“Dia sudah merencanakan semuanya!!!”
Sebelumnya dia sengaja membuat Qingyou tinggal di sini, tujuannya agar sekarang punya alasan bilang mau pulang bersama Qingyou.
Kalau tidak, dia sangat paham, Shan Yan sama sekali takkan setuju dia pergi ke Kota C sendirian.
Ditambah dia akan bilang ke Shan Yan agar nanti menjemputnya di Kota C, jadi perjalanannya kali ini seharusnya tidak masalah.
Hanya saja, perpisahan kali ini mungkin untuk selamanya, sementara Shan Yan saat ini sama sekali tidak tahu.
Hatinya dipenuhi kepedihan, dia tak ingin berpisah dari Shan Yan...
Tapi ini sudah takdir yang mengakhiri hubungan mereka.
“Aku merasa kau seperti punya pusat permasalahan.”
Suara Shan Yan membuatnya kaget yang tenggelam dalam pikiran, saat menoleh, baru sadar Shan Yan tanpa disadari sudah selesai mandi.
Ia mengenakan robe tidur hitam, seluruh tubuhnya membawa wangi sabun mandi, berpadu dengan aroma khas pria yang hanya dimilikinya, begitu menggoda.
“Kau sudah mandi ya!” Dia bersandar di pangkuannya, puas memandang gemerlap pemandangan malam Kota H dari balik jendela kaca.
Shan Yan memeluknya dari belakang, menghirup rambutnya. “Kau wangi sekali.”
Ekspresinya merekah kemanjaan. “Wanginya sabun mandi, atau wangiku?” Dia juga baru selesai mandi, mengenakan robe tidur putih yang serupa.
“Wangimu.” Shan Yan menggigit lembut daun telinganya.
Dengan malu-malu dia berkata, “Ngomong-ngomong, bukannya kau punya koleksi anggur merah? Ayo kita buka satu botol!”
“Kenapa tiba-tiba ingin minum arak?” Tatapan Shan Yan mengamatinya.
“Ya cuma tiba-tiba pengin aja…” ujarnya dengan pura-pura kesal.
“Baik…” Shan Yan mempatuk bibirnya, seketika melepaskannya lalu berbalik mengambil anggur merah.
Tak lama kemudian, Shan Yan muncul membawa dua gelas anggur merah di hadapannya.
Ia mengambil anggur itu, mengangkat cangkir ke arahnya. “Malam ini kita tak pulang sebelum mabuk.”
Benar, dia telah mempersiapkan diri untuk pergi saat Shan Yan tertidur pulang besok…
Bukan diam-diam pergi, tapi dia takut jika Shan Yan sadar, dirinya akan tak tega untuk pergi…
Alis Shan Yan tiba-tiba berkerut, “Ada apa denganmu?”
“Ya?” keraguan menghiasi wajahnya.
Tatapan Shan Yan tertancap pada anggur merah di tangannya. “Arak sebaik ini, kau bahkan tak mencium harum semerbaknya?”
“Graaah…”
“Kau kenapa?” Shan Yan mengulang pertanyaannya.
Baru sekarang dia sadar, dirinya benar-benar tak boleh ceroboh. Jika tidak, Shan Yan akan menangkap jejak-jejak hubungan ini. Dengan sigap ia menundukkan kepala. “Aku cuma kangen pada dua anak kita… dan Ibuku…”
Shan Yan memandanginya. “Pantas saja tadi wajahmu begitu tegang.”
Desahan pelan meluncur dari bibirnya, “Sejak menemukan Ibu, aku selalu menitipkannya di rumah Bibi Shu. Hampir tak pernah menemaninya. Dua anak kita pun… Aku berjanji akan menemani mereka, tapi komitmen itu tak pernah kutepati.”
“Ini tak sulit…” Shan Yan tersenyum. “Jika kau rindu, kita bisa kembali ke Kota C!”
“Kita?”
Shan Yan dengan manja berkata, “Tentu saja, sekarang perusahaan sudah stabil, aku bisa menemanimu pulang kapan saja.”
Ia seketika menggelengkan kepala, “Aku tahu Proyek Greenland baru saja dimulai, masih banyak urusan di proyek yang perlu kau tangani sendiri. Saat ini kau belum bisa pergi...”
“Sudah kubilang, tak ada yang lebih penting bagiku daripada dirimu.” Shan Yan menjawab dengan nada tegas.
Qingyou tetap menggeleng, “Sebenarnya aku sudah punya rencana. Aku berencana ikut Qingyou pulang kali ini.”
