Rupanya begitu.
Ji Sixi kembali memandangi Lu Jingzhi, ia memejamkan mata, dahinya basah oleh keringat akibat menahan sakit. Awalnya ia ingin bilang pasti akan kembali ke Kota C malam ini, tapi kini entah mengapa tak bisa mengatakannya.
“Sebentar lagi sampai hotel, tahan ya...” Akhirnya tanpa disadari ia malah menghiburnya.
Lu Jingzhi tak menjawab, tapi genggamannya yang erat pada tangan perempuan itu tak juga dilepas.
Demikianlah, Xiao K melaju secepat mungkin menuju pusat kota Berlin, memasukkan mobil ke hotel Lu Jingzhi.
Karena hotel tak memiliki garasi bawah tanah, mereka terpaksa parkir di area terbuka. Ini berarti harus melewati aula utama hotel, membuat Ji Sixi cemas.
“Kamu sanggup?” Aula hotel yang ramai itu, sedikit kecerobohan bisa membuka celah. Pasti si pengkhianat itu sedang mengincar dengan rakus dari balik kegelapan.
“Topang saja aku, anggap saja aku mabuk.” Lu Jingzhi akhirnya membuka mata, tapi suaranya terdengar lebih lemah dari sebelumnya.
“Baik.” Ji Sixi dalam relung hati merasa ragu mengapa Lu Jingzhi tidak memilih untuk pergi ke hotel lain secara rahasia menangani lukanya, tapi setelah dipikir, mungkin ini dilakukan Lu Jingzhi demi orang-orang yang bersembunyi dalam kegelapan sama sekali tidak menyangka bahwa Lu Jingzhi terluka, yang disebut tempat paling berbahaya adalah tempat teraman.
Saat Ji Sixi memapah Lu Jingzhi turun dari mobil, Lu Jingzhi mengerang kesakitan, membuat Ji Sixi tegang bertanya, "Kau benar-benar bisa bertahan?"
Dia merasa kali ini luka Lu Jingzhi sangat parah, karena sebelumnya Lu Jingzhi juga pernah terluka, dia membantunya menanganinya, tapi tak pernah sekalipun mendengar Lu Jingzhi mengeluh sepatah kata pun.
Hati Ji Sixi tanpa sadar mencengkeram erat. "Bertahanlah, kita akan segera sampai."
“Baik.” Lu Jingzhi melingkarkan tangannya di bahu kurus Ji Sixi, membiarkan Ji Sixi menanggung seluruh berat badannya.
Ji Sixi terhimpit tubuh berat itu hingga berjalan tersendat-sendat, napasnya pun tak lagi lancar, tapi dia tetap mati-matian menegakkan postur tubuhnya, menopang Lu Jingzhi, langkah demi langkah menuju aula utama hotel.
Saat melewati aula utama hotel, Ji Sixi merasa tegang tanpa bisa dikendalikan. Dia khawatir bagian bawah setelan jas kiri Lu Jingzhi yang sudah ternoda darah tak tertutupi baik oleh tubuhnya. Sangat takut celah akan terbuka. Namun saat dia menegangkan tubuh karena gugup, Lu Jingzhi berbisik di telinganya. Sebenarnya ia sedang berbicara, tapi karena tenaganya hampir habis untuk bersuara dan takut wanita itu tak mendengar, wajah mereka menjadi sangat dekat. Di mata orang luar, sepertinya mereka sedang dalam hubungan ambigu, terutama saat ini...
Jingzhi mengubah posisi tangannya menjadi melingkari pinggangnya.
"Kau harus Tenang!" kata Lu Jingzhi sambil berkata.
Ji Sixi seketika menarik napas dalam-dalam di relung hati. Kemudian, dengan kerja sama, mendongakkan kepala sambil menunjukkan senyuman lembut penjilatan. "Jangan nakal..." ujarnya dengan nada merajuk yang disengaja.
Tak disangka, Lu Jingzhi malah memanfaatkan momen itu untuk mencaplok bibirnya.
Ji Sixi langsung tercengang. Saat tersadar, bibir dingin Lu Jingzhi sudah meninggalkan bibir merah lembutnya. Dengan suara lemah akibat napasnya, ia berujar, "Baru seperti ini mirip main api..."
“……”
Wajah Ji Sixi memerah tanpa alasan. Ia menoleh ke arah lain, menghindari tatapan Lu Jingzhi saat ini.
……Demikianlah, mereka berhasil masuk ke lift, kemudian lancar memasuki suite eksklusif Lu Jingzhi di hotelnya. Saat pintu kamar suite tertutup, Ji Sixi segera melepaskan pelukannya dari tubuh Lu Jingzhi, sekaligus menyingkirkan tangan pria itu yang masih melingkari pinggangnya.
