Beberapa hari ini, dia sering seperti sekarang ini, diam-diam memperhatikan wajah Shan Yan yang tertidur pulas.
Dia tahu pria itu orang yang sangat waspada, jadi dia berhati-hati sekali.
Menyamping, menatap detail fitur wajah tampannya, berdoa agar hari-harinya di masa depan bisa bahagia.
Shan Yan bergerak sedikit, memaksanya cepat-cepat menutup mata, berpura-pura tidur pulas. Saat Shan Yan kembali tertidur, barulah dia membuka mata lagi, terus memandang wajah yang membuatnya terikat ini……
Begitulah, semalam lagi berlalu.
Pagi tiba, dia berpura-pura masih tertidur pulas. Shan Yan tak tega membangunkannya, mencium dahinya sebelum pergi ke perusahaan. Di meja samping ranjang, segelas susu hangat masih menanti……
Setelah Shan Yan pergi, dia membuka mata, hati dipenuhi kepedihan yang tak terhingga.
"Dia tidak menyalahkan Tuhan memperlakukan dirinya seperti ini, karena dia memang telah banyak berhutang pada orang lain. Ini mungkin cara Tuhan melunasinya, tapi mengapa Tuhan harus memperlakukan Shan Yan seperti ini?"
"Shan Yan tidak pernah mengecewakan siapapun, dia begitu baik... Dia seharusnya mendapatkan akhir cerita terbaik, mengapa Tuhan masih memberinya siksaan seperti ini?"
"Jika Tuhan adil, apakah ini bisa disebut adil dengan memperlakukan Shan Yan seperti ini?"
Dia bersandar di tepi ranjang, mengangkat segelas susu yang selalu ditaruh Shan Yan di penghangat susu, lalu menyesap seteguk.
Suhunya pas, manisnya sedang, enak sekali.
Dia benar-benar ingin bisa minum susu seperti ini seumur hidup, tapi dia tahu itu mustahil...
Frekuensi rasa sakit di jantungnya selama dua hari ini semakin tinggi. Beruntungnya Shan Yan belum menyadarinya, jadi dia harus menyelesaikan masalah belakangnya sebelum kondisinya terbongkar...
Memikirkan ini, dia menarik napas dalam-dalam, lalu dengan tekad bulat mengambil ponsel di meja samping tempat tidur.
Dia mencantol nomor telepon Lu Jingzhi.
"Kau mau memberitahuku bahwa Shan Yan akan segera menyerahkan catatan kriminal Ji Sixi kepada polisi Jerman, jadi kau datang membujukku untuk berhati-hati?" Nada suara Lu Jingzhi tetap sama, percaya diri dan santai.
"Bukan." Jawabnya datar.
"Oh?" Lu Jingzhi tertawa, "Kalau begitu aku tidak bisa menebak maksudmu menelepon..."
Matanya menatap tirai tipis putih yang tertiup angin di balkon.
Cuaca hari ini mendung, sepertinya hujan akan turun lagi.
“Jantungku mengalami masalah serius, aku tak akan bertahan lama... Jadi, tak ada lagi artinya kau terus bertarung melawan Shan Yan.” Ujarnya dengan datar.
“Apa yang kau katakan?”
Dalam ingatannya, ini pertama kali dia mendengar suara Lu Jingzhi bergelombang. Dia tersenyum tipis, “Kau sudah dengar jelas tadi. Jika tak percaya, suruh saja orang menyelidiki diam-diam ke Rumah Sakit Jiang Group. Nanti kau akan tahu, aku tak berbohong.”
Lu Jingzhi lama tak bersuara.
Dia tahu Lu sedang terkejut dengan fakta ini. Dengan nada datar dia melanjutkan, “Lepaskanlah... Nanti aku akan pergi dari Shan Yan ke tempat yang tak bisa dia temui selamanya. Jadi tak perlu lagi kau lanjutkan permusuhan ini!”
“Ini mustahil... Operasi transplantasi jantungmu dulu dihandle langsung oleh doktor spesialis kardiologi terbaik pilihan Jiang Jun. Tak mungkin ada masalah...” Meski berkata demikian, suara Lu mulai gemetar.
“Mungkin ini sudah takdir. Ditakdirkan aku tak bisa bersama orang yang kucintai...” Ujarnya tenang.
Lu bersuara berat, “Aku akan segera menemuimu!”
