Dia takkan menyerah pada Shan Yan begitu saja.
Dia yakin ia pasti takkan melupakannya. Meski saat ini ia tak ingat, tapi bayangannya pasti masih tersimpan di kedalaman pikirannya...
Asal dia sabar menggali ingatannya, akhirnya pasti akan teringat...
"Mama, kita kembali ke Kota C saja. Aku tak mau lihat Ayah memperlakukanmu seperti itu lagi..."
Xiao Xi keluar dari kamar mandi, melihatnya terpaku, berbisik.
Dia tersentak, meski relung hati tangisi berat, tetap merekah senyum memeluk Xiao Xi, menyeka rambut basahnya. "Bodoh, bukankah sudah Mama bilang? Ayah hanya sakit... Ayah akan baik-baik saja..."
Xiao Xi menopangnya, mata berkaca-kaca. "Tapi Mama, Ayah takkan biarkan kita mencarinya lagi..."
"Aku tahu."
“Lalu kita harus bagaimana?” Xiao Xi berkata dengan tak berdaya.
Ia berbisik penuh kasih, "Besok kita akan kembali menunggunya di garasi... Mama pasti akan membuat Ayah mengingat masa lalu."
Xiao Xi mengerutkan hidungnya. "Tapi Mama, aku benar-benar tak mau melihat Ayah marahi Mama lagi..."
Ia memeluk Xiao Xi erat-erat, "Percayalah pada Mama, kondisi Ayah akan membaik..."
Xiao Xi merintih terisak-isak.
Ia mencium kening Xiao Xi, "Sayang, Mama baik-baik saja... Ayo, Mama temani kau tidur."
"Ya."
……
Sepanjang malam itu, Xiao Xi baru tertidur larut, sementara ia terjaga hingga fajar.
Bayangan Shan Yan yang menyentak tangannya dengan kasar membuat hatinya terasa sakit menusuk.
Dulu, Shan Yan pasti akan sangat bahagia jika dirinya mau memeluknya seperti ini...
Sayangnya dulu ia tak pernah menghargai perasaan itu, hingga kini tak ada lagi kesempatan...
Di jam yang sama, mereka tiba di pintu masuk bawah tanah gedung apartemen Shan Yan.
Cuaca hari ini terasa lebih dingin dari kemarin, pipi Xiao Xi memerah karena kedinginan.
Sebenarnya ia tak ingin membawa Xiao Xi hari ini, tapi si kecil bersikeras datang...
"Mama, sudah lewat tujuh. Jangan-jangan Ayah tidak pulang hari ini?" Xiao Xi melirik jam digital di pergelangan tangannya.
Ia menghangatkan pipi Xiao Xi dengan telapak tangan. "Ayah pasti pulang. Mungkin dia masih harus lembur."
Shan Yan pasti tak menyangka mereka masih menunggu di sini, jadi mustahil dia sengaja menghindar...
Xiao Xi menggigil kedinginan. "Baiklah, kita tunggu lagi..."
"Sudah kubilang jangan datang." Dia melepas syalnya sendiri, menutupi sebagian besar wajah Xiao Xi, menjaga kehangatan pipi anak itu.
Hanya dua mata Xiao Xi yang terlihat, menatapnya, "Mama, aku tak akan meninggalkanmu sendirian..."
"Si kecil yang bodoh." Dia mengusap kepala Xiao Xi.
Xiao Xi menarik napas dalam-dalam, wajah yang kembali bersemangat.
Tiba-tiba sorot lampu mobil menyilaukan menerpa tubuh mereka.
Pandangan mereka mengikuti arah mobil, kebetulan yang datang adalah mobil Shan Yan.
Xiao Xi berseru girang, "Mama, mobil Ayah..."
"Ya," buru-buru dia berpesan, "Jangan kau halangi mobil Ayah seperti semalam, itu bahaya, paham?"
Xiao Xi mengangguk penuh pengertian, "Aku tahu."
"Tunggu di sini, jangan berkeliaran."
"Ya."
Dia mencium dahi Xiao Xi, lalu berjalan menuju mobil Shan Yan.
Qin Kai terpaksa menghentikan mobil karena kehadirannya.
Langsung dia menuju kursi belakang, memandang Shan Yan yang mengenakan setelan biru tua, mengetuk kaca jendela. "Turun, turun..."
Ekspresi Shan Yan muram, tak sekilas pun menoleh.
