Ji Sixi gemetar ketakutan, namun pengalaman dua tahun bergaul dengan Lu Jingzhi mengajarkannya ketenangan. Ia menahan rasa takutnya, berkata datar, “Kurasa Lan Jing tak berani membawa senjata. Jadi, Anda Ye Zhengrong?”
“Siapa saya tidak penting. Yang penting—suruh Lu Jingzhi transfer 50 juta ke rekening yang saya tentukan!” suara kasar Ye Zhengrong bergema tanpa tedeng aling-aling.
Ji Sixi tersenyum lembut. “Kukira Lan Jing sudah bilang, aku dan Lu Jingzhi sudah bercerai. Menurutmu dia masih mau menyelamatkanku?”
Ye Zhengrong menyeringai dingin. “Kau ibu anaknya. Pasti dia mempertimbangkan nasib si kecil. Lagipula 50 juta bagi orang sepertinya hanya recehan.”
“50 juta baginya memang tidak banyak, tapi kau sama sekali tidak mengenal Lu Jingzhi... Dia tidak akan menyelamatkanku.” Ji Sixi berkata dengan datar.
Apakah dia tidak mengenal Lu Jingzhi?
Pria itu dingin darah dan tak berperasaan, meski dia adalah ibu anaknya, dia tidak akan membantu karena sama sekali tidak peduli nyawanya.
Ye Zhengrong menekan senjata ke pelipis Ji Sixi dengan kasar, bergemuruh marah, "Kau pikir aku percaya omongmu? Jangan banyak bicara, cepat telepon Lu Jingzhi!"
Ji Sixi kaget, seluruh tubuhnya mulai gemetar tak terkendali.
Pasangan Ji yang mulutnya tertutup lakban berusaha mengeluarkan suara membujuk karena khawatir Ji Sixi celaka.
Menyadari orang tuanya bisa dijadikan sandera, Ji Sixi berkata, "Aku akan telepon Lu Jingzhi asal kau bebaskan orang tuaku dulu!"
Ye Zhengrong menyeringai dingin, "Nona Ji, kau pikir ini tawar-menawar di pasar?" Dia menembakkan peluru ke sofa di sebelah ibu kandungnya.
Byur! Peluru menembus sofa, spons di dalamnya berhamburan...
Tembakan itu membuat ketiganya panik. Pasangan Ji bergulat melepaskan diri sementara wajah Ji Sixi memucat.
Ye Zhengrong melihat reaksi tiga lainnya, berkata dengan puas, "Ji Sixi, jika kau tak segera menelepon, tembakan ini tak akan lagi mengenai sofa. Mau kulihat apakah ini mengenai ibumu atau ayahmu?"
Ji Sixi akhirnya menyerah, berbisik pelan, "Aku akan menelepon."
Ye Zhengrong tersenyum, "Gunakan telepon di kamar orang tuamu. Aku yakin kau tak lupa nomor mantan suamimu."
Ji Sixi perlahan bangkit menuju meja samping tempat tidur.
Tentu saja dia takkan melupakan nomor ponsel Lu Jingzhi. Bagaimanapun, nomor ini pernah tak terhitung kali muncul di layar ponselnya...
Selama lebih dari setahun bersama, setiap kali ada kebutuhan, Lu Jingzhi langsung meneleponnya dengan empat kata singkat —— "Malam ini kosong", lalu Yang Sheng akan menyuruh orang menjemputnya ke vila...
Karena itu, mustahil baginya melupakan deretan angka ini!
Dengan senjata Ye Zhengrong yang mengarah ke orang tuanya, Ji Sixi tak berani main-main lagi. Dengan patuh dia memencet nomor Lu Jingzhi.
Dalam relung hati, dia berdoa semoga Lu Jingzhi masih punya secuil kemurahan hati, tak seperti sifat dingin darah yang dia kenal...
Telepon berdering lama sebelum akhirnya diangkat.
"Halo."
Mengenali suara Yang Sheng, Ji Sixi buru-buru berkata, "Yang Sheng, apakah Pak Lu ada?"
Suara Yang Sheng terdengar terkejut, "Nona Ji, tak kusangka ini Anda... Anda hampir tak pernah menelepon Pak Lu."
Melihat raut tak sabar Ye Zhengrong, Ji Sixi tak berani berbelit, "Bisa kau serahkan teleponnya ke Pak Lu?"
