Keesokan harinya.
Begitu tiba di perusahaan, Ji Sixi segera meletakkan efek gambar di meja kerja kepala departemen.
Saat hendak berbalik pergi, kepala departemen tepat masuk ke ruangan.
“Xi, Anda sudah kembali.”
Ji Sixi menunjukkan senyuman penuh rasa syukur. “Benar, Pak Kepala. Urusan pribadi saya sudah saya tangani. Terima kasih sebelumnya atas izin cuti yang Bapak berikan.”
Direktur duduk di belakang meja kerja, mengulas gambar efek yang diselesaikan Ji Sixi, lalu tersenyum. "Efisiensimu cukup baik, gambar efek ini diselesaikan dengan bagus." Ji Sixi dengan malu berkata, "Sebenarnya sejak lulus universitas sampai sekarang aku belum pernah terjun ke desain, beberapa prosedur membuat gambar efek sudah kulupakan. Beruntung sekarang bisa mengecek data di internet, perlahan-lahan aku mulai ingat lagi... Gambar efek ini mungkin hanya cukup memadai, tapi ke depannya akan kusempurnakan lagi."
Gambar efek ini diselesaikan Ji Sixi saat Lu Yixin tertidur di siang hari. Dia tahu ini belum cukup baik, mengingat waktunya terlalu mepet. Direktur bersandar di sofa, berkata demikian, "Sixi, di bidang desain ini, kau tahu yang paling menentukan bukanlah teknik, melainkan estetika... Jadi, gambar efekmu memang cukup memadai, tapi ada satu hal yang sangat bagus, yaitu estetikamu... Desain sepatu hak tinggi ini, menurutku
sangat indah. Jika pabrik memproduksinya, pasti akan kubeli!"
Ji Sixi merekah senyuman. "Senang sekali Direktur memberikan penilaian setinggi ini. Kedepannya akan kutingkatkan usaha."
"Baik, lanjutkan bekerja!"
"Baik."
……
Kembali ke tempat duduk, wajah Ji Sixi dipenuhi senyuman.
Dia benar-benar menikmati kesenangan bekerja... Kemampuannya diakui, ini sungguh menggembirakan.
Karena urusan kerja berjalan lancar, Ji Sixi memutuskan mulai menangani urusan Lan Jing. Maka, Ji Sixi mengeluarkan ponsel dan menelepon Chi Zhichen.
Saat ini dia berterima kasih pada ibu yang waktu itu bersikeras menyimpan nomor telepon Chi Zhichen untuknya.
Ponsel segera tersambung, dari ujung terdengar suara yang lembut dari Chi Zhichen, "Halo, Chi Zhichen."
"Zhichen, ini aku, Sixi." Ji Sixi berkata dengan sopan dan formal.
Chi Zhichen jelas tak menyangka Sixi akan meneleponnya, suaranya terselip sukacita, "Sixi, aku sangat terkejut, kau menghubungiku."
"Zhichen, maaf... Aku tidak akan menghampiri kuil tiga harta tanpa urusan..." Ji Sixi berkata dengan malu.
Chi Zhichen berkata tulus, "Sixi, kau tak perlu basa-basi seperti ini. Kita dulu teman sekelas, sekarang sahabat..."
Ji Sixi penuh rasa terima kasih. "Baiklah... Zhichen, mungkin sulit berkomunikasi lewat telepon. Kau ada waktu siang ini? Mari kita makan bersama..."
"Aku ada waktu. Beri tahu lokasinya, setelah pulang kerja siang nanti langsung kudatangi." Chi Zhichen segera menjawab.
"Baik, nanti aku kirim posisi restorannya."
……
Siang hari.
Saat tiba di restoran yang disepakati dengan Chi Zhichen, Ji Sixi tak menyangka Chi Zhichen ternyata sudah lebih dulu datang.
"Maaf, aku terlambat..." Ucapnya sambil duduk dengan penuh penyesalan.
Chi Zhichen dengan setelan jas rapi dan aura memukau, menarik tatapan banyak wanita di sekitar, namun pandangannya hanya tertuju pada tubuh Ji Sixi. "Tak apa, aku yang datang lebih awal."
Ji Sixi merasakan tatapan sekitar, tersenyum berkata, "Zhichen, pesonamu tetap tak berkurang ya..."
"Lupakan itu..." Chi Zhichen sama sekali tak tertarik pada pandangan sekitar, bertanya penuh perhatian, "Di telepon kau bilang sulit dikomunikasikan, sebenarnya urusan apa?"
Ji Sixi tampak sedikit terkejut, memandangi gelas air yang baru saja dibawa pelayan untuknya. "Kau masih ingat?"
