Dia tak pernah berniat kembali ke mantan...
Hanya perasaannya pada Lu Jingzhi, baru sekarang disadarinya—belum benar-benar bisa dilepas...
"Jika bukan karena ketakutanku saat itu bahwa ia akan pergi selamanya, mungkin aku takkan pernah tahu bahwa perasaanku pada Lu Jingzhi selama ini kusimpan di relung hati terdalam..."
"Ini seperti menyembunyikan sesuatu di tempat yang tak terlihat oleh siapapun. Kau pikir dirimu juga tak bisa melihatnya seperti orang lain, tapi sebenarnya ia selalu ada di sana, dan dalam hatimu kau sangat menyadarinya..."
Memikirkan ini, Ji Sixi tak kuasa mengusap pelipisnya.
"Xi."
Teriakan rekan kerja menyadarkan Ji Sixi dari lamunannya. "Ya?" Tangannya turun dari pelipis.
"Semalam kurang tidur?" tanya rekan kerja.
"Ya, kemarin baru sampai rumah larut malam," jawab Ji Sixi jujur.
Rekan kerja menunjuk ke arah kantor direktur. "Direktur memanggilmu masuk!"
"Oh."
Ji Sixi segera menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan semangat sebelum berjalan menuju kantor.
……
Tok, tok.
"Silakan masuk."
Suara direktur terdengar dari dalam.
Dengan senyuman, Ji Sixi memasuki ruangan. "Ada yang perlu Bapak sampaikan?"
Direktur wanita berusia empat puluhan itu mengangkat pandangan dari blueprint dihadapannya, senyum ramah merekah. "Duduklah."
"Baik." Ji Sixi duduk berhadapan dengannya.
Direktur meletakkan pulpen Parker-nya, memandangnya dengan serius. "Minggu ini kau absen sehari."
"Maafkan saya, Direktur... Ada urusan mendadak di luar negeri yang membuatku terlambat kembali. Aku berniat menemui Bapak siang ini untuk meminta maaf, takut mengganggu kesibukan Bapak." Jawab Ji Sixi penuh penyesalan.
Direktur tetap menjaga senyuman tenang, menggelengkan kepala, "Sebenarnya aku tidak ingin mengejar urusan ini, lagipula aku sangat mengagumi orang berbakat. Jika setiap kali dia bisa memberiku desain yang bagus, bahkan jika dia tidak pernah datang tepat waktu ke perusahaan, aku bisa memaafkan..."
"Direktur, kalau Anda berkata begitu, aku semakin merasa malu. Aku tidak punya bakat apa-apa," kata Ji Sixi yang semakin tersipu.
Direktur masih menggeleng, "Kamu punya... Sepatu yang kamu desain sebelumnya, sudah dibeli hak eksklusif oleh brand besar luar negeri. Jika tidak ada hambatan, musim depan sepatumu akan dijual di seluruh counter dunia brand itu..."
"Benarkah?" Mata Ji Sixi terbelalak tak percaya. "Direktur, Anda tidak bohong?"
"Tentu aku tidak akan menipumu..." Setelah berkata demikian, direktur mengeluarkan dokumen dan menyerahkannya ke tangan Ji Sixi. "Ini kontrak antara perusahaan kita dengan mereka. Desainmu terjual 1 juta dolar."
Ji Sixi terpaku, terduduk linglung menatap kontrak itu.
Dia tak pernah membayangkan, desain buatannya suatu hari bisa menghasilkan uang...
Benar, dulu waktu kuliah profesor memang sering memuji selera estetikanya. Setiap desainnya selalu mendapat nilai tinggi. Tapi setelah bersama Lu Jingzhi, dia tidak pernah menyentuh desain lagi. Tak disangka bakat alaminya masih ada...
"Aku sangat bahagia... Ini kehormatan besar." Mata Ji Sixi berkaca-kaca karena haru.
“Aku juga turut senang untukmu, karena perusahaan ini memang selalu ingin kita bekerja sama, tapi desain yang dikirim tak pernah memuaskan pihak mereka, ini pertama kalinya... langsung memutuskan untuk membeli desainmu setelah melihat gambarnya.” Direktur berkata dengan bangga.
