Menyadari topik ini mulai tidak nyaman, Chi Zhishen memilih tidak melanjutkan pertanyaan.
Ji Sixi pun tak banyak bicara, memanggil pelayan dan mulai memesan makanan.
……
“Setelah makan malam selesai, Chi Zhichen dan Ji Sixi berjalan ke pintu restoran. Chi Zhichen menawarkan dengan ramah, "Xi, perlu aku mengantarmu ke department store untuk menemui Bibi Ji?"”
Ji Sixi menggelengkan kepala sambil tersenyum, “Aku bawa mobil sendiri. Lagipula Ibu baru saja mengirim pesan bahwa dia sudah pulang duluan.”
“Baiklah. Kalau... ada waktu kita janjian lagi.” Setelah mengucapkan ini, tatapan Chi Zhichen masih menempel pada Ji Sixi.
Ji Sixi mengangguk, “Baik, sampai jumpa.”
“Sampai jumpa.”
Chi Zhichen akhirnya menarik kembali pandangannya dan berjalan menuju tempat parkir.
Ji Sixi menyaksikan mobil Chi Zhichen pergi, baru kemudian berjalan ke mobilnya sendiri.
Mobil ini awalnya milik Ayah Ji. Sejak Ji Sixi bekerja di Perusahaan Tan, sang ayah menyerahkan mobil ini padanya.
Namun saat tangan menyentuh gagang pintu mobil, tiba-tiba Ji Sixi ingin berjalan-jalan di jalanan ini. Dia mengunci kembali mobilnya dan mulai berjalan menyusuri trotoar sendirian.
Entah mengapa, perasaan Ji Sixi sedang tidak enak.
Sebenarnya kehidupan sekarang bisa dibilang masa paling tenang dan nyaman dalam dua tahun terakhir ini. Tapi bahkan Ji Sixi sendiri tidak tahu mengapa, di hatinya selalu terasa ada sesuatu yang hilang...
Mungkin ini karena kehilangan putrinya...
Dia merindukan anaknya. Karena itu meski hidup sekarang nyaman, hatinya tetap tidak bahagia...
……
Senja.
Baru saja Ji Sixi melangkah masuk ke rumah, Ibu Ji langsung menyambut dengan gembira. “Xi, bagaimana progresmu dengan Zhichen?”
Ji Sixi meletakkan kunci mobil di atas meja teh kecil, lalu duduk di sofa. "Mama, aku tahu apa yang kau pikirkan, tapi aku dan Chi Zhichen sudah berpisah setelah makan malam. Setelah itu aku jalan-jalan sendiri, makanya pulang selarut ini."
Ekspresi kecewa langsung menampak di wajah Mama Ji. "Kenapa? Teman sekelas dulu tidak ada yang bisa diajak ngobrol ya?"
Kebetulan Ayah Ji keluar dari ruang kerja di lantai satu, mendengar percakapan ibu dan anak ini. Dengan suara berat Ayah Ji berkata, "Sixi sudah beberapa kali menderita kerugian dalam urusan perasaan. Tak bisakah kau membiarkannya menemaniku beberapa hari saja?"
Menghadapi teguran Ayah Ji, Mama Ji tidak bersuara lagi.
Ji Sixi memanggil dengan penuh hormat, "Ayah."
Ayah Ji duduk berseberangan dengan Ji Sixi, memandangnya dengan dalam. "Sixi, urusan perasaan tidak boleh kau tangani dengan sembarangan. Sekali pun dia luar biasa, kau harus mempertimbangkan dengan matang setelah melihat jelas... Jangan dengarkan ibumu, hal ini tak bisa terburu-buru."
Mama Ji segera berbisik pelan, "Kalau tidak buru-buru, anak baik seperti Zhichen nanti entah kemana..."
Ayah Ji langsung melotot ke Mama Ji, yang kemudian diam lagi.
Ji Sixi mengangguk, berkata pada ayahnya, "Ayah, tenang saja. Aku tak akan sembarangan lagi dalam urusan perasaan..."
Ayah Ji mengangguk puas.
Ji Sixi bangkit dari sofa. "Aku mau istirahat di lantai atas, aku agak lelah."
"Pergilah!"
……
Kembali ke kamar, setelah berganti baju santai rumah, Ji Sixi memeluk bantal dan bersandar di sofa.
Tiba-tiba, ponselnya berdering.
Sepertinya telepon dari rekan kerja Xiao Zhou, dia segera menekan tombol penerimaan, "Xiao Zhou."
"Xi ah, maaf mengganggumu di akhir pekan..."
"Tidak apa, ada yang perlu?"
