Ji Sixi menunjukkan ekspresi kebingungan. Dia melanjutkan, "Kau seharusnya paham, sejak Lu Jingzhi tahu dialah ayah anakmu, kau tak mungkin lagi memegang hak asuh anak ini. Karena Lu Jingzhi sama sekali takkan memberikannya padamu... Jadi kau memanfaatkan anak ini untuk menukar kebebasanmu dengan Lu Jingzhi, dengan begitu
setidaknya kau masih punya kesempatan bertemu anak perempuanmu di luar."
Setelah merenung sejenak, Ji Sixi menarik napas dalam dan berkata dengan tenang, "Apa syarat kalian?"
Wanita itu bersuara berat, "Serahkan pada kami bukti pencucian uang haram Lu Jingzhi yang lalu."
Ji Sixi memandangnya dengan keterkejutan, "Kau..."
Wanita itu tersenyum, "Kau heran bagaimana aku tahu kau masih menyimpan salinan bukti pencucian uang Lu Jingzhi?"
Ji Sixi diam membisu.
Wanita itu menghapus senyumannya, berkata dengan tenang, "Shan Yan dan Jiang Jun yakin kau pasti membuat salinan. Karena kau wanita pintar, tak mungkin kau membiarkan diri dikendalikan Lu Jingzhi..."
"Jika benar aku punya salinan bukti pencucian uang Lu Jingzhi, bagaimana mungkin saya kehilangan anak? Saat Lu Jingzhi mengancamku dengan anak, pasti sudah kutukar dengan salinan itu." Ji Sixi membalas bertanya dengan nada datar.
Wanita itu perlahan berkata, "Alasannya sederhana. Salinan ini adalah penyelamat nyawamu. Sebelum detik-detik terakhir, kau takkan mengeluarkannya..."
Ji Sixi tertawa pendek, "Bukankah sekarang sudah saat terakhir? Aku bahkan sudah didakwa dan sebentar lagi divonis!
Dia menggelengkan kepala, "Bukankah hukumanmu belum divonis? Jadi belum sampai detik-detik terakhir... Kau masih bertaruh, berharap takdir berpihak padamu, membuatmu bisa keluar dari kantor polisi ini. Dengan begitu, kau bisa menggunakan cadangan pencucian uang haram Lu Jingzhi untuk menukar hak asuh anak dan kebebasan abadi darinya."
Ji Sixi kembali membisu, terperangkap dalam perenungan. Beberapa puluh detik kemudian baru bersuara dingin, "Kalau kalian sudah tahu aku punya cadangan, untuk apa aku bertransaksi dengan kalian? Lebih baik langsung berurusan dengan Lu Jingzhi!"
Perempuan itu tersenyum lembut, "Tapi Nona Ji harus sadar, anakmu sekarang ada di tangan kami. Jika kau bertransaksi dengan Lu Jingzhi, yang kau dapat hanya kebebasanmu sendiri. Kau takkan bisa mendapatkan anakmu kembali."
Ji Sixi menyipitkan mata bulat seperti buah aprikotnya dengan licik, melirik tajam. "Jadi, sekarang kalian menggunakan anakku sebagai ancaman?"
"Dibandingkan perbuatanmu sebelumnya, tindakan kami ini belum bisa dibilang keterlaluan." Jawabnya sambil tetap tersenyum.
Tubuh Ji Sixi membeku, tatapannya kosong. Perempuan itu melanjutkan, "Sekarang hanya ada dua pilihan: Pertama, serahkan cadangan itu ke Lu Jingzhi untuk kebebasanmu saat ini, tapi kami takkan pernah mengizinkanmu bertemu putrimu. Kedua, berikan cadangan itu kepada kami, lalu kami akan menukar kebebasanmu dengan putrimu dari Lu Jingzhi. Tentu ini berarti..."
"...kelak anak itu akan menjadi milik Lu Jingzhi. Tapi dibandingkan tak bisa bertemu selamanya, setidaknya kau masih bisa memandangnya dari jauh. Selain itu, ingatlah: Jika Shan Yan berhasil mengalahkan Lu Jingzhi, putrimu pasti akan kembali ke pangkuanmu!"
Ji Sixi menutup matanya sebentar dengan berat hati.
Dari orbit mata Ji Sixi yang memerah dan ekspresi ketahanannya, dia bisa melihat bahwa Ji Sixi benar-benar mencintai anaknya. Perlahan dia berkata, "Tak perlu salahkan kami terlalu kejam, kau sendiri yang memaksakan dirimu masuk ke keadaan seperti ini."