Chi Zhichen tersenyum, "Tentu. Semasa kuliah kau paling suka air lemon dengan daun mint. Jadi kupikir kebiasaanmu itu belum berubah."
Ji Sixi mengangkat gelasnya, menyesap sedikit. Aroma segar daun mint membuat hatinya terasa lebih tenang. "Terima kasih."
Chi Zhichen tidak berkata apa-apa.
Ji Sixi meletakkan gelas, lalu menceritakan urusan kakak iparnya pada Chi Zhichen.
Chi Zhichen terdiam sejenak setelah mendengar. "Pantas saja perasaanmu begitu buruk di masa-masa menjelang kelulusan. Rupanya saat itu kakakmu..."
"Ya. Waktu itu aku tidak menyangka akan datang kabar duka seperti itu. Orang tuaku hampir tidak bisa bertahan..."
"Sepertinya timing-ku mengungkapkan perasaan saat itu memang sangat buruk. Jika aku memilih waktu yang berbeda, mungkin..." Chi Zhichen menatap dalam Ji Sixi, tidak melanjutkan kalimatnya.
Ji Sixi menggeleng, "Jangan bahas hal-hal masa lalu... Katakan saja, bisakah pamanmu yang jadi duta besar di Amerika membantuku?"
Chi Zhichen kembali bersikap tegas, "Pamanku adalah Duta Besar untuk Chili di New York. Meski jabatannya tidak tinggi, tapi jaringan kenalannya sangat luas... Aku yakin dia bisa membantu menyelidiki kasus kakakmu tahun itu di Los Angeles."
Wajah Ji Sixi merekah dengan sedikit kelegaan. "Zhichen, sungguh terima kasih. Kita tak berkomunikasi bertahun-tahun, baru kontak sudah minta bantuan..."
"Sixi, tak mau kau bicara begitu... Kita teman sekelas, apalagi ini kamu." Memandang Ji Sixi, kalimat terakhir Chi Zhichen diucapkan penuh makna, suaranya bahkan sedikit parau.
Ji Sixi sudah dewasa, apalagi Chi Zhichen pernah menyatakan cinta padanya. Dia sangat paham ini berarti Chi Zhichen mungkin masih belum bisa melupakannya...
Segera dia berkata, "Zhichen, aku tak mau berpura-pura tak mengerti. Tapi harus kukatakan, aku sudah tak cocok untukmu..."
"Kau pikir karena kau ibu tunggal?" Chi Zhichen membalas bertanya dengan suara berat.
Ji Sixi mendesah pelan, lalu tersenyum getir. "Begini saja. Setelah urusan kakak ipar selesai, akan kuceritakan kisah dua tahun terakhirku... Agar kau tak lagi terikat padaku."
"Baik." Chi Zhichen berkata serius. "Tapi kau harus tahu, dua tahun ini aku tak pernah melupakanmu. Aku kerja di Kota C karena tahu kau di sini. Selama ini kuharap bisa bertemu, tak disangka... akhirnya kita bertemu."
Ji Sixi mengangkat bahu tak peduli. "Sudahlah, kita makan saja. Nanti masih harus ke perusahaan..."
"Baik."
……
Usai makan siang dengan Chi Zhichen dan kembali ke perusahaan, sekretaris Yan tiba-tiba datang ke departemen desain, meminta Ji Sixi ke kantor direktur utama.
Ji Sixi pun menuju kantor Yan. Melihat Yan berdiri di jendela kaca, seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri.
“Ji Sixi membeku, karena bayangan Tan Yan hampir mirip sekali dengan Lu Jingzhi. Kalau bukan karena dia terlalu familiar dengan Lu Jingzhi, mungkin dia juga akan mengira bayangan itu adalah Lu Jingzhi.”
“Xi, aku tadi berdiri di sini. Tak sengaja melihat ada mobil mengantarmu pulang. Pria itu sangat gentleman, secara pribadi turun dari mobil membukakan pintu untukmu.”
Ji Sixi tidak menyangkal, melaporkan sejujurnya, “Dia teman sekelas universitasku, sekarang bekerja di Jiang Group. Siang tadi kami makan siang bersama. Karena melihat aku tidak membawa mobil, dia mengantarku.”
Tan Yan memutar tubuh, memandanginya sambil berkata, “Sepertinya harapanku agar kau dan kakakku berdamai, memberi kesempatan pada Yixin untuk memiliki keluarga utuh... ini sudah tidak mungkin lagi...” Ji Sixi tahu Tan Yan salah paham dengan hubungannya dan Chi Zhichen, tapi merasa tidak perlu menjelaskan. “Ya, aku dan Lu Jingzhi memang sudah tidak mungkin.”
