganggu Ji Sixi dan merusak keadaan baik-baik saja Shan Yan saat ini, dia tidak mengizinkan Qingyou memberitahu kebenaran sesungguhnya pada ibu mertua.
“Tentu saja tidak, perasaanku pada Shan Yan semuanya tulus. Hanya saja aku tak tahu mengapa ada begitu banyak kebetulan yang membuat Shan Yan salah paham padaku... Sayangnya Shan Yan tidak percaya.” Ia hanya bisa memberitahu ibu mertua kebenaran sesungguhnya secara garis besar.
“Su Mo, sebenarnya awalnya saat ibu mendengar Shan Yan bercerita tentang hal ini, ibu juga merasa Shan Yan telah salah menuduhmu. Tapi Shan Yan berkata melihatmu terbangun di hotel, ibu pun akhirnya... Jadi maaf, ibu tahu pasti telah salah paham padamu. Karena selama lebih dari setahun ini kita bersama, ibu seharusnya mengenal bahwa kau bukan orang seperti itu.” Ibu mertua mengungkapkan penyesalannya dengan sangat dalam, begitu tulus.
Ia menggelengkan kepala, justru menggenggam tangan ibu mertua yang agak dingin, berkata dari relung hati, “Ibu, ini hanya membuktikan bahwa aku dan Shan Yan tidak berjodoh... Karena Tuhan sama sekali tidak menginginkan kami bersama.”
“Ibu tadi menelepon Shan Yan, mencoba meyakinkannya untuk mempercayaimu, tapi dia sangat keras kepala, sama sekali tidak mau mendengarkan kata-kataku...” Ibu mertua menghela napas dengan pasrah.
Ia menghiburnya, “Ibu, dulu aku telah begitu banyak mengecewakan Shan Yan. Wajar saja jika hatinya meragukan perasaanku padanya. Ditambah lagi dengan semua urusan yang terkesan dipaksakan ini, dia tak bisa lagi mempercayaiku - ini hal yang manusiawi...”
“Mendengar ucapanmu, ibu semakin yakin Shan Yan telah salah paham padamu... Kau gadis baik, tak mungkin menipu perasaan Shan Yan.” Suara ibu mertua mulai tersekat.
Ia paling tak tega melihat orang tua menderita, membelai lembut punggung ibu mertua untuk menenangkan. “Ibu, sebenarnya yang penting Shan Yan bahagia, itu sudah cukup!”
Ibu mertua menarik napas dalam, memandangnya dengan kasih sayang tak terbatas. "Su Mo, Ibu ingin mewakili Shan Yan meminta maaf padamu... Kau sudah memberinya dua anak, seharusnya ia memberimu keluarga utuh."
Dia menggelengkan kepala, mempertahankan senyuman dengan susah payah. "Aku hanya ingin kebahagiaannya saja!"
Ibu mertua berkata dengan sedih, "Sayangnya ucapanku sama sekali tidak didengarnya..."
……
Saat senja tiba, dengan halus dia menolak undangan ibu mertua untuk menginap di Kediaman Keluarga Gu, lalu pulang ke Rumah Bi menggunakan mobil milik keluarga Bi.
Begitu memasuki lobi, terlihat Bibi Shu dan ibunya duduk di sofa ruang tamu menonton TV. Sang ibu diam membisu, matanya terpaku pada gadis kecil berbaju merah di layar dengan fokus begitu intens sampai tak menyadari kedatangannya.
Bibi Shu mendekatinya, berbisik, "Aku perhatikan setiap kali ada gambar anak di TV, ibumu pasti menatap tak berkedip."
Dia meletakkan tasnya, memandang ibu yang matanya mulai memerah. "Itu karena Mama mengira semua anak di TV adalah aku... Dalam pikirannya, aku masih belum dewasa."
"Oh begitu rupanya." Bibi Shu tersadar.
"Rok merah seperti ini... Dulu Mama juga pernah membelikanku satu. Itu rok yang paling sering kupakai..." Suara seraknya pecah menyemburkan kepahitan.
Bibi Shu tak tahan mendesah panjang. "Ibumu benar-benar menyedihkan..."
Dia menutup mata sejenak, menahan perih di pelupuk mata. "Ke depannya akan kujaga baik-baik beliau."
"Bibi Shu mengangguk, "Kau jangan ikut sedih, setidaknya ibumu bisa menikmati masa tua dengan tenang.""
"Ya." Dia tersenyum, tak ingin Bibi Shu mengkhawatirkannya. "Aku akan ke lantai atas ganti baju, nanti turun temani ibuku."
"Baik... Sudahkah kau temui Xiao Xi dan Xiao Bei hari ini?" tanya Bibi Shu penuh perhatian.
"Sudah... Ibu mertua dan Tante Qu merawat dua anak itu dengan baik, tak perlu kurepotkan." Laporannya jujur.
Bibi Shu menghela napas lega. "Xinmei akhirnya mengizinkanmu bertemu mereka..."
"Sebenarnya ibu mertua sangat baik padaku, meski tak kusampaikan kebenaran, dia tetap memilih percaya..." Perasaannya dipenuhi rasa haru dan syukur.
Mendengar ini, Bibi Shu tak tahan mendesah. "Yifeng yang bersalah padamu, Su Mo... Aku minta maaf atas namanya."
Dia menggelengkan kepala, berkata serius, "Bibi, sebenarnya meski Direktur Mu tak bertindak demikian, Ji Sixi pasti akan mencari cara lain memfitnahku. Jadi sungguh, aku tak menyalahkannya..."
"Sayangnya Shan Yan tak bisa melihat kebenaran... Aku sungguh menyesali nasib kalian berdua."
Senyumnya goyah, "Semua ini akan berlalu."
……
Kembali ke kamarnya di lantai dua, seharusnya dia langsung ganti baju lalu turun menemani ibu. Tapi rasa lelah yang mendera membuatnya lama bersandar di pintu kamar.
Setelah waktu cukup lama, tenaganya perlahan pulih. Dia duduk di sofa, mengeluarkan cek dari Shan Yan yang ada di dalam tasnya.
Melihat tanda tangan Shan Yan di cek itu, tanpa sadar dia teringat tanda tangannya saat mendaftarkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil dulu. Seketika, hatinya terasa pedih menusuk.
Mengapa hubungan mereka bisa berubah seperti ini?
Baru-baru ini, ia masih bersumpah hanya mencintainya seorang di kehidupan ini. Tapi kini, dengan tangannya sendiri ia menghiasi cincin di jari manis wanita lain...
Apakah ini semua hanya sandiwara, ataukah cintanya memang tak sedalam yang dia bayangkan?
Hari ini sebenarnya dia bisa langsung mengungkapkan kebenaran tentang Lu Jingzhi, tapi keberanian itu benar-benar telah hilang darinya...
Dia takut meski bukti ditebarkan di hadapannya, hasil akhirnya tetap sama. Karena hatinya sudah tertarik pada Ji Sixi - baru putus dengannya, langsung memberi cincin pada Ji. Ini bukti nyatanya.
Karena itu dia tak berani bicara. Tak ingin membuka topeng kebohongan ini...
Masih ada secercah harapan: setelah proyeknya selesai, mungkin masih ada alasan untuk menemuinya lagi.
