Linda justru tersenyum getir penuh kepedihan mendengar suara itu. "Sekarang, kau percaya?"
Dia hanya merasakan gemuruh di telinganya, otaknya sedikit kacau.
Linda tiba-tiba menoleh ke belakangnya, "Lihat, Shan Yan datang!"
Tubuhnya membeku seketika, entah mengapa keberanian untuk menengok tiba-tiba menghilang.
Ya, dia tak punya keberanian untuk menengok dan mengonfirmasi kebenaran ucapan Linda, karena takut ini hanyalah jebakan baru yang dirancang Linda untuknya.
Mungkin Linda yang sudah mendapatkan segalanya ingin menghancurkannya sampai hancur lebur...
Dia tak berani mengandalkan keberuntungan, apalagi mempercayai perkataan Linda.
Tiba-tiba, empat pria setelan jas mengelilingi Linda dengan pose protektif.
Ini membuatnya sadar: benar ada seseorang datang, dan orang itu perlahan mendekati mereka...
Linda menatap tanpa berkedip ke arah orang di belakangnya, senyum murni merekah di wajahnya. "Aku tahu kau pasti datang, karena kau takut aku benar-benar akan menyentuh Su Mo..."
Orang itu tak menjawab Linda, sementara dia tetap tak punya nyali untuk menoleh.
Empat pria setelan jas mulai mengorek senjata dari saku jas mereka saat pendatang itu semakin mendekat, mengarahkannya ke sisi tempatnya berdiri.
Gadis itu gemetar ketakutan melihat senjata-senjata itu.
Tiba-tiba, kekuatan lengan yang familiar menyandar di bahunya. Telapak tangan hangat itu membungkus bahunya dengan lembut. Suara bernada merdu yang selalu dirindukannya bergema di telinganya, "Jangan takut!"
Jantung dia seketika seolah berhenti berdetak, membuat tubuhnya membeku.
Dia tak percaya suara manja yang familiar ini masih bisa masuk ke telinganya. Hidungnya mulai terasa kepedihan, hangat mengalir dari relung hati terus-menerus.
Detik berikutnya, dia refleks mengangkat kepala, menatap orang di sekitarnya.
Hatinya gemetar hebat, namun karena rasa tegang dan gugup.
Ya, yang dilihatnya persis wajah tampan bersudut tajam yang familiar dalam ingatannya - fitur wajah lebih dalam dan tiga dimensi daripada orang biasa. Bukan aura bangsawan seperti Jiang Jun, tapi memiliki aura dingin yang tajam khasnya.
Tatapannya tajam bagai menginjak-injak rakyat jelata, seakan telah menembus segala hal duniawi.
Benar, inilah orang yang dikenalnya...
Shan Yan...
Matanya langsung kemerahan, tapi dia cepat mencubit pahanya sendiri, takut semua ini hanya ilusi. Tapi Shan Yan di depan mata tak menghilang, segala sesuatu di sekeliling juga tetap ada.
Suaranya tersekat, "Benarkah? Kau benar-benar... Shan Yan?"
Shan Yan menarik kembali tatapan dinginnya yang mengarah ke seberang, lalu memandangnya.
Seketika tatapannya berubah lembut bagai matahari musim dingin, dengan sikap arogan dan hasrat posesif khasnya di mata. Suaranya serak berkata, "Maaf... telah membuatmu menderita begitu lama..."
Air matanya mulai jatuh tak terkendali, butiran demi butiran bagai mutiara giok yang putus talinya.
"Jangan menangis..." Shan Yan perlahan menangkup wajah wanita itu, ibu jarinya menyeka air mata yang mengalir dari sudut matanya. "Tak mau kau menangis... Aku akan tersayat hati."
"Bukan aku sedang bermimpi, kan?" terisak dia.
Shan Yan tersenyum, mata hitam yang dalamnya penuh kemanjaan. "Tidak... Su Mo, kau tidak bermimpi, ini aku..." Takut dia tidak percaya, ia menggenggam tangannya menyentuh posisi jantung di dadanya.
Jantungnya berdetak kencang justru karena dia.
Seketika dia berubah menjadi boneka air mata, suara tersekatnya berkata, "Jadi... apa yang Linda bilang benar... Kau tidak melupakanku?"
