Tapi hari-hari baik tak bertahan lama. Kakak iparnya kembali seperti mimpi buruk yang terus menghantui mereka...
Suatu hari, kakak ipar tiba-tiba mengatakan ada debt collector yang datang lagi, kali ini dari jalanan, mengabarkan kakak laki-lakinya berhutang 8 juta pada anggota geng hitam ini...
Saat itu, Ji Sixi bagai mendengar petir di siang bolong.
Karena saat itu ia sudah hendak pergi dari Lu Jingzhi, melupakan semua ini, pulang ke negeri untuk memulai hidup baru. Tak disangka gelombang masalah kembali muncul...
Akhirnya, setelah permohonan Ibu yang tak henti, terpaksa ia memilih bertahan di sisi Lu Jingzhi. Beruntung Lu Jingzhi belum bosan padanya.
Tapi tak diduga, kali ini Lu Jingzhi malah menyuruhnya mendekati Shan Yan...
Masa itu adalah hari-hari paling getir. Demi 8 juta ini, ia rela menjadi boneka Lu Jingzhi...
Benar, dulu ia pernah bilang ke Su Mo bahwa ia dipaksa Lu Jingzhi mendekati Shan Yan. Sebenarnya ini kebohongannya pada Su Mo...
Karena ia ingin menyimpan secuil harga diri, tak mau orang lain tahu dirinya sebenarnya selalu menjual diri demi uang...
Semua ucapan "mencintai Lu Jingzhi" itu pun sebenarnya hanya untuk mempertahankan harga dirinya.
Ketika Su Mo mengetahui eksistensi Lu Jingzhi, akhirnya ia mengakhiri tugas ini. Lu Jingzhi menepati janji memberi 8 juta, lalu uang itu ia berikan lagi ke kakak ipar...
Sampai hari ini, ia mengira kakak ipar dan Sen Sen sudah hidup tenang. Tak disangka, kakak ipar muncul kembali bagai mimpi buruk...
Dia benar-benar sudah tak punya tenaga lagi untuk membantu kakak ipar, tapi kalau benar-benar mengabaikan ini, hatinya begitu tersayat melihat orang tua yang sudah seumur hidup repotkan urusan kakak laki-lakinya...
……
Karena masih berada di Jerman, Ji Sixi memutuskan untuk sementara membuang kegelisahan ini dan menemani Lu Yixin dengan tenang.
Waktu menemani anak selalu berlalu begitu cepat, dalam sekejap satu setengah hari telah lewat.
Saat ini, dia sudah merapikan barang bawaan sejak kedatangannya dan bersiap menuju bandara.
Kepala rumah tangga menggendong Lu Yixin, berdiri di pintu vila untuk berpamitan dengannya.
Lu Yixin tak tahu Ji Sixi akan pergi, mengulurkan kedua tangan mungilnya meminta dipeluk.
Melihat adegan ini, mata Ji Sixi tak bisa menahan diri memerah.
Dia lalu menggenggam tangan kecil Lu Yixin yang putih gemuk, menciumnya sambil berbisik lembut, "Sayang nakal, Mama bukan meninggalkanmu, Mama hanya pergi bekerja... Beberapa hari lagi pasti pulang. Harus jadi anak baik ya, jangan jadi hantu tangisan, paham?"
Mata hitam legam Lu Yixin menatapnya, seolah mengerti tapi juga tak paham, tetap erat menggenggam tangan Ji Sixi.
Genggaman erat itu membuat relung hati Ji Sixi dipenuhi kepedihan, tapi dia memaksa diri perlahan melepaskan tangan mungil itu sambil berkata, "Sayang, Mama pergi kerja. Tunggu di rumah dengan baik..."
Tanpa menoleh lagi, Ji Sixi menarik koper, meninggalkan vila dan naik taksi yang sudah dipesan.
Ji Sixi tak berani menoleh ke belakang, dia tahu jika menoleh, pasti tak tega meninggalkan anaknya. Dia hanya berharap sang anak tak menangis...
Namun, saat naik taksi, dia tetap mendengar tangisan melengking Lu Yixin...
Dia terpaksa menutup mulut, menahan isakannya.
Terus-menerus dia menghibur diri dalam hati: Lu Jingzhi akan pulang malam ini, tangisan anak tak akan lama. Lu Jingzhi menyayangi anaknya. Selama ketiadaannya, Lu pasti merawat si kecil dengan baik...
Kebetulan, di perjalanan ke bandara, mobil Lu Jingzhi lewat di hadapannya.
Mobil ini pernah ditumpanginya berkali-kali, sehingga meski banyak kendaraan di jalan bandara, dia tetap mengenali kendaraan Lu...
Rupanya Lu Jingzhi sedang dalam perjalanan pulang...
Ini membuatnya lega - setidaknya dia masih ingat pada anaknya...
