Dua hari lagi.
Ji Sixi tak menyangka Chi Zhichen bisa membawa hasil investigasi secepat ini. Mereka bertemu di restoran tempat pertemuan sebelumnya.
Saat ini, Ji Sixi melihat dokumen yang baru saja diserahkan Chi Zhichen sambil mengerutkan alis, “Berarti perusahaan yang didaftarkan kakakku di Los Angeles hanya menggunakan satu juta dolar...”
Chi Zhichen mengangguk, “Selain itu, perusahaan kakakmu awalnya beroperasi normal. Keuntungan memang tidak besar, tapi cukup untuk perkembangan dan pemeliharaan. Tiba-tiba suatu hari kakakmu berhenti mengurus perusahaan, barulah bisnis mulai turun hingga akhirnya bangkrut...”
Banyak ide tiba-tiba bermunculan di kepala Ji Sixi, membuat detak jantungnya semakin cepat. Dengan menahan napas dia bertanya, "Zhi Chen, informasi yang kau selidiki ini pasti tidak ada kesalahan, kan?"
"Tentu saja. Teman yang dipercayakan pamanku adalah penyidik kejahatan bisnis di wilayah Los Angeles ini. Jadi pasti akurat." Chi Zhishen menjawab dengan serius.
Warna darah perlahan menghilang dari wajah Ji Sixi.
Chi Zhishen memperhatikan perubahan ini dan buru-buru bertanya, "Ada apa?"
Ji Sixi menatap Chi Zhishen, suaranya gemetar, "Awalnya aku hanya merasa kakak iparku terus menipu uang kita. Sekarang aku menyadari kematian kakakku mungkin juga tidak sesederhana itu..." "Sebenarnya aku juga berpikir begitu. Tadi aku khawatir terburu-buru membicarakan ini." Chi Zhishen membalik halaman dokumen di tangan Ji Sixi, menunjuk sekumpulan data, "Lihat di sini... Perusahaan kakakmu sempat mengalami defisit bulan ini. Artinya saat itu dia sudah berada di titik terendah, tapi tidak menyerah. Dia masih memimpin perusahaan perlahan menuju jalur yang benar... Ini membuktikan kakakmu sama sekali bukan tipe orang yang mudah putus asa. Masuk akalkah orang seperti ini bunuh diri karena kebangkrutan? Lagipula, operasional perusahaan kakakmu selalu stabil,"
"Tiba-tiba suatu hari dia berhenti datang ke perusahaan. Akhirnya dia hanya pasrah melihat perusahaannya bangkrut... Ada banyak kejanggalan di sini!"
Ji Sixi mengangguk sungguh-sungguh. "Jadi penyebab kemerosotan tekad kakakku inilah kuncinya. Aku punya firasat, ini pasti terkait kakak iparku."
Chi Zhichen menatap Ji Sixi, "Maafkan ketidaksopanan saya, sebenarnya setelah melihat data ini, aku sudah menyuruh pamanku menyelidiki kondisi perasaan Kakakmu dan kakak iparmu saat itu."
Ji Sixi mengangkat kepala secara refleks, "Kau sudah menyuruh orang menyelidiki kondisi perasaan Kakakku dan kakak iparku?"
"Ya. Jika seseorang tiba-tiba menjadi sangat negatif tanpa masalah karier, pasti ada masalah dalam hubungan asmaranya." Chi Zhichen menganalisis dengan rasional.
Ji Sixi terdiam sejenak, tiba-tiba suaranya menjadi lesu, "Aku benar-benar takut mengetahui kebenaran... Selama ini keluarga kami selalu memperlakukan kakak ipar dengan baik."
Chi Zhichen memberikan air kepada Ji Sixi sambil menghiburnya, "Apapun kenyataannya, kalian dan orang tuamu harus kuat menghadapinya."
……
Saat Ji Sixi tiba di rumah, Pasangan Ji dan Lan Jing beserta putranya sedang menikmati buah pencuci mulut.
Melihat kedatangan Ji Sixi, Lan Jing langsung bangkit dari sofa, "Sixi, kau pulang!"
Ji Sixi menatap Lan Jing sambil terus memikirkan data hasil investigasi Chi Zhichen, tangannya tanpa sadar menggenggam erat tas laptop.
Lan Jing yang melihat Ji Sixi tidak bereaksi mendekat dan bertanya penuh perhatian, "Wajahmu pucat, apa kau baik-baik saja?"
Sen Sen juga berlari menghampiri dan memeluk Ji Sixi. "Tante, apa kau sakit?"
Ji Sixi tahu kondisi dirinya seperti ini mungkin akan menimbulkan kecurigaan Lan Jing, lalu berusaha keras menyesuaikan emosinya, berkata dengan tenang, "Aku tidak apa-apa, cuma agak lelah. Aku mau istirahat di lantai atas..."