"Bodoh..." Dengan sabar Shan Yan mengusap air mata di sudut mata dan wajahnya, menatap dalam-dalam. "Aku sangat mencintaimu, mana mungkin aku melupakanmu?"
Dia menangis seperti anak yang menderita, "Tapi bukankah Linda menggunakan teknologi tercanggih untuk menghapus ingatanmu?" Shan Yan menjelaskan sabar, "Awalnya memang begitu, aku melupakanmu, mempercayai semua yang Linda katakan... Tapi setelah kembali ke Kota H, entah mengapa, semua ingatan tentangmu perlahan kembali ke kepalaku... Pertama kali teringat padamu adalah malam saat aku kembali ke apartemen, ketika sampai di pintu, tiba-tiba aku ingat ada seorang wanita pernah berjongkok di sini, bahkan bayangan saat aku membuka pintu dan menciumnya... Sayang saat itu kepalaku sakit, tak banyak yang kuingat... Tapi kemudian semakin banyak kenangan yang pulih, bayangan dan wajahmu di pikiranku
"Semakin jelas juga, akhirnya, aku menemukan kembali semua ingatan yang terkait denganmu."
"Bagaimana mungkin, tak pernah ada orang yang bisa mengingat..." Linda merasa tak percaya dengan kenyataan ini, terus-menerus menggelengkan kepala.
Shan Yan mengabaikan teriakan Linda. Setelah mengusap semua air matanya, ia merangkulnya erat dalam pelukannya. "Aku sangat merindukanmu..."
"Aku juga..."
Dia mengulurkan tangan memeluknya. Lebih banyak air mata mengalir dibanding tadi, tapi dia sama sekali tak peduli, mengusap semuanya di kemeja putih mahal miliknya.
Shan Yan menunduk mencium dahinya, berkata dengan suara penuh kerinduan, "Aku tak akan pernah membiarkanmu pergi lagi dariku..."
Dia memeluknya erat-erat, takut semua ini hanyalah mimpi. Beruntungnya, mimpi ini belum berakhir sampai sekarang.
Wajah Linda sudah basah oleh air mata, berteriak, "Shan Yan, benarkah kau tak pernah mencintaiku?"
Shan Yan tetap tak menjawab Linda. Ia terus menciumnya, seolah memahami ketakutannya, berusaha membuatnya merasakan aura, aroma khas pria, dan kehangatan tubuhnya...
Saat dia mengangkat pandangan lagi, terjerumus ke dalam tatapan penuh kasihnya. "Pernikahanmu dengan Su Mo hanya untuk mendapatkan kepercayaannya, agar dia rela melakukan operasi untukku tanpa syarat?"
Shan Yan menyisir beberapa helai rambut yang basah oleh air mata di pipinya, berkata lembut, "Jika tidak begini, aku tahu Linda takkan pernah bisa benar-benar menyembuhkanmu."
“Tapi kau benar-benar kejam…” Dalam pikirannya teringat saat dia membawa Mumu mencari Shan Yan ke Kota H, hingga kini jantungnya masih terasa sakit menusuk bila mengingatnya.
“Aku tahu.” Shan Yan menunduk tak tahan mematuk bibirnya lagi. “Jadi saat itu, aku ingin membunuh diriku sendiri…”
Dia segera menutup mulutnya, menggelengkan kepala keras-keras. “Aku tak izinkan kau bicara begitu… Aku tak pernah menyalahkanmu, tak pernah.”
Shan Yan menggenggam tangannya, kehangatan yang lama hilang itu membungkus erat hatinya yang dingin dan tak berdaya. “Saat itu kulihat bayanganmu dan Xiao Xi dari kaca spion mobil, itu momen paling tak berdaya seumur hidupku…”
“Hik…” Dia menangis tersedu-sedu.
Manusia aneh, sering kali bisa tetap kuat dan diam saat menderita kesedihan besar, tapi justru menjadi lemah ketika mendapat hiburan…
“Maaf, Sayang…” Ia kembali merangkulnya erat-erat dalam pelukan.
Napasnya hampir tersengal, tapi dia tak mendorongnya. Dia menikmati perasaan dipeluk ini. Tiba-tiba, suara getir Linda yang menangis terdengar, “Shan Yan, apakah kau lupa sumpah pernikahan kita di depan pendeta?”