“Aku akan lebih giat lagi ke depannya.” Ji Sixi memotivasi dirinya sendiri. Direktur mengangguk, lalu berkata tegas, “Ada kursus lanjutan desain di Jerman, perusahaan kita punya satu kuota. Setelah berpikir panjang, aku memutuskan merekomendasikanmu... Pertama, kau pernah bilang setiap akhir pekan pergi ke Jerman. Kedua, menurutku bakatmu tidak biasa. Jika kau
belajar untuk memperdalam kemampuan, di masa depan pasti akan jadi inti terkuat di departemen desain.”
Ji Sixi terkejut, “Direktur ingin aku pergi ke Jerman untuk belajar?”
“Ya, inilah alasan kupanggil kau masuk... Kenapa, tidak bersemangat?” Direktur mengerutkan alis. Ji Sixi langsung menggelengkan kepala, buru-buru berkata, “Tentu saja aku bersemangat! Dapat kesempatan seperti ini, aku malah senang bukan main. Aku sendiri memang merasa perlu belajar lagi, karena sudah lama tidak menyentuh desain, banyak hal harus kupelajari dan kukonsolidasikan ulang... Benar-benar
sangat senang bisa dapat peluang ini!”
Direktur baru lega. “Lalu kenapa ekspresimu tadi seperti itu?”
“Aku tak menyangka Direktur akan memberiku kesempatan ini. Kukira masih banyak desainer yang lebih berpengalaman di luar...” Ji Sixi menjawab dengan rasa malu.
Direktur tersenyum tipis, “Barusan sudah kukatakan, aku mengagumi orang berbakat. Di bidang desainer, yang dibutuhkan adalah bakat, bukan pengalaman...”
“Jika memang begitu, aku bersedia melanjutkan studi di Jerman.” Ji Sixi berusaha tetap tenang meski sorot bahagia di wajahnya tak bisa sepenuhnya disembunyikan.
“Baik, minggu depan langsung berangkat, ada masalah?” Direktur bertanya.
“Tidak masalah, aku akan mempersiapkan semuanya.”
“Bagus.”
……
Saat melangkah keluar dari kantor direktur, Ji Sixi sempat khawatir kesempatan ini akan membuat rekan senior yang lebih berpengalaman tidak senang. Tapi tak disangka, persis saat kaki kanannya melewati ambang pintu - Byur! Konfeti berhamburan dari langit...
Ji Sixi kaget terkejut. Baru setelah beberapa detik matanya bisa fokus melihat semua rekan kerja telah mengerumuninya sambil bertepuk tangan.
Baru sekarang dia sadar: Rupanya seluruh staf sudah tahu kabar keberangkatannya ke Jerman dan ikut bersukacita untuknya...
Perasaannya tersentuh. "Terima kasih semuanya, terima kasih..."
Rekan Kerja A menyahut, "Ini memang hakmu. Tak ada yang bisa memberi kontribusi sebesar ini dalam waktu singkat sejak masuk perusahaan..."
Rekan Kerja B menambahkan, "Iya, bahkan desain Direktur sendiri belum pernah terjual dengan harga setinggi karyamu..."
Matanya berkedip-kedip memandangi para kolega. "Setelah aku kembali nanti, pasti akan mentraktir kalian semua makan besar."
"Jangan lupa janjimu ya!" seru mereka serempak.
……
Suasana hati Ji Sixi begitu cerah sampai Sen Sen pun bisa merasakannya saat makan malam.
"Tante, apa kamu mau nikah dengan Paman Chi? Dari tadi terus-terusan tersenyum sendiri." Si kecil berbicara dengan mulut penuh nasi, suaranya parau.
Ji Sixi kesal melotot ke arahnya. "Kau mau Tante hajar pantatmu ya?"
Si kecil mengunyah makanannya sampai habis, lalu berkata serius, "Kalau aku boleh memanggil Paman Chi sebagai suami Tante, aku bisa minta Paman Chi membelikan mainan..."
"Ah, dasar hantu kecil, licik sekali..." Ji Sixi mendekat dan membopong Sen Sen, menggelitikinya sampai Sen Sen tertawa terkekeh.
Setelah makan malam, saat Ayah Ji mengajak Sen Sen bermain di ruang tamu, Ibu Ji penasaran bertanya, "Xi, urusan apa yang membuatmu begitu bahagia hari ini?" "Desain yang kubuat sebelumnya dibeli perusahaan besar luar negeri, perusahaan mendapat untung besar... Kali ini ada kesempatan magang di Jerman, direktur merekomendasikan aku." Ji Sixi menjawab dengan wajah berseri.