Dia benar-benar mengira Lu Jingzhi masih bisa berdiri. Tapi tak disangka luka pria itu sedemikian parah. Begitu Ji Sixi melepas pegangan, seluruh tubuh Lu Jingzhi langsung ambruk ke lantai kayu. Ji Sixi yang sedang bergegas mengambil kotak P3K terkejut mendengar suara "Byur!" keras. Ketika menoleh, dilihatnya Lu Jingzhi sudah tergeletak dengan darah segar mengucur dari perut bawah. Perempuan itu langsung bersimpuh, mengangkat kepala pria tersebut ke pangkuannya. "Kau baik-baik saja? Maaf ya, aku tak tahu lukamu separah ini..."
……Maaf……”
Ji Sixi benar-benar panik, suaranya mulai tersekat. Ia hanya ingin buru-buru mencari kotak P3K...
Perlahan Lu Jingzhi membuka mata lemahnya, namun pandangan sudah tak bisa fokus menatap Ji Sixi. Bibir pucatnya bergetar mengeluarkan kalimat, "Kalau kau masih buang-buang waktu... nyawaku benar-benar melayang..."
"Baik, baik... Tunggu aku satu menit! Aku segera ambil kotak P3K!" Mendengar suara Lu Jingzhi, Ji Sixi hampir teriak gembira. Dengan hati-hati ia meletakkan tubuh pria itu, lalu berlari tercangking ke kamar mandi mencari kotak obat.
Beruntung ia familiar dengan tata letak hotel Lu Jingzhi. Kurang dari semenit, kotak P3K sudah berada di samping pria tersebut.
“Aku tidak tahu apakah aku bisa menangani lukamu dengan baik, tapi aku akan berusaha maksimal…” Saat melepas mantel jas Lu Jingzhi, Ji Sixi berkata demikian.
Kening Lu Jingzhi berkerut kencang, tak lagi sanggup menjawab Ji Sixi.
Ji Sixi dengan hati-hati membuka kancing kemeja Lu Jingzhi, namun ketika sampai pada kancing terakhir di bagian bawah kemeja, tangannya terhenti sejenak.
Lu Jingzhi bahkan merasakannya, dengan suara lemah yang kehilangan kesombongan dan kedinginannya bertanya, "Kenapa, takut membukanya?"
Bukan Ji Sixi takut membuka, melainkan kancing terakhir itu kebetulan tepat di pinggang celana Lu Jingzhi. Gerakan membuka kancing ini tiba-tiba mengandung nuansa ambigu, belum lagi kemungkinan sentuhan tak sengaja pada bagian bawah tubuhnya saat proses ini...
"Tidak…" Ji Sixi goyah menjawab satu kata, lalu memaksa dirinya menghilangkan pikiran kacau dan membuka kancing terakhir itu.
Lu Jingzhi tak melanjutkan bicara, mungkin karena stamina-nya benar-benar habis.
Ji Sixi melepas kemeja Lu Jingzhi, memperlihatkan tubuh bagian atasnya yang kekar dan kokoh. Baru saat itu ia menyadari perut bawahnya sudah menggenang darah...
Hatinya tiba-tiba terasa sesak, "Pelurunya masih ada di dalam luka?"
"Ya…" Suara Lu Jingzhi sudah hampir tak terdengar.
“Ji Sixi menarik napas dalam-dalam, seketika mengambil pisau buah dan korek api, memaksa diri untuk tenang, berkata dengan kalem,”Selanjutnya mungkin akan sedikit sakit, tapi jika kau tidak bisa mencari dokter, ini satu-satunya cara... Kuharap kau bisa menahan!”
“Laksanakan.” Suara serak Lu Jingzhi memerintah.
Ji Sixi menarik napas panjang, lalu menggesek korek api, mensterilkan pisau buah, kemudian menggunakan alkohol untuk membersihkan luka Lu Jingzhi...
Saat membersihkan luka Lu Jingzhi, mata Ji Sixi sudah memerah, karena ia melihatnya mengatupkan gigi menahan rasa sakit, tak ada sepatah keluhan pun...
Berbekal ilmu perawatan, ia sangat paham betapa menyiksanya ini. Dan ia masih harus membuatnya menderita lebih parah, bayangan itu saja sudah membuatnya panik...
“Aku mungkin tak sanggup.” Genggaman pisau buah di atas luka Lu Jingzhi gemetar, suara Ji Sixi bergetar.
Lu Jingzhi perlahan mengangkat tangan, menggenggam pergelangan tangan Ji Sixi, memberinya keberanian. “Jangan takut, kau pasti bisa, aku percaya padamu...”
“Sungguh, aku tak mampu...” Ia yakin pria ini akan mati kesakitan... Genggaman Lu Jingzhi mengerat pada tangan Ji Sixi. “Kau tak ingin aku mati, bukan?”
