Bab 993 Menagih Utang
Setelah mengingatkan bodyguard untuk tidak memberitahu Shan Yan tentang pertemuannya dengan Lu Jingzhi, dia langsung menuju Bukit Bao.
Karena sudah menelepon ibu mertua sebelumnya, sang ibu mertua dan Tante Qu telah membawa Xiao Xi ke gerbang Kediaman Keluarga Gu untuk menyambutnya.
Turun dari mobil, matanya langsung memerah. Erat memeluk Xiao Xi, hati mereka dipenuhi rasa bersalah tak terhingga. "Xiao Xi, Mama sangat merindukanmu..."
"Aku juga sangat merindukan Mama."
Xiao Xi adalah anak yang kuat, namun suaranya kini tersekat oleh emosi.
“Dia tersayat hati menangkup wajah Xiao Xi, mencium di atas kepala Xiao Xi, "Mama berjanji padamu, Mama tak akan lagi meninggalkanmu dan adikmu!"
"Ayah juga?" Xiao Xi menahan napas bertanya.
Sepertinya ibu mertua telah memberitahukan urusan perdamainnya dengan Shan Yan pada Xiao Xi, dia mengangguk kuat-kuat, "Benar, Ayah Ibu tak akan lagi berpisah, juga tak akan meninggalkanmu dan Xiao Bei..."
Kilatan air mata menggenang di mata Xiao Xi. "Mama..."
Mengetahui akhir-akhir ini anak ini menahan terlalu banyak kepedihan, dia perlahan menggosok kepala Xiao Xi. "Maaf, Ayah Ibu akan setia menemani kalian di sini, tak akan lagi membuatmu merasa kesepian..."
Xiao Xi mati-matian menahan tersekat di leher, dengan kokoh berkata, "Mama, aku baik-baik saja, karena aku tahu Ayah Ibu takkan berpisah..."
"Sayang." Kepenuhan pengertian sang anak membuat relung hatinya dipenuhi kepedihan. "Hal paling beruntung dalam seumur hidup Ayah Ibu adalah memiliki dirimu."
Xiao Xi masuk ke dalam pangkuannya, dengan lembut seperti waktu kecil berkata, "Mama, aku mencintaimu dan Ayah."
Dia juga menahan tersekat, khawatir sebagai ibu namun tak sekuat anak, tersenyum sambil menjawab, "Ayah Ibu juga mencintaimu!"
Xiao Xi baru melepaskannya. "Mama, adik sedang tidur, ayo kita lihat adik..."
"Sayang."
Tiba di kamar ibu mertua, melihat Xiao Bei yang tertidur pulang di dalam boks bayi, air matanya tak kuasa menahan tetesan. "Aku tidak merawatnya dengan baik…"
Ibu mertua berkaca-kaca, menggelengkan kepala, "Ini bukan salahmu…"
Dengan hati-hati ia mengangkat Xiao Bei dari boks bayi. Tubuh mungilnya menggeliat sebentar, mata mengantuk yang terbuka setengah. Tapi mungkin merasa sedang berada dalam dekapan ibu, kelopak matanya segera terkulai kembali ke alam mimpi. Namun tangan mungilnya tak terduga mencengkeram tangan dia, seolah khawatir akan ditinggalkan…
Perasaan bersalah itu membuncah. Setelah menaruh tangan Xiao Bei kembali ke gendongan, dia menggesekkan pipinya perlahan ke pipi anak itu, agar sang buah hati merasakan kehadirannya.
Xiao Bei langsung terlelap. Dalam tidurnya, wajah mungil itu masih tersungging senyum, terlihat begitu menggemaskan.
Xiao Xi berseru girang, "Mama, lihat! Adik kecil tertawa…"
Ibu mertua ikut tersenyum bahagia, "Memang darah daging sendiri… Begitu Su Mo datang, Xiao Bei langsung ceria…"
Ia mendekap Xiao Bei sambil duduk di sofa. Matanya tak berkedip memandangi wajah bayi yang tertidur lelap. "Pasti Shan Yan akan sangat senang melihat senyum anaknya sekarang…"
"Kalau begitu video call saja dengan Shan Yan!" seru Tante Qu sambil tertawa.
Dia menggeleng, "Shan Yan pasti sedang sibuk. Nanti malam saja aku video call dengannya!"
“Mama, Ayah menelepon...” Xiao Xi tiba-tiba berkata.
“Ah?”
Dia agak terkejut, mengambil ponsel yang Xiao Xi berikan padanya, dan benar-benar melihat panggilan dari Shan Yan.
Bukankah saat ini ia harusnya sedang rapat?
Dengan keraguan, dia mengangkat telepon. “Halo...”
“Sudah mendarat?”
“Ya, aku sekarang sudah bersama Mama.” Mendengar gemerisik dari sisi teleponnya, dia mengerutkan alis, “Di sana hujan?”
“Iya, aku di kantor sedang menatap hujan, memikirkan kapan kau akan kembali ke sisiku.”
