“Coba tebak, apa yang sedang mereka bicarakan?” Qingyou tersenyum sambil bertanya.
Ia memandang dua pria tampan yang duduk penuh semangat di sofa ruang tamu, tersenyum tipis, “Tak tahu... Tapi pemandangan ini sungguh memanjakan mata.”
Harus diakuinya, dulu saat mencintai Jiang Jun buta, ia tak benar-benar memperhatikan Shan Yan...
Baru sekarang ia sadar, pria itu sangat tampan.
Ia bisa memandanginya seperti ini sampai ujung waktu.
Qingyou mengikuti arah pandangnya, berkomentar penuh makna, “Kurasa mereka sedang musyawarah rencana besar.”
“Rencana besar apa?” barulah ia menoleh ke Qingyou.
Qingyou tersenyum manis, “Menurutmu? Pasti urusan pernikahan kakakku!”
Dengan tulus ia menjawab, “Seharusnya belum secepat ini, apalagi...”
“Apalagi apa?”
“Dia sengaja menyipitkan mata,” “Kau pasti puas kalau melihatku dipermalukan, ya?”
“Mana berani!” Qingyou menggandeng lengannya dengan manis. “Aku cuma bercanda... Aku tahu kakakku belum melamarmu!”
“Sebenarnya aku tidak terlalu mempedulikan hal-hal seremonial seperti ini...” Di sini, tatapannya berlinang kasih ke arah pria yang sedang berbicara dengan Jiang Jun, senyum puas merekah di wajahnya, “Yang penting masa depan bisa bersamanya, aku sudah senang.”
“Tidak boleh!” Qingyou menyeringai, “Kakakku sudah berjanji akan melamarmu dan mengadakan pernikahan megah, dia tidak boleh main-main, harus tepati janji!”
“Tapi kalau benar-benar dibuat terang-terangan, aku khawatir mulut orang-orang tak bisa dibungkam...” ujnya penuh pertimbangan.
Qingyou mengerutkan alis, “Kakak ipar khawatir orang luar akan menilai kakak dan dirimu?”
Dengan tulus dijawabnya, “Coba pikir, sebelumnya semua orang tahu Shan Yan sudah bersama 'Xuanyu'. Sekarang tiba-tiba mengumumkan pernikahan denganku, bagaimana orang akan memandang Shan Yan? Mungkin akan mengira kehidupan asmaranya benar-benar kacau-balau.” “Salah sangka...” Qingyou mengedipkan mata nakal. “Kakak ipar, di masyarakat modern, mana ada pengusaha kaya tanpa gosip? Jadi meski kakak sekarang umumkan pernikahan denganmu, orang cuma akan anggap kakak kembali ke jalan benar. Lagipula di mata mereka, kakak sudah memberimu dua
anak, itu bukti statusmu sebagai permaisuri sah...”
“Benarkah?” Keraguan masih terasa dalam suaranya, khawatir Qingyou hanya berusaha menghiburnya.
"Tentu saja benar... Kalau kau tak percaya, nanti setelah kakakku mengumumkan pernikahan denganmu, kau bisa lihat evaluasi di majalah dan koran." Qingyou menepuk dadanya menjamin.
Dia terhibur oleh tingkah Qingyou, kembali memandangi wajah tampan itu.
"Tapi sebenarnya ini sungguh ajaib, Linda. Kau yakin bisa menghapus ingatan tentangmu dari pikiran kakakku, ternyata tak bisa..." Qingyou berkata dengan haru.
"Bagian ini bahkan Linda sendiri tak menyangka." Sebenarnya dia juga merasa ini luar biasa. "Apakah instrumen Linda yang bermasalah?"
Qingyou tersenyum manis menjawab, "Aku tak tahu apakah instrumennya bermasalah, tapi yang kuketahui, cinta kakakku padamu itu agung... Mungkin sampai Tuhan tersentuh, sehingga-Nya tak membuat kakakku kehilangan ingatan."
Suaranya lembut penuh makna, "Tapi kurasa Tuhan merasa aku terlalu banyak berhutang pada kakakmu, Ia ingin kugunakan sisa umurku untuk melunasinya."
Mendengar itu, Qingyou tersenyum, "Pokoknya, kau dan kakakku ditakdirkan untuk bersama!"