“Yang Sheng menjawab dengan hormat, “Sekarang mungkin tidak bisa, karena Pak Lu sedang rapat... Seperti yang Anda tahu, Pak Lu tidak mengizinkan gangguan saat bekerja.”
Sialan, dia sedang bekerja!
Ji Sixi tak bisa menahan diri untuk tidak memaki dalam hati.
Jika Yang Sheng membawa ponselnya ke sana, mungkin Lu akan mengeluarkan asap dari telinga, sampai-sampai tak mau mendengar penjelasannya dan langsung memutuskan panggilan!
Bagaimana ini?
Ye Zhengrong masih mengincarnya dengan rakus.
Demi keselamatan orang tua dan dirinya sendiri, Ji Sixi terpaksa mengambil risiko. Siapa tahu hari ini Lu Jingzhi sedang baik hati?
“Yang Sheng, aku benar-benar ada urusan mendesak dengan Pak Lu. Tolong antarkan ponselku ke ruang rapat agar dia bisa menerima telepon, ya?” pinta Ji Sixi hampir merengek.
Dia tahu ini menyusahkan Yang Sheng, karena tak ada yang berani membuat Lu Jingzhi marah. Tapi jalan lain sudah tertutup.
Yang Sheng berpikir sejenak, lalu berkata, “Baiklah... Pasti ini urusan penting, Nona Ji.”
Ji Sixi mengucapkan terima kasih, “Benar, terima kasih banyak.”
……
Di waktu yang sama, Berlin, Jerman.
Lu Jingzhi sedang memimpin rapat tentang ekspansi Hotel LM ke tingkat global, proyek yang sangat dia perhatikan.
Saat ini, Lu sedang menyimak proposal departemen ventura dengan saksama, ketika tiba-tiba Yang Sheng masuk.
Alis Lu langsung berkerut, tapi tahu pasti bawahannya punya alasan kuat. Dia memberi isyarat agar rapat ditunda.
“Pak Lu...” suara Yang Sheng penuh kehati-hatian.
Suara tak senang Lu Jingzhi terdengar, “Apa urusannya?”
Yang Sheng segera membisikkan ke telinga Lu Jingzhi, “Nona Ji punya urusan penting yang harus segera dibicarakan dengan Anda, dia meminta Anda mengangkat telepon.”
“Kau sudah mengikuti aku bertahun-tahun, tapi masih tak pahami batasan?” suara Lu Jingzhi yang berang terdengar.
Tubuh Yang Sheng gemetar ketakutan, tapi dia mengumpulkan keberanian, “Aku dengar suara Nona Ji sangat terburu-buru, kuduga pasti ada sesuatu yang terjadi padanya...”
“Keluar!” Perintah tegas Lu Jingzhi, lalu menatap bawahan yang tadi sedang mempresentasikan laporan. “Lanjutkan rapat.”
Namun tak ada yang menyangka, tiba-tiba listrik di ruang rapat padam. Proyektor tak bisa berfungsi. Staf departemen ventura dengan gemetar melapor pada Lu Jingzhi, sementara buru-buru mencari penyebab mati lampu.
Melihat situasi ini, Yang Sheng berbisik, “Pak Lu, suara Nona Ji benar-benar darurat...”
Lu Jingzhi melotot dengan kebengisan ke arah Yang Sheng, akhirnya mengambil ponsel. “Kukira sudah kukatakan, jangan ganggu aku!” Setelah menunggu lama, Ji Sixi sebenarnya sudah siap mental bahwa Lu Jingzhi tak akan mengangkat. Tak disangka saat dia hampir menyerah, suara Lu Jingzhi tiba-tiba terdengar di telinganya, membuatnya berseri-seri. “Aku dan orang tua sedang diculik. Pelakunya meminta Anda transfer 50 juta ke rekening yang dia tentukan. Jika uangnya diterima, kami akan dibebaskan...
Tolong bantu kami, anggap saja sebagai balasan karena dulu kita pernah jadi suami-istri!”
Dia tidak banyak bicara, tahu Lu Jingzhi tidak punya kesabaran yang baik, langsung menyampaikan fakta.
"Benarkah?" Tak disangka Lu Jingzhi hanya membalas datar dengan dua kata ini.
Ji Sixi sudah punya firasat buruk, tapi dengan berat hati berkata, "Kumohon, aku akan berterima kasih seumur hidup." "Aku tak butuh ucapanmu." Dengan dingin melepas kalimat ini, Lu Jingzhi langsung memutuskan telepon.
