Setelah terbaring di rumah sakit selama dua minggu penuh, akhirnya dia sembuh dan keluar dari fasilitas medis.
Di hari kepulangannya, semua orang hadir, bahkan Mu Ying dan Guan Yumo pun datang.
Wajah mereka penuh senyum bahagia, mendoakan kelancaran proses pemulihannya.
Dia tahu seharusnya mengucapkan terima kasih satu per satu, tapi perasaannya terlalu tenggelam dalam dunianya sendiri, hingga bahkan tak sadar bagaimana sampai di Kediaman Keluarga Gu...
Baru ketika teriakan ibu mertua masuk ke telinganya, dia sadar telah berada di kamar pribadinya bersama Shan Yan dulu di Kediaman Gu.
“Tenang saja, Shan Yan dan Linda waktu itu tidak menginap di sini. Aku menyiapkan kamar tamu untuk mereka... Kamar utama ini selamanya milikmu,” ujar ibu mertua.
Dari kesadarannya yang bengong, dia mencari akal sehatnya untuk bertanya, “Ibu, pernahkah sesaat Ibu merasa Shan Yan mungkin belum melupakanku? Misalnya saat lewat kamar ini, apakah dia pernah berhenti?”
Ibu mertua mendesah, menepuk tepi ranjang menyuruhnya duduk.
Dia dengan patuh duduk, tatapannya penuh harap pada ibu mertua. Ibu mertua menahan pandangannya, di mata tersimpan rasa memalukan. "Su Mo, Ibu tak mau menyembunyikan... Selama Shan Yan dan Linda tinggal di sini, Ibu hanya melihat kemesraan mereka, tak ada tanda-tanda Shan Yan mulai mengingatmu. Jadi... Kau jangan terlalu banyak berpikir. Tubuhmu baru saja
mulai pulih, jangan membebani pikiran dengan beban seberat ini."
Hatinya seolah dipaksakan jatuh dari ketinggian, berhamburan berkeping-keping. Dengan berat hati dia menutup mata.
Ibu mertua menggenggam tangannya, kehangatan menyelimuti dinginnya. "Kulihat kau lelah. Beristirahatlah sebentar... Malam ini Ibu sudah mengundang semua orang untuk makan malam di rumah kita. Jika kau merasa sesak, nanti malam akan kusuruh Qingyou menemanimu mengobrol."
Hatinya masih tertancap dalam rasa sakit yang menusuk. Dia menahan napas, "Xiao Xi dan Xiao Bei?"
Ibu mertua menjawab lembut, "Saat Qingyou datang nanti, dia akan membawa Xiao Xi dan Xiao Bei... Xiao Xi belum tahu kau baru saja menjalani operasi, hanya bilang kau pergi ke luar negeri mengurus urusan imigrasi."
"Baik." Dia akan bekerja sama.
"Istirahatlah baik-baik. Ibu pamit dulu." Sebelum pergi, ibu mertua tak lupa menopang bahunya, memberi hiburan.
"Ya."
Bunyi kursi roda ibu mertua menjauh perlahan menghilang.
Baru setelah kamar utama yang luas kembali sunyi, dia membuka mata.
Menghadapi tempat yang kosong namun pernah dipenuhi jejak kemesraan dia dan Shan Yan ini, matanya terasa perih menyengat.
Mengapa Tuhan bahkan merampas harapan terakhirnya dengan begitu kejam?
Mengapa burung bangau kertas bukan diajari oleh Shan Yan?
Mengapa akhir hubungannya dengan Shan Yan pada akhirnya tetap seperti ini...
……
"Mama, Mama..."
Dalam tidur pulas mendengar teriakan Xiao Xi, perlahan dia membuka mata.
Wajah Xiao Xi merekah senyuman cerah, merangkak ke ranjang lalu menarik lengannya. "Mama, si pemalas ini, kau masih belum bangun... Kakek Matahari sudah tenggelam."
Melihat senyuman polos sang anak, dia melupakan dirinya yang terus menangis dalam mimpi, lalu tersenyum. "Mas ganteng, Tante yang mengantarmu pulang?"
"Bukan, Nenek menyuruh supir menjemputku dan adik." Xiao Xi melaporkan sejujurnya.
Alisnya berkerut penuh keraguan, "Tante tidak ikut bersama kalian?"
"Tidak!"
Hah? Bukannya ibu mertua mengundang semua orang makan malam bersama?
……
Setelah mandi cepat, dia menuntun tangan Xiao Xi turun tangga.
Sebelumnya mengira akan menghadapi riuh rendah ruang tamu, tak menyangka seluruh Kediaman Gu sunyi sepi.
