"Keesokan harinya, dia membawa Xiao Xi mengurus prosedur pindah sekolah."
"Semuanya lancar, Xiao Xi juga sangat yakin dengan pelajaran di New York."
"Bahasa Inggris Xiao Xi sebelumnya sudah cukup baik, jadi dia tak perlu khawatir hari-hari Xiao Xi di New York tak bisa beradaptasi."
"Saat bersiap kembali ke Kediaman Keluarga Gu, tak disangkanya bertemu ayahnya."
"Saat itu ayah menghentikan mobilnya, seluruh dirinya terlihat terpuruk."
"Dia berpesan agar Xiao Xi tetap dengan patuh di mobil, lalu turun."
"Tak disangka, ayah tiba-tiba bersimpuh dengan byur di hadapannya."
"Dia sama sekali tak menyangka."
"Apa yang kau lakukan ini?"
Ayah tubuhnya gemetar, "Xiao Mo, Ayah tahu salah, kau biarkan Shan Yan memaafkan Ayah sekali. Ayah tak mau masuk penjara lagi, beri Ayah kesempatan bertobat…"
Dia menyilangkan tangan di dada, teringat ayah yang dulu membantu Linda menuduhnya menipu Shan Yan. Bibirnya menyeringai dingin. "Orang sepertimu tak pantas dapat kesempatan kedua…"
Ayah bersimpuh di hadapannya, memeluk erat kakinya. "Xiao Mo, lihatlah Ayah sudah membesarkanmu bertahun-tahun. Kasihanilah, bebaskan Ayah. Ayah janji takkan muncul lagi di hadapanmu…"
"Tunggu, kau bilang minta Shan Yan memaafkanmu?" Alisnya berkerut, "Kau tidak salah?"
"Benar! Sekarang ada orang memburuku, bersumpah akan membiarkan mayatku tergeletak di jalan. Pasti orang suruhan Shan Yan diam-diam membeli pembunuh bayaran... Kumohon, bicaralah padanya, selamatkan nyawaku." Tangan ayah mencengkram pahanya, tangisan histeris.
Dia memandangi mantan pemimpin generasi pertama ini, dalam hati tertawa getir.
Inilah hukum karma: Kejahatan akan berbalas dengan kehancuran. Orang jahat pasti mendapat hukuman setimpal.
Sayang ayah salah menuduh. Yang menyewa pembunuh pasti bukan Shan Yan, melainkan Lu Jingzhi…
Mungkin ayah belum tahu bahwa dia dan Lu Jingzhi sudah menjadi sahabat... Dia pun membungkuk, perlahan melepaskan jari-jari ayah yang mencengkeram erat kakinya. Suaranya datar dan dingin, "Aku pernah memberimu kesempatan untuk memperbaiki diri, tapi kau tidak menghargainya. Kau malah membantu orang luar untuk melawan anakmu satu-satunya. Jadi, kau tidak pantas dikasihani... Dan aku juga bukan-"
"lagi anakmu..."
"Xiao Mo..."
Dia mengabaikan teriakan memilukan ayahnya, langsung melepaskan genggaman tangan ayah. "Hati-hatilah dengan langkahmu!" Lemparnya kalimat itu sebelum berbalik menuju mobil tanpa ragu.
Ayah segera bangkit mengejarnya, tapi terhalang pintu mobil yang terkunci.
Ayah menghajar pintu mobil dengan keras, "Xiao Mo, kumohon... selamatkan Ayah kali ini... Ayah sudah tahu salah. Asal kau mau kasih Ayah jalan untuk hidup, Ayah tak akan muncul lagi di hadapanmu, kumohon..."
Menutupi telinga Xiao Xi, dia memandang ke depan dengan dingin. Perintahnya pada supir Kediaman Gu tanpa emosi, "Gas."
Supir langsung menginjak gas, melesat meninggalkan ayah yang terpelanting.
Tanpa persiapan, tubuh ayah terjatuh keras di lantai kayu.
Tatapannya tetap dingin menyaksikan adegan itu. Meskilau air mata berkerlip di matanya, ingatan akan segala perbuatan ayah terhadap ibu dan dirinya membuat relung hatinya tak tersentuh rasa malu.
……
Tiba di Kediaman Gu tepat siang hari. Ibu mertua dan Tante Qu secara pribadi memasak banyak makanan enak sebagai bekal perjalanannya.
Xiao Xi, karena insiden kecil tadi, setengah hari tak minum seteguk pun sup yang diambilkan ibu mertua.
Ibu mertua menyadari, bertanya penuh perhatian, "Xiao Xi, kenapa kau tak minum kuahnya?"
Xiao Xi memandangnya, setelah mendapat persetujuan diam-diam darinya, barulah berbisik, "Nenek, tadi aku dan Mama bertemu kakek..."
Xiao Xi sebenarnya mengenal ayahnya, karena selama tahun-tahun ayahnya menyuruhnya pura-pura mati, ayahnya pernah beberapa kali datang menemui dia dan Xiao Xi.