"Begini, awalnya kita akan menemui klien Senin, tapi karena klien harus perjalanan bisnis hari Senin, waktunya diubah dadakan. Jadi direktur memintaku bertanya apakah kamu bisa menyelesaikan desain sebelum besok siang? Soalnya klien ingin bertemu besok siang."
"Besok ya..."
"Kenapa? Apa tidak bisa menyelesaikannya?"
"Bukan... Sebenarnya desainku sudah selesai semalam. Aku hanya ingin memperbaikinya lebih baik. Jika harus menunjukkan ke klien besok, aku khawatir belum cukup sempurna."
"Tidak masalah, besok kita akan bantu meninjaunya..."
"Baiklah, aku tidak masalah."
"Oke, aku akan laporkan ke direktur."
"Baik."
Setelah mengakhiri panggilan dengan rekan kerja, Ji Sixi teringat ini adalah desain pertamanya sejak bergabung di Perusahaan Tan. Dia berdiri dan mengeluarkan desain dari tas kerja, berencana memeriksa bagian mana yang masih perlu disempurnakan. Tapi tiba-tiba ponselnya berdering lagi.
Karena fokus pada desain, dia bahkan tidak melihat nomor yang terpampang di layar ponsel, langsung menekan tombol penerimaan, "Halo..."
"Ini aku."
Mendengar suara pria yang familiar itu, tubuhnya gemetar hebat. Desain yang dipegangnya tumpah ke lantai kayu. Sambil membungkuk mengambil kertas-kertas itu, dia berkata datar, "Luar biasa, Tuan Lu ternyata punya waktu meneleponku."
“Aku tak mau berdebat. Hari Selasa dan Rabu depan aku ada urusan bisnis ke luar kota. Aku perlu kau datang ke Jerman.” Suara Lu Jingzhi tetap datar seperti biasa, tak memberi ruang bagi Ji Sixi untuk membantah.
Ji Sixi merapikan naskah desain, lalu duduk di sofa. Dengan nada netral ia berkata, “Tuan Lu, menurutku kau aneh. Kau ada urusan bisnis harus pergi, ngapain suruh aku ke Jerman?”
“Apa kau tak ingin menemui anakmu?”
Ji Sixi ingin membalas keras, tapi kerinduan yang meluap di dadanya akan sang anak membuatnya memilih diam.
Lu Jingzhi melanjutkan, “Datanglah... Biaya aku yang tanggung. Cukup rawat Yi Xin selama dua hari.”
Ji Sixi menarik napas dingin. “Apa kau tidak menyewa pengasuh untuknya?”
Suara Lu Jingzhi mulai kesal. “Tak perlu banyak tanya... Aku kasih kesempatan menjenguk anak. Kalau tak mau, anggap saja telepon ini tak pernah terjadi.”
“Aku...”
Ji Sixi hendak menjawab, tapi Lu Jingzhi sudah lebih dulu memutuskan sambungan.
Setelah meletakkan ponsel, Ji Sixi membeku menyandar di sofa.
Dua hari di Jerman merawat Yi Xin, artinya Senin malam ini harus terbang ke sana?
Tapi, bagaimana mungkin?
Baru mulai bekerja di Perusahaan Tan, langsung minta cuti dua hari. Pasti direktur akan mengkritik.
Tapi jika kali ini tak pergi, mungkin tak ada kesempatan lagi. Lagipula, rindunya pada sang anak...
Akhir-akhir ini dia selalu terbangun tengah malam setiap hari, karena sebelumnya sudah terbiasa anaknya minta menyusu atau ganti popok di malam hari...
Dia sangat sangat merindukan anaknya...
……
Keesokan harinya, Ji Sixi sudah punya rencana di relung hati. Dia memutuskan dengan berat hati mengajukan cuti tiga hari ini ke direktur.
Sebenarnya dia bisa langsung minta cuti tiga hari ini melalui Tan Yan, tapi dia tak mau merepotkan Tan Yan karena tidak ingin berhutang budi padanya. Lagipula dia bukan kakak ipar Tan Yan...
Maka, setelah menemani direktur menemui klien, memanfaatkan suasana hati direktur yang sedang gembira karena desainnya diapresiasi klien, dia berbisik, "Direktur, saya ingin cuti dari Selasa sampai Kamis karena ada urusan dadakan yang harus ke luar negeri."
Senyum di wajah direktur langsung meredup sedikit. "Urusan penting?"
Ji Sixi mengangguk. "Ya, sangat penting."
Direktur berpikir sejenak, lalu berkata, "Baiklah, melihat desaimu kali ini sangat memuaskan klien, aku setujui cutimu... Tapi setelah kembali, kamu harus menyerahkan efek visual dari desain ini." Ji Sixi mengangkat kepala dengan girang, "Terima kasih direktur, saya pasti akan menyerahkan tepat waktu."