Tapi perhatian Ji tertuju pada wanita di samping Lu - Situ Jing, sang kekasih baru. Dalam hati dia bertanya: Berapa lama lagi Lu akan memanjaki wanita ini?
Sang kepala rumah tangga pernah berbisik: Sebelumnya, Lu juga pernah memiliki simpanan yang mirip Su Mo, tapi lebih tak mirip dibanding dirinya, sehingga hanya bertahan beberapa bulan...
Sementara dirinya bertahan selama setahun lebih. Mungkinkah Nona Situ ini akan bertahan beberapa tahun?
Meski tahu hubungan Lu dengan Situ takkan berujung, Ji harus mengakui: Lu memang pria yang panjang hati...
"Sayang Lu Jingzhi dan Su Mo tak ada jodoh sama sekali, kini Su Mo malah menikahi pria yang dicintainya, kesempatan Lu Jingzhi sudah mustahil selamanya..."
……
Setelah belasan jam terbang, akhirnya Ji Sixi tiba di Kota C pada Kamis malam pukul sembilan.
Ia bergegas hendak memanggil taksi untuk pulang lebih cepat. Tak disangka, saat menunggu taksi, ia malah berpapasan dengan Chi Zhichen.
Chi Zhichen turun dari mobil, tersenyum ramah. "Baru kembali dari perjalanan bisnis?"
Ji Sixi tak ingin banyak bicara dengan orang luar, hanya mengangguk. "Iya, mau pulang. Lagi nunggu taksi."
"Kau sendiri tidak menyetir?" tanya Chi Zhichen.
Ji Sixi jujur menjawab, "Ayah mungkin butuh mobil dua hari ini, jadi tak kutinggalkan di bandara."
Chi Zhichen menawarkan bantuan dengan baik hati, "Mau kuantar?"
Memikirkan urusan rumah yang menunggu, Ji Sixi benar-benar tak mood mengobrol. Ia mengulurkan tangan menghentikan taksi kosong. "Zhichen, maaf ya, aku ada urusan dulu..."
"Biar kubawakan barangmu ke bagasi," kata Chi Zhichen masih ingin membantu.
"Baik, terima kasih."
Demi menghemat waktu, Ji Sixi tak menolak.
……
Saat Tante Qin membukakan pintu, suara keponakannya Sen Sen sudah terdengar...
Memandang anak polos nan lugu ini, gumpalan keresahan di relung hati Ji Sixi sedikit terurai.
Begitu pintu terbuka, Sen Sen langsung berlari memeluknya erat-erat. "Tante..."
Ji Sixi yang biasa penuh kasihan pada keponakan kecilnya yang berusia lima tahun itu mengangkat Sen Sen dalam dekapan. "Si nakal, adakah rindu pada Tante?"
Sen Sen dengan manisnya berkata, "Sangat sangat merindukan... Hanya Tante yang selalu membelikan Sen Sen mainan sebanyak ini."
Ji Sixi pura-pura memasang wajah muram, "Oh, rupanya Sen Sen hanya merindukan mainan dari Tante ya?"
Sen Sen segera mencium pipi Ji Sixi sambil berkata, "Sen Sen merindukan Tante, bukan mainannya..."
Ji Sixi mencubit lembut hidung Sen Sen sambil tersenyum, "Nah, ini baru lebih baik..."
Saat itu, kakak ipar Ji Sixi, Lan Jing, mendekat dengan wajah tersipu, "Xi."
Agar tidak memengaruhi anak, Ji Sixi mengusap kepala Sen Sen, "Sayang, mainlah di sana..."
"Ya." Sen Sen berlari gembira.
Ji Sixi baru kemudian menoleh ke Lan Jing, nada datarnya berkata, "Aku ingat terakhir kali melunasi utang 8 juta yuan pada preman, kau bilang itu utang terakhir kakakku?" Lan Jing menatap Ji Sixi, penuh penyesalan, "Xi, maaf, saat itu aku menipumu... Sebenarnya memang ada preman yang menagih utang 8 juta yuan kakakmu padaku, tapi aku diam-diam pindah rumah, mereka tak pernah menemukanku... Lalu kau memberiku 8 juta, aku membeli sebuah vila kecil di Amerika, ingin membuat hidup Sen Sen lebih baik, sekaligus menginvestasikan sisa uangnya untuk biaya perawatan Ayah dan Ibu di masa depan... Tapi tak kusangka, setelah setahun lebih kami hidup tenang di Amerika, tiba-tiba para preman itu menemukan kami. Sekarang mereka menagih 10 juta yuan, katanya 2 juta adalah bunga... Aku sudah menjual vilaku di Amerika, hanya terkumpul 3 juta, masih kurang 7 juta... Aku tahu kau sudah bercerai dengan suamimu, sekarang kau tak punya uang. Jadi kubawa Sen Sen pulang, harap kalian bisa merawatnya baik-baik. Nanti aku akan kembali ke Amerika, menghadapi ini sendiri..."