Tante Qu baru saja keluar dari dapur, dia buru-buru bertanya, "Tante Qu, apakah Ibu tidak mengundang semua orang untuk makan bersama?" Tante Qu melaporkan sejujurnya, "Xinmei memang mengundang, tapi sayangnya Jiang Jun tiba-tiba ada urusan bisnis yang harus ditinggalkan, Jiang Jun meminta Qingyou untuk ikut serta. Sedangkan pasangan Que Yan harus bergegas kembali ke Prancis karena urusan dadakan... Melihat kedua pasangan ini tidak datang, Direktur Guan dan istrinya pun menolak undangan makan malam dengan halus... Akhirnya Xinmei membatalkan acara makan malam hari ini."
Tidak mengundang orang lain, membatalkan jamuan hari ini."
"Kebetulan sekali?" Dia terlihat agak terkejut.
Tante Qu mengangguk, "Benar, mungkin karena sibuk mengurus urusanmu selama ini, semua orang sudah mengorbankan banyak pekerjaan. Sekarang kamu sudah keluar dari rumah sakit, mereka harus segera menangani tugas-tugas yang tertunda..."
Dia mendesah penuh penyesalan. "Benar, belakangan ini sungguh merepotkan semua orang karena harus mengkhawatirkanku!"
"Tentu saja! Bahkan aku sendiri sampai menahan napas karena cemas!"
Tiba-tiba terdengar suara Lu Jingzhi, dia menoleh ke arah lobi.
Lu Jingzhi muncul dalam pandangannya dengan senyuman cerah bagai bulan purnama.
Senyumnya merekah, "Kenapa kau datang lagi?"
Lu Jingzhi langsung menghampirinya, senyuman tak pudar dari wajahnya. "Kenapa, tidak menyambutku?"
"Tentu saja tidak... Aku senang bertemu denganmu." Itu benar adanya. Sejak menyelami lapisan perasaan terdalam di hati Lu Jingzhi, persepsinya terhadap pria ini telah berubah drastis.
Saat ini, dia sepenuhnya memandang Lu Jingzhi sebagai "Tan Yan", sahabat baiknya selama ini.
Lu Jingzhi mencibir, menunduk memandang Xiao Xi. "Ini anakmu?"
Dia mengangguk, segera berkata, "Xiao Xi, cepat panggil Paman Lu."
Xiao Xi yang penuh pengertian menyahut, "Paman Lu."
Lu Jingzhi membalas dengan senyuman penuh kasihan, berkomentar haru, "Aku seusia denganmu, tapi anakmu sudah sebesar ini. Sungguh membahagiakan."
Xiao Xi menunjukkan wajah polosnya, "Kalau begitu Paman Lu juga harus cepat menikah! Biar tidak ketinggalan jauh dari Mama!"
Lu Jingzhi tiba-tiba tertawa terbahak, "Baik, Xiao Xi... Tapi Paman belum punya calon istri. Bolehkah Paman mengejar Mama-mu?"
Xiao Xi langsung membeku. "Paman Lu, serius?"
Dia segera mencengkeram lengan Lu Jingzhi, "Jangan bercanda! Anak kecil bisa menganggapnya serius..."
Lu Jingzhi perlahan menghapus senyumannya, berjongkok menyamakan tinggi dengan Xiao Xi sambil memegang bahu anak itu. "Nak, Paman hanya bercanda... Paman sudah punya orang yang disukai..."
"Oh." Xiao Xi menunjukkan sedikit kekecewaan.
Lu Jingzhi bertanya, "Ada apa, Nak?"
Xiao Xi bergumam lirih, "Aku tidak mau Mama sendirian nanti. Menurutku Paman Lu orang yang baik."
Lu Jingzhi mengusap kepala Xiao Xi. "Bodoh, Mama-mu pasti akan dirawat oleh orang yang sangat baik nanti..."
Xiao Xi mengangguk kuat-kuat.
……
Malam itu, hanya Lu Jingzhi yang tetap tinggal untuk makan malam.
Setelah makan malam, mereka berdua menuju balkon di lantai dua vila.
Meski kegelapan malam di Bukit Bao tak seindah Gunung Boming, bintang-bintang di sini justru terlihat lebih terang.
“Saat ini, dia memandangi langit malam, memulai pembicaraan, „Lu Jingzhi, kapan kau akan kembali ke Jerman?‟”
„Besok malam... Sebenarnya awalnya langsung ke Jerman, tapi ada urusan mendadak di New York, jadi mungkin harus mampir ke New York dulu.‟
„Jadi besok kau ke New York dulu?‟ Langsung dia menoleh tajam.
Lu Jingzhi melihat ekspresinya, tertawa kecil bertanya, „Ada apa?‟
Dia menyeringai, „Itu... Waktu aku sadar dulu, kau bilang kalau aku memutuskan tinggal di luar negeri, kau akan memberiku vila di New York.‟
„Tentu, aku tak pernah ingkar janji.‟ Lu Jingzhi menjawab tulus. Dia tersenyum lembut, „Kalau begitu... Besok aku ikut kau ke New York, aku tak mau lagi tinggal di sini...‟