Dari gerakan bibir Shan Yan yang sedang berbicara, sepertinya memerintahkan Qin Kai untuk langsung menyetir.
Qin Kai tentu saja tunduk pada perintah, tapi karena wanita itu terus mendesak, Qin Kai tak berani menginjak gas.
Wajah Shan Yan mulai semakin jelek.
Saat itu Xiao Xi juga berlari mendekat, ikut menepuk-nepuk pintu mobil bersama ibunya. "Ayah... Aku dan Mama kedinginan... Bawa kami pulang ke rumah, ya..."
Jelas Shan Yan bisa mendengar, tapi sengaja mengabaikan.
Wanita itu tak mau menyerah begitu saja, terus menerus menepuk jendela mobil...
Tiba-tiba Shan Yan mengeluarkan ponselnya dan menekan serangkaian nomor.
Ia tak tahu Shan Yan menelepon siapa, tapi sama sekali tak akan menyerah. Ia harus membuat Shan Yan mengingat hal-hal masa lalu...
Namun tak disangkanya, Shan Yan ternyata menelepon polisi.
Saat wanita itu sekitar sepuluh menit menepuk jendela mobil, mobil polisi berhenti di belakang mobil Shan Yan.
Ia tak tahu apa yang sebelumnya dikatakan Shan Yan pada polisi, tapi tanpa banyak tanya, polisi langsung menariknya dan Xiao Xi. Saat mereka dibawa polisi untuk menjalani investigasi, mobil Shan Yan langsung masuk ke garasi bawah tanah.
Belakangan baru diketahui, Shan Yan melaporkan pada polisi bahwa dirinya diganggu wanita asing. Agar wanita itu tak terus mendesak, ia meminta polisi menanganinya...
Setelah penjelasan panjang darinya dan Xiao Xi, akhirnya polisi percaya bahwa ia adalah mantan istri Shan Yan. Tapi polisi tetap menasihatinya agar tak mengganggu mantan suami lagi...
Memandang mobil yang sudah menghilang, ia terpaksa kembali ke hotel tempat mereka menginap bersama Xiao Xi.
Malam itu, keyakinannya terkikis hampir separuh.
Tak disangkanya Shan Yan benar-benar melapor ke polisi. Jika Xiao Xi tidak mirip sekali dengan Shan Yan, mungkin polisi tak akan percaya bahwa dia adalah mantan istrinya, dan akan menahannya dengan tuduhan pelecehan...
Perlahan ia mulai menyadari, mungkin Shan Yan benar-benar tak akan datang lagi...
Ia sudah benar-benar melupakannya, sehingga bisa memperlakukannya seperti orang asing...
Bagaimana ini?
Apakah mereka tak mungkin lagi bersatu?
"Mama, jangan nangis... Meski tanpa Ayah, aku dan Xiao Bei akan melindungimu." Xiao Xi tiba-tiba muncul di sampingnya, berusaha menghibur.
Melihat pipi merah Xiao Xi yang kedinginan, hati ibu ini dipenuhi penyesalan. "Maafkan Mama, kau harus ikut kedinginan menjelaskan pada polisi..."
Xiao Xi menggosok tangan dinginnya, berkata serius, "Mama, kita berhenti mencari Ayah, ya? Ia sudah tak mau kita lagi..."
"Aku..."
Mata kecil yang berkaca-kaca itu menatapnya memohon. "Mama, Ayah takkan kembali... Ia sudah punya pacar baru. Ia sudah meninggalkan kita..."
"Bodoh, kan Mama bilang Ayah hanya sedang 'sakit'..." Ia berusaha mempertahankan keyakinan sang anak.
Namun, setiap kali mendapat perlakuan dingin dari ayah, Xiao Xi kehilangan semua keyakinannya. "Mama, aku sudah besar. Aku tahu Ayah bukan 'sakit', Ayah hanya punya wanita lain. Ia sudah tak mencintaimu lagi..."
Dia tak tahu bagaimana menjelaskan pada anak-anaknya, dada kembali dipenuhi kepedihan yang muncul bergelombang.
Xiao Xi memeluknya, berkata tersekat, "Mama, tak apa... Meski Ayah tak mencintaimu, aku dan Xiao Bei tetap akan mencintaimu... Aku tak mau melihat Mama menangis lagi..."
Rupanya anak-anaknya tersayat hatinya melihatnya. Sebenarnya ia sudah berusaha keras mengendalikan diri agar tak menitikkan air mata di hadapan mereka, sayang kendalinya tak cukup baik...
