Ketika Ji Sixi tiba di Jerman, hari sudah larut malam.
Begitu memasuki vila, dia tak sabar ingin melihat putrinya di kamar anak, tapi kepala rumah tangga tiba-tiba menghentikannya.
“Nona Ji.” Sang kepala rumah tangga memandangi Ji Sixi, sepertinya ingin mengatakan sesuatu.
Ji Sixi tersenyum, “Ada apa?”
Sang kepala rumah tangga akhirnya berbisik, “Saya ingin mengingatkan Nona, Tuan Lu ada di rumah. Jika besok Nona bertemu dengannya, mungkin Nona perlu berhati-hati.”
Ji Sixi langsung bingung, “Mengapa?”
Dia beberapa kali datang ke sini, selalu hidup damai dengan Lu Jingzhi.
“Karena Tuan Lu dan Nona Situ tidak berhasil mempertunangkan.” jawab kepala rumah tangga.
Ji Sixi terkejut, tapi juga sudah menduga, dengan suara tak acuh bertanya, “Oh? Mengapa tidak jadi bertunangan?”
Kepala rumah tangga melirik, “Bukankah Nona Ji sudah tahu?”
Senyuman di wajah Ji Sixi seketika tersentak kaku. “Kalau begitu, Lu Jingzhi sudah tahu Situ Jing meneleponku?”
Kepala rumah tangga mengangguk, “Saya rasa Nona Situ pasti sudah menceritakan tentang Anda kepada Tuan Lu...”
Ji Sixi mendesah pelan, “Aku sudah tahu, urusan orang lain seharusnya tidak saya ikut campur.”
Kepala rumah tangga kembali serius, “Sekarang Yang Sheng sudah terlibat...”
“Kau bilang Yang Sheng sudah terseret?” Ji Sixi kaget, suaranya tegang, “Apa Lu Jingzhi menyalahkan Yang Sheng karena memberikan nomorku ke Situ Jing?”
“Itu saya tidak tahu. Intinya, kali ini saya dengar orang lain bilang, Tuan Lu menggeram marah, katanya mungkin Yang Sheng tidak boleh lagi ikut Tuan Lu...” Setelah berkata demikian, kepala rumah tangga menghela napas.
Ji Sixi membeku di tempat.
Suara penuh perhatian kepala rumah tangga terdengar, “Nona Ji, Anda juga harus hati-hati...”
Barulah Ji Sixi tersadar, mengangguk. “Baik, terima kasih Pak.”
Kepala rumah tangga menggeleng, suara penuh kasihan, “Dari semua wanita Tuan Lu, hanya Nona Ji yang tak pernah memperlakukan kami sebagai pelayan. Karena itu saya juga berharap Nona baik-baik saja.”
“Baik.” Ji Sixi berusaha merekahkan senyuman.
Kepala rumah tangga baru bergegas mundur pergi.
……
Dalam hati Ji Sixi benar-benar merasa ngeri.
“Lu Jingzhi adalah pria yang dingin darah dan tak berperasaan, kejam dan tak kenal ampun. Bahkan terhadap Yang Sheng pun dia tak menunjukkan belas kasihan. Jika dia mengejar tanggung jawabnya, mungkin dia akan menghadapi masalah besar…”
“Bagaimana ini？”
“Kali ini dia benar-benar terjatuh ke kandang harimau tanpa disadarinya.”
“Tapi, dia tetap adalah ibu Yixin. Yixin masih membutuhkannya. Mungkin Lu Jingzhi tidak akan benar-benar melakukan hal yang merugikannya, kan？”
“Nona Ji.”
Suara yang tiba-tiba masuk ke telinganya membuatnya kaget. Dia mengangkat kepala dan melihat orang yang memanggilnya adalah ibu pengasuh. Dia menarik napas dalam. “Kau membuatku mati kaget.”
Ibu pengasuh tampak tersipu malu, “Maaf, Nona Ji.”
“Gak apa-apa… Apa Yixin sudah bangun？” tanya Ji Sixi.
Ibu pengasuh menggelengkan kepala, ekspresinya agak muram, lalu berkata tenang, “Nona Yixin tidur nyenyak… Saya memanggil Anda karena Tuan Lu memerintahkan saya untuk mengajak Anda ke ruang kerja jika Anda sudah datang.”
“Ah？” Ji Sixi membeku. “Maksudmu, Lu Jingzhi sedang menunggu di ruang kerja？”
“Ya, Nona Ji.”
Ji Sixi seketika membeku di tempat.
Ibu pengasuh menunjukkan tatapan penuh ketidakberdayaan, lalu diam-diam mundur dari koridor.
Beberapa detik kemudian, Ji Sixi tersentak dan menatap ke arah ruang kerja.
Pintu ruang kerja terkunci rapat, tapi dari celah pintu di bawahnya terlihat kilauan cahaya kekuningan.