Dia tertawa ringan, “Untuk apa? Kau pikir bisa menyembuhkanku?”
“Tak mungkin tak ada dokter yang bisa mengobatimu!” Seru Lu.
Senyumnya semakin getir. “Saat operasi terakhir, dokter sudah bilang transplantasi jantung tak bisa diulang. Sekarang jantungku mulai menyusut. Aku hanya bisa menunggu ajal... Tak ada yang bisa menyelamatkanku!”
“Tidak akan, tak mungkin seperti ini……” Lu Jingzhi terlihat sulit menerima hasil ini.
Dia tersenyum melanjutkan, “Lu Jingzhi, sebenarnya kau tak peduli padaku, karena kau bisa kehilangan aku… Seperti saat itu ketika aku mengarahkan senjata ke kepalaku sendiri, kau tetap bisa tak bereaksi.”
Lu Jingzhi diam. Wanita itu tetap tersenyum, “Yang kau dambakan hanyalah kehangatan, karena semua kehangatan di sekitarmu kau anggap tak tulus, hanya kehangatan yang kuberikan saat kecil yang kau anggap nyata… Padahal kau salah, orang-orang di sekitarmu sungguh peduli padamu…”
“Ji Sixi, Shan Yan… Aku yakin perhatian mereka padamu tulus, hanya saja kau selalu menolak mempercayainya…”
“Ucapanmu ini hanya ingin membuatku menyerah padamu!” Lu Jingzhi berkata. Wanita itu menggeleng, “Aku bicara bukan untuk itu, karena aku segera akan meninggalkan Shan Yan. Jika kau tak mau menyerah, datanglah mencariku, saksikan sendiri aku merana dan layu seperti bunga. Kuharap kau berhenti bermusuhan dengan Shan Yan… Aku memberitahumu ini karena Shan Yan pernah bilang, kau juga orang malang—tanpa orang tua, setelah orang tua angkatmu meninggal, kau terus hidup sebatang kara. Jadi aku yakin hingga ke tulang kau tak jahat, kau sengaja menutupi sifat aslimu dengan topeng jahat agar bisa bertahan di dunia ini dengan…”
“…terus hidup.”
“Lalu kapan rencanamu meninggalkan Shan Yan?” Setelah hening sejenak, Lu Jingzhi tiba-tiba bertanya.
Dengan jujur dijawab, “Setelah proyek 'Green Land' Shan Yan dimulai.”
“Kau benar-benar paham memikirkan kepentingannya, baru pergi setelah masalah di perusahaannya terselesaikan...” Lu Jingzhi menyeringai dingin.
Perempuan itu menjawab dengan lembut, "Inilah arti mencintai seseorang."
Suara Lu Jingzhi terdengar dingin, "Beri tahu waktu pasti kepergianmu."
"Apa yang kau rencanakan?"
"Kalau kau diam, apa aku tak boleh mencarimu?"
"Jadi maksudmu...kau akan menyerah melawan Shan Yan?"
Senyum dingin mengembang di wajah Lu Jingzhi, "Keinginanku sejak awal hanyalah dirimu. Jika bisa memilikimu, untuk apa aku membuang waktu dengan Shan Yan?"
"Kau salah, takkan bisa memilikiku." Suaranya terdengar datar.
Lu Jingzhi terdiam cukup lama.
Melihat gerimis mulai turun di luar, tiba-tiba ia teringat film klasik "Dancing in the Rain" dimana adegan paling romantis adalah saat pemeran utama menari di tengah hujan.
Menurutnya, cukup romantis berbagi payung dengan orang tercinta saat hujan.
Pernah terbayang di benaknya untuk mencoba situasi romantis seperti itu bersama Shan Yan, sayang kini...rasanya tak mungkin terwujud lagi.
"Tahukah kau? Sebenarnya aku harus berterima kasih atas kehadiranmu. Tanpamu, mungkin aku belum mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaan pada Shan Yan..." ujarnya perlahan.
Lu Jingzhi berkata dengan datar, "Aku akan menghubungi dokter. Bagaimanapun, aku tidak akan pasrah melihatmu mati, kecuali kau mengacungkan senjata ke kepalamu sendiri seperti waktu itu - saat itu aku akan menyaksikan dengan pandangan dingin." Dia masih terbenam dalam pikirannya, lalu melanjutkan, "Meski hidupku singkat, sama sekali tak ada penyesalan. Karena aku pernah bertemu Shan Yan..."