"Sudah makan belum?" Lan Jing bertanya lagi.
Ji Sixi menjawab, "Aku sudah makan di luar tadi."
"Kalau begitu, istirahatlah... Kulihat kau pulang-pergi pagi buta setiap hari, pekerjaanmu memang sulit." Lan Jing bergegas ingin menopang Ji Sixi naik ke lantai atas.
Ji Sixi perlahan melepaskan tangan Lan Jing, tersenyum, "Tidak perlu kakak ipar menemaniku, aku bisa naik sendiri..."
"Baik, nanti malam kubawakan semangkuk sup manis untukmu." Lan Jing penuh perhatian.
"Baik." Ji Sixi lalu menoleh ke Pasangan Ji, "Ayah, Ibu, aku mau istirahat di atas..."
Pasangan Ji mengangguk.
……
Tak lama setelah Ji Sixi kembali ke kamar, pintu kamarnya diketuk pelan-pelan. Ia langsung membuka pintu karena sudah menebak bahwa itu ibunya.
Benar, yang mengetuk adalah Nyonya Ji.
Ibu Ji masuk ke kamar, segera mengunci pintu, lalu menarik Ji Sixi ke tempat terjauh dari pintu kamar, bertanya, "Xi, Bu tadi melihatmu memandangi kakak iparmu dengan aneh, bukanlah dugaan kita terbukti?" Ji Sixi agar Ibu Ji tidak repot, berkata demikian, "Bu, urusan ini masih dalam investigasi, namun saat ini sudah diketahui perusahaan Kakak memang tidak berhutang sebanyak itu, karena saat mendaftarkan perusahaan ini Kakak hanya menghabiskan satu juta dolar AS, meski semua uang pendaftaran perusahaan itu adalah hutang, mustahil
di kemudian hari masih harus membayar sebanyak itu..."
Mendengar itu, Ibu Ji marah berapi-api, "Lan Jing ini, benar-benar menipu kita, sungguh sia-sia selama bertahun-tahun kami menyayanginya..."
Ji Sixi segera mengingatkan ibunya, "Bu, sekarang urusan masih diselidiki, Ibu tetap harus menjaga agar tidak terlihat celah, tunggu sampai aku menyelidiki semua urusan sampai tuntas, baru Ibu boleh marah..."
"Baik." Ibu Ji mengambil beberapa napas dalam-dalam, lalu dengan nada tenang berkata, "Urusan ini sementara tidak akan kukatakan pada Ayahmu, tunggu sampai kamu menyelesaikan investigasi."
"Ya."
"Kalau begitu Bu turun dulu, jangan sampai kakak iparmu curiga."
"Baik."
"Sudah makan malam belum?" Saat sampai di pintu, Ibu Ji khawatir Ji Sixi belum makan, buru-buru bertanya.
Ji Sixi membukakan pintu untuk Ibu Ji, jujur menjawab, "Sudah, makan malam bersama Zhishen."
Ibu Ji seketika menunjukkan senyum puas. "Baguslah... Bu semakin merasa Zhishen adalah anak yang baik."
Ji Sixi dengan lembut mendorong sang ibu keluar dari kamar. "Sudah, jangan terlalu dipikirkan, aku mau istirahat…"
……
Ketika kamar kembali sunyi seperti semula, Ji Sixi awalnya hanya ingin bersandar di sofa sambil merenungkan urusan kakaknya. Namun tak disangka, dering telepon memecah kesunyiannya.
Melihat nomor Chen Yangsheng terpampang di layar ponsel, ia menekan tombol penerimaan. "Halo…"
"Nona Ji, besok sudah hari Jumat. Kira-kira jam berapa Anda berangkat? Saya akan mengatur orang untuk menjemput." Suara Yangsheng di ujung telepon terdengar sopan.
Ji Sixi menjawab jujur, "Yangsheng, minggu ini aku ada urusan. Kayaknya tidak bisa ke Jerman untuk menjenguk Yixin. Minggu depan saja…"
"Tapi…" Tiba-tiba Yangsheng terdengar ragu-ragu.
"Tapi apa?" Ji Sixi mengernyitkan alisnya.
Yangsheng menjawab, "Perintah Pak Lu, kalau Nona tidak sempat ke Jerman minggu ini… maka tidak perlu datang lagi selamanya."
Ji Sixi langsung duduk tegak dari sofa, keningnya berkerut semakin dalam. "Maksudmu apa?" Yangsheng melanjutkan dengan suara lembut, "Maksud Pak Lu - Anda harus datang setiap minggu. Jika ada satu minggu yang terlewat…"