Hati Ji Sixi tiba-tiba berdebar kencang. Setelah beberapa saat, dia perlahan melanjutkan langkah.
Ini adalah wilayah kekuasaan Lu Jingzhi. Saat ini, meski dia ingin melarikan diri, sudah tak mungkin lagi…
Tiba di depan pintu ruang kerja, Ji Sixi menarik napas dalam sebelum akhirnya mengetuk pintu dengan lembut.
Tok, tok——
"Masuk."
Suara Lu Jingzhi yang khas terdengar.
Ji Sixi menahan napas, perlahan mendorong pintu ruang kerja terbuka.
Yang terpampang adalah sosok Lu Jingzhi di balik meja kerja, mengenakan piyama flanel hitam yang sangat dikenalnya, sedang menghisap rokok.
Karena jendela terbuka, bau asap rokok tidak terlalu menyengat, malah tercium aroma sabun mandi samar-samar setelahnya.
Segar, dan harum.
"Ibu susu bilang, kau mencari aku?" tanya Ji Sixi berpura-pura tak terjadi apa-apa.
Lu Jingzhi mematikan rokoknya, mata gelapnya meliriknya. "Kau memang suka ikut campur." Ji Sixi tahu tak bisa berpura-pura bodoh lagi, menggigit bibir bawahnya dengan lembut. "Waktu itu aku tak menyangka Situ Jing akan membatalkan pertunangan. Saat meneleponku, dia sebenarnya sudah tahu kau hanya menjadikannya pengganti. Dia hanya ingin jawaban berbeda dariku, tapi sebagai sesama wanita..."
"...aku tak tegas menipunya."
Lu Jingzhi bangkit dari kursi kulit aslinya, postur tinggi tegapnya yang dipadu piyama hitam membuatnya mirip macan tutul malas yang mendekat.
Ji Sixi merasakan tekanan psikologis, tapi kini tak ada jalan untuk kabur.
Ia terpaksa berpura-pura tenang, menegakkan dada, menghadapinya langsung.
Tapi ternyata, Lu Jingzhi tiba-tiba mengangkat dagunya.
Ini sebenarnya gerakan yang sangat familiar antara mereka, karena dulu setiap kali Lu Jingzhi membutuhkannya, ia selalu melakukan gerakan seperti ini...
Kemudian, dia akan aktif menciumnya, atau mungkin aktif memeluknya...
Tapi saat ini, ketika mereka sudah tidak memiliki hubungan lagi, ia sekali lagi melakukan gerakan familiar seperti ini yang hanya membuatnya merasa takut.
"Wanita yang susah payah kutemukan untuk menghiburku kau hancurkan. Kau bilang, bagaimana ini?" Saat ini, Lu Jingzhi berkata dengan nada menggoda namun angkuh secara perlahan.
Tubuh Ji Sixi sedikit bergetar, hingga suaranya pun gemetar, "Kau tak bisa bilang ini karenaku... Intinya kau sendiri tak mengawasi orang-orang di sekitarmu sampai kabar ini bocor."
Lu Jingzhi mengangguk setuju, tapi menyipitkan mata hitamnya yang sipit memanjang, mengamatinya dengan tatapan tajam seperti duri, berkata perlahan, "Tapi kaulah yang langsung menyebabkan Situ Jing membatalkan pertunangan."
"Aku..."
Ji Sixi terdiam seketika.
Lu Jingzhi sedikit mengencangkan cengkeramannya pada dagu Ji Sixi. "Kau bilang gimana?"
"Apa maksudmu 'bagaimana ini'?" Ji Sixi berusaha melepaskan diri dari genggaman Lu Jingzhi, tapi sadar tak bisa lolos.
Jari-jarinya sangat kuat, mengendalikannya sepenuhnya, membuatnya tak bisa bergerak.
Lu Jingzhi sedikit menekan, memaksa Ji Sixi berhadapan dengannya. "Ambil contoh malam ini, aku tak mau tidur sendirian."
“Aku tak paham maksudmu……” Entah mengapa, suara Ji Sixi semakin gemetar.
Lu Jingzhi terkecil tipis, “Kau begitu pintar, masak tak tahu maksudnya?”
Wajah Ji Sixi perlahan kehilangan warna darah. “Hanya semalam saja… Asal kau mau, besok pasti ada orang yang mirip Su Mo bisa ditemukan menghadapmu.”
“Benarkah?” tanya Lu Jingzhi.
Ditanya seperti itu oleh Lu Jingzhi, hati Ji Sixi semakin diliputi ketakutan. Sebenarnya apa yang ingin ia lakukan?
Sayangnya, tatapan Lu Jingzhi tak terukur, tak ada yang bisa menebak pikirannya. Tapi yang tak disangka Ji Sixi, saat tubuhnya gemetar ketakutan, tiba-tiba Lu Jingzhi melepas dagunya.