Jadi sejak awal ketika Jiang Jun menghadapi ayahnya, dia bahkan pernah memohonkan pengampunan untuk ayahnya.
Hanya sekarang dia baru benar-benar melihat wajah asli ayahnya - ia hanyalah binatang buas tanpa perasaan, semua yang dilakukannya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.
"Apa?" Ibu mertua terguncang, meletakkan sumpit di tangannya. "Su Mo, benarkah? Ia tidak melakukan sesuatu padamu kan?"
Xiao Xi buru-buru menjawab, "Nenek, kakek sedang menangis... Ia bersimpuh di lantai kayu, memohon pada Mama."
"Ini... apa yang terjadi?" Ibu mertua bertanya dengan ragu.
Dia tak ingin membuat ibu mertua khawatir, lalu melaporkan sejujurnya, "Ayahku sedang dikejar, sekarang tak ada jalan untuk melarikan diri. Ia mengira Shan Yan yang mengejarnya, jadi menyuruhku memohon pada Shan Yan untuk membebaskannya..."
"Tak mungkin! Bagaimana mungkin Shan Yan?" Ibu mertua dan dia sama-sama memiliki keraguan ini.
Dia mengangguk, "Jelas sudah ayahku salah informasi. Orang yang mengejarnya, tak mungkin berasal dari pihak Shan Yan... Tapi, siapapun yang mengejarnya, ini pantas ia terima."
Ibu mertua muram wajahnya, marah berapi-api berkata, "Benar, orang seperti ini sama sekali tak pantas dikasihani, biarkan kejahatan mendapat balasan setimpal..."
"Tapi Mama, dia tetap kakek." Tatapan polos Xiao Xi memandanginya, di mata hitamnya terlihat sedikit rasa tak tega.
Dia perlahan mengelus kepala Xiao Xi. "Sayang, Mama akan menangani urusan ini, kau makan yang baik..."
Xiao Xi mengangguk penuh arti. "Ya."
……
Dia benar-benar bisa menyaksikan hukuman yang sedang ayahnya terima dengan pandangan dingin, tapi dia tahu, ini hanya akan mengajari anaknya "kata kejam".
Karena di dunia anak-anak, tak ada orang jahat sejati, apalagi orang ini masih kakeknya.
Meski ayah telah melakukan banyak kejahatan, ada satu hal yang harus diakuinya, ayah memang membesarkannya, walau egois, tapi juga memberinya kehidupan mewah bertahun-tahun, dan saat melahirkan Xiao Xi dulu, jika bukan karena ayah, mungkin dia tak punya syarat untuk membesarkan Xiao Xi...
Jadi, dia akan memberi ayah satu kesempatan.
Tapi ini yang terakhir, dan sejak saat itu, dia tak akan lagi punya hubungan apapun dengan ayah.
Hubungan ayah dan anak mereka, benar-benar terputus bagai terpotong pedang.
Setelah menelepon Lu Jingzhi, Lu Jingzhi datang ke Kediaman Keluarga Gu.
Melihat ekspresinya yang melankolis, Lu Jingzhi bertanya penuh perhatian, "Ada apa, sebentar lagi meninggalkan Kota C, mulai tak tega?"
Dia menggelengkan kepala, menatap Lu Jingzhi dengan tulus. "Aku tahu kau membantuku, tapi aku ingin memberinya jalan hidup."
Lu Jingzhi seketika mengerutkan alis, jarang-jarang menunjukkan ekspresi bingung, "Kau bilang apa, bagaimana aku tidak paham?"
Dia seketika menceritakan pada Lu Jingzhi tentang ayahnya yang hari ini menghentikan mobilnya.
Lu Jingzhi setelah mendengar, tertawa terbahak-bahak, "Apa? Kau kira aku yang menyuruh orang menghadapi ayahmu?"
Dia terkejut, "Bagaimana... Bukan kau?"
Lu Jingzhi menyembunyikan senyuman, kembali ke ekspresi serius, "Nona Su Mo, meski aku sangat memperhatikanmu, dan selalu teringat dukunganmu padaku waktu kecil, tapi belum sampai ingin membantumu melawan ayahmu... Jadi, ini benar-benar bukan perintahku."
Dia seketika membeku, "Kau serius?"
Lu Jingzhi menjawab dengan tegas, "Tentu, jika memang kulakukan, untuk apa kusembunyikan darimu?"
Dia mengerutkan alis, "Tapi Jiang Jun dan mereka juga tak mungkin membantuku melakukan ini..."
Karena jika benar-benar ingin melawan, Jiang Jun dan kawanannya justru akan lebih dulu membantunya menghadapi Su Mo.
Lu Jingzhi menopang dagu berpura-pura merenung sebentar, "Ayahmu bilang ini perintah Shan Yan, mungkinkah benar Shan Yan?"
"Ini tak mungkin..." jawabnya segera. Lu Jingzhi berkata, "Ayahmu orang pintar, secara logika tak mungkin salah... Jangan-jangan Shan Yan sudah pulih ingatan?"