“...Mama dan Tante Qu ada di sini bersamaku!” Suaranya berbisik malu.
Shan Yan tertawa, “Bagaimana dengan putraku?”
“Xiao Xi di sini, Xiao Bei sedang kupeluk. Mau video call dengan kedua anakmu?”
“Tidak perlu, nanti malam saja. Aku masih harus rapat.”
“Baik.”
“Kalau begitu tutup telepon dulu.”
“Dadah.”
Setelah menutup telepon dengan perasaan manis, dia melihat Xiao Xi sudah bersembunyi di belakang kursi roda ibu mertua, menutup mulut sambil tertahan-tahan.
Pipinya memerah, “Ayahmu bilang nanti malam baru video call. Sekarang Ayah masih sibuk.”
Xiao Xi menjawab, “Oh, Mama. Sebenarnya Ayah cuma butuh video call dengan Mama saja...”
“……”
Ibu mertua dan Tante Qu tertawa terbahak-bahak...
……
Sore hari.
Mendengar kabar kepulangannya ke Kota C, Qingyou datang mengunjunginya di Kediaman Keluarga Gu.
Saat ini mereka duduk di sofa, Qingyou berkata dengan ketakutan tertunda, “Kak ternyata mengizinkanmu datang sendiri, tidakkah ia takut Lu Jingzhi menemukanmu?”
Dia menjawab jujur, “Shan Yan tentu ada pertimbangan di aspek ini, tapi ia tak kuasa melawanku. Ia tahu aku sangat merindukan dua anak itu.”
Qingyou bergumam, “Syukurlah Lu Jingzhi tidak menemukanmu.”
Dia tersenyum, “Sebenarnya aku melihat Lu Jingzhi di bandara...”
“Ah?” Qingyou terkejut. “Ia tidak menyulitkanmu?”
Dia menggelengkan kepala, “Sebenarnya sebelumnya pun ia tidak menyulitkanku, karena itu aku berani kembali sendiri. Tapi aku tidak mengizinkan bodyguard memberitahu hal ini pada Shan Yan, agar lain kali ia tidak melarangku pergi sendiri.”
Qingyou tak tahan tertawa, “Hasrat posesif kakakku sangat kuat!”
Dia tersenyum tipis, “Ia sudah punya cara untuk menghadapi Lu Jingzhi...”
“Benarkah?” Qingyou sangat bersemangat. “Jadi perusahaan kakakku tidak akan ada masalah?”
“Begitulah yang kakakmu katakan padaku.”
Qingyou menghela napas lega, lalu menyandarkan tubuh yang mulai rileks ke sofa. “Padahal akhir-akhir ini aku hampir mati ketakutan... Bahkan sudah mempersiapkan diri untuk pergi ke Kota C meyakinkan Kak agar Jun membantu!”
Dia menggenggam tangan Qingyou. “Percayalah pada kakakmu!”
Qingyou mengangguk kuat-kuat, “Kupikir inilah kekuatan cinta. Apapun kesulitan yang dihadapi, selama orang yang dicintai ada di samping, pasti ada cara untuk melewatinya...”
“Ya.”
“Tapi bagaimana jika Lu Jingzhi tetap tidak melepaskannya?” Qingyou tiba-tiba mengungkit kekhawatiran.
Dia terperangkap dalam pikirannya sendiri. “Kecuali taruhanku salah. Tapi jika tebakanku benar, Lu Jingzhi akan mengundurkan diri setelah ini...”
“Bertaruh?” Qingyou memandangnya dengan ragu. “Kakak ipar, apa yang kau pertaruhkan?”
Dia berkata sejujurnya, “Aku bertaruh Ji Sixi bisa meyakinkan Lu Jingzhi untuk menyerah berkonfrontasi dengan Shan Yan.”
“Ji Sixi bisa meyakinkan Lu Jingzhi?” Ekspresi Qingyou menunjukkan keraguan. “Kakak ipar, bukankah Lu Jingzhi sama sekali tak peduli pada Ji Sixi?”
Ia menyipitkan mata, “Renungkan baik-baik. Jika Lu Jingzhi tak punya sedikitpun perasaan pada Ji Sixi, mungkinkah Ji Sixi mengandung anaknya?”
Qingyou seketika membeku. Detik berikutnya, dia seolah memahami maksudnya, bertanya, “Jadi, kau menggunakan Ji Sixi untuk menghentikan Lu Jingzhi?”
Dia mengangguk, “Kuharap Ji Sixi bisa meyakinkan Lu Jingzhi, dan aku sendiri bisa membujuk Shan Yan.”
Setelah berpikir sejenak, Qingyou berkata, “Jika benar begitu, itu hasil terbaik.”
“Ya.”
Saat percakapan mereka sampai di titik ini, Tante Qu tiba-tiba berlari dari ruang tamu dengan wajah tegang, “Su Mo, Qingyou, ada masalah... Berita di TV menyebutkan banyak orang sedang mengepung pintu Grup Ximei menagih utang pada Shan Yan...”
