Bab 967 Meninggalkan Pekerjaan
Shan Yan menyipitkan matanya yang sipit memanjang, menatapnya dengan intens. "Aku mau kau berhenti bekerja, fokus merawat dua anak kita."
Seketika itu juga dia terpana.
Melihat reaksinya, Shan Yan mengerutkan kening. "Kenapa? Kau tak sanggup meninggalkan pekerjaan demi anak-anak?"
Dia menundukkan pandangan, menjawab jujur. "Jika tidak bekerja, aku tak punya uang untuk membesarkan anak-anak."
Dia benar-benar tak ingin menunjukkan keterpurukannya di hadapannya, tapi ini adalah fakta yang tidak terbantahkan.
"Bagian ini kau tak perlu khawatir, setiap bulan aku akan mentransfer uang ke rekeningmu, menjamin masa depanmu dan dua anak tanpa kekurangan." Shan Yan berkata demikian.
"Aku tak butuh uangmu," jawabnya dingin.
"Uang ini bukan untukmu, melainkan untuk kedua anakku."
"Tapi aku tak ingin orang lain mengira aku bergantung padamu."
"Jika kau bersikeras berpikir seperti ini, maka masalah hak asuh anak tak akan kita selesaikan." Shan Yan menarik kembali tatapannya darinya, kembali memandang ke depan. "Kalau begitu, turunlah dari mobil sekarang. Kita akan bertemu di pengadilan."
Benarkah harus memperjuangkan kesombongan ini hingga berurusan dengannya di pengadilan?
Meski peluang menang dalam sidang ini cukup besar, tapi bagaimana jika kalah?
Apalagi harus menuduhnya dengan berbagai kesalahan, hatinya sama sekali tak punya keyakinan. Bagaimana jika aktingnya gagal?
"Turun dari mobil!" desak Shan Yan dengan nada dingin.
Menarik napas dalam, dia mengangkat kepala dan menatapnya kembali. "Jika aku berjanji berhenti bekerja, apakah kau akan menyerahkan hak asuh kedua anak padaku?"
Shan Yan dengan tenang menahan tatapannya. "Ya... Sebenarnya sebagai orang tua, aku sama sepertimu yang tersayat hati melihat anak-anak. Kuharap kau bisa meluangkan waktu lebih untuk merawat mereka."
Di relung hati, pergulatan terakhir terjadi. Setelah beberapa detik, akhirnya dia menjawab tenang, "Baik. Asalkan kau beri hak asuh anak, aku janji tak akan bekerja lagi."
"Bagus."
“Entah mengapa, setelah mengucapkan dua kata itu, Shan Yan masih menatapnya lama sekali, dan yang sedang dipikirkan dalam relung hatinya saat ini adalah bagaimana menjelaskan kepada Tan Yan. Karena Tan Yan telah bersusah payah mempertahankan pekerjaan ini untuknya, sementara ia harus meninggalkan perusahaannya sekali lagi.”
“Setelah kau mengundurkan diri, aku akan mencari pengacara untuk menandatangani perjanjian pengasuhan denganmu.”
Saat suaranya kembali terdengar di telinganya, barulah pikirannya ditarik kembali. Tangannya memegang gagang pintu mobil. “Aku percaya kau tidak akan mengingkari janji.”
Setelah berkata demikian, ia langsung menarik gagang pintu mobil dan turun tanpa basa-basi.
Entah mengapa, alis Shan Yan berkerut sesaat ketika ia turun dari mobil, lalu berkata, “Aku harap kau bisa merawat dirimu sendiri, bukan seperti malam ini. Di cuaca dingin seperti ini, hanya menyampirkan jas tipis sembarangan lalu keluar. Ketahuilah, jika kau sakit sampai kehilangan kemampuan merawat dua anak, aku akan mengambil mereka untuk kurus di sisiku.”
Di luar memang sangat dingin. Ingusnya langsung mengalir deras. Ia segera menyeka hidungnya, lalu berkata, “Tenang saja, aku tidak akan memberimu kesempatan seperti itu. Aku tidak akan membiarkan diriku sakit.”
Bibir Shan Yan menarik kecut, lalu mengalihkan tatapannya.
Ia pun mulai melangkah pergi sambil mengencangkan mantelnya untuk mencegah sakit.
Tak lama kemudian, mobil Shan Yan melesat melewatinya. Tangan yang semula hendak membuka pintu gerbang besi tiba-tiba terhenti. Akhirnya, ia memutar tubuh dan terduduk linglung menatap mobil yang menjauh.