Shan Yan mengangkat gelas anggur dan meneguknya, wajahnya tanpa ekspresi.
Ia tersenyum, meletakkan gelas, lalu memeluk lengan pria itu. “Jangan begitu, aku bukan membuangmu. Aku hanya pulang ke Kota C lebih dulu. Setelah urusan di tanganmu selesai, kau bisa menjemputku dan anak...”
Wajah Shan Yan baru mulai membaik sedikit, mata hitam yang dalam memandanginya. “Aku tak mau berpisah denganmu.”
Mendengar ucapannya, hati perempuan itu begitu pedih.
Karena pertemuan kali ini memang adalah perpisahan selamanya...
“Hanya beberapa hari saja...” Ia merajuk sambil menggoyang-goyangkan lengan pria itu.
Shan Yan mendesah pelan, “Hari-hari tanpamu, satu detik pun terasa sangat panjang bagiku.”
Kepedihan di hatinya semakin menjadi, tapi ia berusaha menutupinya dengan senyuman. “Sudahlah, jika kau benar-benar tak mau aku ikut Qingyou pulang, aku akan tetap di sini menemanimu. Nanti kita pulang ke Kota C bersama...”
Shan Yan mengangkat tangan dan membelai lembut wajahnya. “Kau begitu merindukan dua anak kita, mana mungkin aku tega menahanmu di sini dengan egois?”
Dia mengulurkan tangan menempelkan tangan Shan Yan. "Aku tak mau kau tidak bahagia..."
"Bukan aku tidak bahagia, hanya saja aku tak tega berpisah denganmu." Shan Yan berkata serius.
Senyum lembut merekah di wajahnya. "Kamu benar-benar bodoh, kita punya waktu seumur hidup. Aku khawatir nanti kamu akan bosan setiap hari bersamaku..."
"Tidak akan." Shan Yan semakin bersungguh-sungguh, "Bersamamu, aku takkan pernah bosan seumur hidup..."
Matanya berkaca-kaca memandangnya. "Kalau begitu kau setuju aku ikut Qingyou pulang?"
Shan Yan menunduk mencium dahinya, dengan penuh kasih berkata, "Karena kamu bersama Qingyou, dan ada bodyguard Qingyou yang mengawal, aku tidak khawatir."
Mata wanita itu sedikit berair. "Kalau begitu urusan perusahaan cepat diselesaikan dan jemput kami dengan anak ya..."
"Bodoh, menangis untuk apa?" Shan Yan mengusap lembut jejak air matanya dengan ibu jari.
Dia tersenyum, "Aku hanya sangat puas melihatmu begitu menyayangiku."
Shan Yan tersenyum kecil, merangkulnya erat. "Kulihat sekarang kau semakin emosional."
Wanita itu berkata, "Ketika seseorang semakin emosional di hadapan pria, artinya wanita itu semakin mencintainya."
Shan Yan memeluknya puas, menghirup aroma harum lembut dari tubuhnya. "Qingyou berangkat besok pagi... Jadi kamu bersiap ikut besok pagi?"
Dia mengangguk, "Awalnya Qingyou berangkat lusa, tapi acara amal di sini berakhir lebih cepat, jadi berangkat besok."
Shan Yan kembali mendesah pelan. "Baiklah, sampai di Kota C, selain merawat dua anak, jangan lupa merawat diri sendiri juga..." Shan Yan mencium dahinya dengan penuh kasih.
"Aku tahu..."
Dia berbalik badan, mengambil kembali anggur merah, bersulang dengannya. "Malam ini kita minum beberapa gelas dengan santai..."
Alis Shan Yan berkerut. "Kenapa kau ingin menyuntikkanku alkohol?"
Dengan sengaja dia melotot kesal pada Shan Yan. "Aku bisa memabukkanmu? Aku hanya ingin bersamamu secara romantis... Lagipula di malam seperti ini, minum anggur merah, bukankah sangat beraura?" Dia menyipitkan mata, memandangnya dengan tatapan hipnotis.
Shan Yan mengulurkan tangan mengangkat dagunya perlahan. "Kau paham situasi, masih tahu harus menjilatku..."
Seberkas rasa malu merekah di wajahnya. "Soalnya kita akan berpisah beberapa hari, tentu aku harus..." Dia tidak melanjutkan, karena tahu rayuan manis yang tepat adalah yang paling menggoda. Bola mata hitam pekat Shan Yan benar-benar dipenuhi nafsu, menunduk, membisikkan di telinganya dengan suara serak, "Kalau begitu malam ini aku pasti akan bekerja keras..."