Dia tersenyum, menatap profil wajah tampan sempurna itu, tak tega berkedip.
Tiba-tiba, Xiao Su menghampiri.
"Nona Su, ada telepon untuk Anda."
Dia tersentak dari kekagumannya, memandang Xiao Su dengan bingung. "Untukku?"
"Iya, katanya marga Lu."
"Ah, Lu Jingzhi?"
Seketika dia mengambil ponsel dari tangan Xiao Su, memohon maaf pada Qingyou, lalu menuju ruang tamu kecil.
"Nona Su, akhirnya bisa menghubungi Anda, susah sekali!"
Suara Lu Jingzhi benar-benar terdengar, dengan nada agak tidak senang.
Dia meminta maaf dengan tulus, "Maaf, di pulau ini ponsel dari luar tidak ada sinyal, jadi aku lupa membalas teleponmu..."
"Benarkah?" Suara Lu Jingzhi semakin kesal. "Meski ponselmu tidak ada sinyal, kau bisa pakai telepon di pulau ini untuk menghubungiku kan? Misalnya pakai ponsel ini."
"Maaf..." Dia meminta maaf dengan jujur, karena benar-benar melupakan pria itu.
"Padahal aku sudah berniat baik mau mengantarmu ke New York, bahkan menghadiahkan vila untukmu, tapi malah kau menelantarkanku..."
"Sungguh maaf... Ada beberapa hal yang terjadi, aku perlu menjelaskannya perlahan!"
"Tak perlu penjelasan. Lagipula sekarang kau tak butuh aku. Aku ucapkan selamat atas pernikahanmu dengan Shan Yan. Aku tak sempat hadir!"
"Ah, Hah?" Awalnya dia tak paham, setelah tersadar, senyum merekah di wajahnya. "Kau jahat! Rupanya kau sudah tahu!"
Lu Jingzhi tertawa terbahak. "Hanya bercanda. Bodoh sekali... Sebenarnya Jiang Jun dan Qingyou sudah cerita situasinya sebelum terbang ke Australia."
Dia menghela napas lega. "Aku hampir mati kaget, kukira kau benar-benar marah."
"Mana mungkin aku marah? Kau adalah malaikat di relung hatiku!" Kata Lu Jingzhi dengan nada memanjakan.
"Sudah, jangan menggoda lagi... Kau sekarang di mana?" Tanyanya penuh perhatian.
"Aku sudah di New York. Tenang saja... Vila tetap untukmu. Bawa anakmu liburan ke sini kalau ada waktu."
"Baik, pasti akan kukunjungi. Aku pilih musim dingin, di sana musim dingin sangat indah..."
"Oke, sampai jumpa."
"Sampai jumpa."
Dia mengakhiri panggilan dengan manis, tak menyangka saat mengangkat kepala, melihat Shan Yan sudah berdiri di hadapannya. Jantungnya berdebar, tanpa sadar memukul dada pria itu perlahan. "Jalan kok nggak bersuara sih, bikin kaget..."
Shan Yan menyelipkan kedua tangan ke saku celana, wajah datar. "Sering teleponan sama dia?"
Gadis itu menjawab jujur, "Nggak kok... Jarang. Tapi emang sekarang kami sahabat dekat."
"Omongan apa sih yang bikin senyum-senyum gitu?" Ekspresi Shan Yan masih geram.
Lihat pria itu cemburu, rasanya pengin ketawa, tapi ditahan. "Dia bilang mau ngasih vila tempatku tinggal di New York dulu, buat liburan kita nanti."
"Gak usah! Mau vila mana juga gua beliin. Bosan? Ganti tempat lain! Masa iya cuma bisa ngandelin pemberian mantan?" Shan Yan menghela napas, lalu berbalik pergi dengan wajah masam.
Perempuan itu membeku di tempat, baru sadar bayangan Shan Yan sudah menghilang dari pandangan.
Qingyou menyaksikan adegan ini sambil tertawa getir. "Kakak ipar, bahaya nih, abang saya udah mode cemburu buta!"
"Dasar pelit..." gumamnya lirih.
Qingyou menyeruput jus dingin. "Laki-laki mana ada yang nggak pelit? Apalagi Lu Jingzhi itu rival cinta abangku..." "..."