Tidak ada yang tahu, di saat ini, dalam pikirannya hanya ada penampilan Shan Yan tadi di dalam mobil.
"Dingin sekali, tak tahu juga pakai banyak lapisan pakaian."
Teriakan Bibi Shu menyadarkannya dari pikiran yang tenggelam. Ia menoleh dan melihat sang bibi telah menyampirkan jas tebal di tubuhnya. Dengan sedikit terkejut ia bertanya, "Bibi Shu, Anda belum tidur?"
Bibi Shu menjawab, "Aku hendak memeriksa kamar ibumu apakah cukup hangat. Kebetulan melihatmu keluar kamar dengan menyampirkan jas... Sempat ingin memanggilmu, tapi kau terburu-buru, jadi aku ikuti saja. Lalu kulihat kau naik mobil Shan Yan. Awalnya kukira kau mau ikut Yan, baru tahu kalian sedang berdiskusi di mobil."
"Bibi tidak kedinginan kan?" Buru-buru ia melepas jas di tubuhnya untuk disampirkan ke sang bibi.
Sang bibi menggeleng, "Aku tidak dingin. Pakaianku sudah tebal. Kau saja yang pakai..." Tangan lincah Bibi Shu merapikan kembali jas di bahunya.
Ia memapah sang bibi berjalan menuju vila. "Dia membahas masalah hak asuh anak. Sekarang sudah selesai..."
"Oh, benarkah?" Bibi Shu bertanya tegang, "Apa katanya?"
Dengan jujur dijawab, "Ia sudah berjanji akan memberikan hak asuh kedua anak padaku. Nanti juga akan menandatangani perjanjian. Hanya saja dia mensyaratkan aku tidak boleh bekerja lagi. Semua kebutuhan hidup kami bertiga akan ditanggungnya."
Bibi Shu tertawa. "Ini bagus... Jujur saja, kau bekerja juga demi dua anak. Jika dia bisa memastikan kebutuhanmu dan kedua anak terpenuhi, bukankah lebih baik kau fokus merawat mereka saja?"
"Sebenarnya aku tidak ingin begini. Tapi jika ini syarat yang dia ajukan, aku terpaksa setuju. Bagaimanapun juga, aku tak bisa kehilangan hak asuh anak... Hanya saja, untuk kedua kalinya aku keluar dari Perusahaan Tan, sungguh merasa bersalah pada Tan Yan. Selama ini dia selalu berusaha menyimpankan posisi ini untukku." Dia tak tahan menghela napas.
Bibi Shu menepuk lembut punggung tangannya sambil berkata, "Sebenarnya keluar dari Tan Group juga baik... Hubunganmu dengan Tan Yan memang sudah mulai menimbulkan desas-desus. Dengan kepergianmu, keluarga Tan tak akan lagi punya alasan untuk mempersoalkanmu..."
"Ya." Hanya itu yang bisa dia katakan.
……
Yang tak disangkanya, keesokan hari ketika mengajukan pengunduran diri pada Tan Yan di perusahaan, reaksinya begitu meledak.
Di kantor direktur utama, Tan Yan menghantam meja dengan amarah.
"Su Mo, mengapa kau takut berhadapan dengannya di pengadilan? Kau pasti menang! Tak perlu mengorbankan karirmu! Mengapa kau begitu mudah terpengaruh bujukannya?"
Pertama kali dia melihat Tan Yan murka sampai wajah tampan itu berkerut.
"Maaf, Tan Yan..." Kepalanya tertunduk penuh penyesalan, "Sudah kupikirkan matang-matang. Berkonfrontasi di pengadilan hanya akan melukai kedua anak... Menurutku jalan damai seperti ini solusi terbaik."
Tan Yan memandangnya dengan kejam. "Apakah ini demi hak asuh dua anak, atau karena kau tak tega merusak reputasinya di pengadilan?"
Dia secara refleks mengangkat pandangannya. "Aku bukan demi dia, hanya untuk hak asuh kedua anak."
Tan Yan menyeringai dingin. "Sepertinya sampai sekarang kau masih belum bisa melepaskannya. Jadi apapun yang dia katakan, kau pasti setuju!"
"Bukan begitu, aku benar-benar..."
Tan Yan menghela napas panjang, memotong ucapannya. "Ini keputusanmu, aku tak bisa mengintervensi... Tapi kebandelanmu terhadap Shan Yan benar-benar mengecewakanku. Yang kulihat sekarang bukan lagi Su Mo yang kuat, melainkan Su Mo yang pengecut."
Setelah mengucapkan itu, Tan Yan pergi dari kantor dengan sikap dingin.