Di mata Ji Sixi berkaca-kaca air mata, tapi dia mati-matian melotot, segera menahan kembali air mata itu. "Apa masih ada pilihan bagiku sekarang?"
"Tak ada." jawabnya.
Ji Sixi menyandarkan badan dengan keras di kursi besi, bergumam lirih, "Tapi kalian pikir dengan bukti pencucian uang Lu Jingzhi, kalian bisa menjatuhkannya?"
Perempuan itu menjawab, "Itu bukan urusanmu. Yang perlu kau lakukan hanya menerima atau menolak transaksi yang kuajukan."
Ji Sixi terperangkap dalam perenungan panjang, membuat hati si perempuan dilanda kegelisahan. Namun akhirnya, jawaban yang diharapkannya tiba.
Suara berat Ji Sixi memuntahkan, "Baik, aku setuju."
Senyum tipis mengembang di wajah perempuan itu, akhirnya bisa menghela napas lega.
……
Begitu keluar dari kantor polisi, dia segera menelepon Shan Yan.
"Ya, aku berhasil dengan Ji Sixi. Dia sudah berjanji akan menyerahkan salinan cadangan." Sedikit kepuasan terasa, akhirnya bisa membantu Shan Yan menyelesaikan satu urusan.
"Sebenarnya tak perlu kau yang menangani ini."
Dari gemerisik kertas di telepon, jelas Shan Yan sedang di kantor.
Dengan tulus dia berkata, "Aku dan Ji Sixi sama-sama perempuan. Dibandingkan menyuruh orang lain bernegosiasi dengannya, pastinya aku lebih punya keunggulan... Lagipula, aku ingin bisa meringankan bebanmu."
Desahan pelan terdengar dari Shan Yan.
Dia merajuk, "Jangan begitu dong, aku cuma mau jalan-jalan..."
Shan Yan memanjakan, "Aku memang tak bisa menolakmu!"
Dia tersenyum puas.
Shan Yan tiba-tiba berpesan, "Ramalan cuaca bilang hari ini hujan... Jangan lama-lama di jalan, cepat pulang agar tidak kehujanan."
"Aku sudah di mobil menuju apartemen kok, tenang!" nada suaranya riang.
"Mau makan siang apa? Makan di luar atau masak sendiri di rumah?"
Awalnya dia hendak menjawab Shan Yan, tapi jantungnya tiba-tiba seperti dicengkeram, rasa sakit menusuk itu membuatnya tak mampu bersuara, memaksanya memeluk dada erat-erat.
"Su Mo?"
"Graaah... Gak apa-apa, terserah, aku bisa makan apa saja." Setelah menarik napas dalam untuk meredakan sakit, dia buru-buru menjawab.
Shan Yan penuh kasihan, "Kalau gitu makan di rumah saja, aku yang akan memasak untukmu."
"Baik... Aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu." Alasannya ingin menutup telepon ini karena rasa sakit di jantungnya belum hilang.
Shan Yan tak curiga, lembut berkata, "Tunggu aku di rumah dengan patuh." Lalu mengakhiri panggilan.
Tangannya tak kuat memasukkan ponsel ke tas, membuat ponsel itu jatuh di kursi. Pengawal sekaligus supir yang dikirim Shan Yan di kursi penumpang bertanya, "Nona Su, Anda baik-baik saja?"
Jantungnya terasa sakit seperti cakar putih menggaruk hati, dia hanya bisa mengandalkan tangannya yang erat memeluk dada untuk mengurangi rasa sakit. "Aku... aku baik-baik saja, cuma... cuma agak mual, mungkin makan sesuatu yang tidak bersih."
"Perlu ke rumah sakit? Di depan ada rumah sakit." Bodyguard bertanya dengan penuh perhatian.
Dia menggelengkan kepala, kebetulan rasa sakitnya mulai mereda, nada suaranya kembali normal, "Sekarang sudah baik... tidak perlu ke rumah sakit."
"Tapi wajah Anda sangat pucat." Bodyguard menambahkan.
"Benar-benar tidak apa, aku sering mual kalau makan... jangan berlebihan." Sengaja menggunakan kata "berlebihan", sebenarnya dia tidak ingin Bodyguard melaporkan kejadian ini kepada Shan Yan nanti.
Bodyguard melihat kondisinya sudah stabil, suaranya juga normal, tidak bertanya lagi.
Sementara dia, menyandarkan diri ke sandaran kursi, merasa gelisah. Bagaimana mungkin begini?
