“Tak ada kesempatan.” Jawaban Ji Sixi spontan.
Ibu Ji mengerutkan alis. “Benarkah dia akan bertunangan?”
“Sepertinya!” Kali ini seharusnya tak akan ada kejadian tak terduga lagi!
Ibu Ji menghela napas panjang. “Sayang, kalian berdua saling mencintai, sungguh pasangan yang serasi.”
Ji Sixi tak menjawab.
Ibu Ji menambahkan, “Dia akan menyesal, karena tunangannya pasti tak bisa menandingi putriku.”
Ji Sixi terhibur oleh ucapan ibunya. “Jangan memuji diri sendiri, Mama. Tunangannya sangat cantik dan cukup pengertian.”
Dari beberapa kontak dengan Situ Jing, dia menyadari Situ Jing adalah wanita baik.
Jika Situ Jing bisa bersabar dan tulus memperlakukan Lu Jingzhi, percayalah Lu Jingzhi akan tersentuh.
Ibu Ji menopang bahu putrinya. “Nak, kalau dia tak berminat, jangan bertahan pada orang ini… Lupakan hal-hal masa lalu.”
“Mama, menurutmu apakah mungkin seseorang tak bisa melupakan orang seumur hidup?” Ji Sixi tiba-tiba bertanya.
Ibu Ji sedikit kaku. “Xi'er, jangan menakuti Mama. Kau tak boleh menghancurkan diri karena satu orang ini...”
“Baru sekarang aku tahu, ternyata aku sangat peduli padanya.” Hanya di hadapan sang ibu, Ji Sixi berani mengungkapkan kebenaran dari relung hatinya.
Ibu Ji mengusap lembut bahu putrinya. "Ini akan berlalu, anak yang bodoh... Kau akan melupakannya."
Ji Sixi mengendus hidungnya yang pedih. "Aku juga tak tahu mengapa aku jatuh cinta padanya, ia tak pernah peduli padaku..."
"Sudahlah..." Ibu Ji memeluknya. "Ibu tak tega melihatmu menderita..."
Ji Sixi menarik napas dalam-dalam, menahan getir di lehernya. "Aku baik-baik saja, hanya tak tahu kapan bisa melupakan orang ini, dan memulai kembali hubungan dengan Zhichen..."
"Bukankah ia sebentar lagi akan bertunangan? Setelah pertunangannya, saat segalanya menemui titik terang, perlahan kau akan bisa melepaskannya..." Begitu kata Ibu Ji.
"Semoga saja." Jawab Ji Sixi dengan getir.
Ibu Ji tak melanjutkan, membelai lembut punggung putrinya, memberi hiburan.
……
Begitu tiba di perusahaan, Ji Sixi langsung menyobek cek dari Lu Jingzhi di kursinya.
Sebenarnya sejak awal ia tak berniat mengambil cek ini. Pertemuannya dengan Lu Jingzhi hanyalah dorongan tak terkendali untuk melihatnya... Ia sangat khawatir dengan kondisi tubuhnya.
Baru saja ia tertembak, sungguh Ji Sixi amat cemas...
Karena itu, saat melihatnya duduk sehat walafiat di meja makan, dadanya terasa lega.
Namun tak disangka, pria itu malah memberikan cek kosong untuk diisi sesukanya.
“Dan cek kosong ini, memberikan penghinaan yang lebih besar dibandingkan cek yang sudah diisi angka...”
“Ya, ini menunjukkan bahwa di relung hati Lu Jingzhi, aku benar-benar terlalu serakah.”
“Jika tidak demikian, tak mungkin ia menyuruhku mengisi angka sendiri...”
“Hatinya benar-benar pedih.”
“Mengapa di matanya, aku adalah orang seperti ini?”
“Tapi dia tak bisa menyalahkannya, karena semua ini berawal dari ketidakpeduliannya padanya.”
“Jika dia peduli, pasti akan melakukan investigasi...”
“Jadi dia tak bisa membencinya, hanya bisa menyalahkan diri sendiri yang tak bisa menarik perhatiannya selama lebih dari setahun bersama.”
“Semua ini hanya karena mereka berjodoh tapi tak bersatu...”
“Membayangkan ini, rasa getir menggelora di dada Ji Sixi.”
“Di dalam hati, dia berdoa semalam Sutra bisa membuat Lu Jingzhi melupakan Su Mo, agar dia mendapatkan kebahagiaan sejati seumur hidup...”
“Ji Sixi menyobek-nyobek cek itu dan membuang potongannya ke tempat sampah, seolah melemparkan jantungnya yang terkoyak.”
“Xi.”
“Ji Sixi tersentak, menoleh ke rekan kerjanya dengan sedikit canggung. "Ada perlu?"”
“Rekan itu tersenyum, "Apakah desainnya sulit? Sampe frustrasi merobek sketsa di sini?"”
“Ji Sixi tersenyum kaku, "Ada keperluan?"”
“"Oh, saya ingin memberitahu bahwa tadi sekretaris direktur utama datang. Beliau ingin bertemu, langsung ke kantor direktur utama setelah mulai bekerja." Rekan itu berbicara dengan serius.”
“Tan Yan mencari dirinya?”
“Ji Sixi bingung sebentar, tapi tak lupa mengangguk, "Baik, terima kasih."”
……
Setelah sampai di lantai atas, Ji Sixi mengetuk pintu kantor direktur utama dengan lembut.
"Masuk." Suara Tan Yan terdengar dari dalam.
Ji Sixi mendorong pintu dan berjalan menghampiri meja kerja. "Direktur Tan."
Baru kemudian Tan Yan meletakkan pulpen yang sedang digunakan untuk menandatangani dokumen, tubuhnya bersandar ke belakang. Tatapan tenangnya yang biasa tertuju pada Ji Sixi. "Aku dengar kau mengurungkan niat untuk melanjutkan studi di Jerman."
"Ya."
"Mengapa?"
"Ini urusan pribadi, dan menurutku tak pantas diungkapkan kepada Direktur Tan." Jawab Ji Sixi.
Tan Yan menghela napas panjang, "Hanya merasa sayang saja. Awalnya kukira dengan ke Jerman, mungkin masih ada kesempatan bagimu dan kakakku..."
"Direktur Tan, seandainya aku dan Lu Jingzhi saling mencintai, upayamu mempertemukan kami memang bisa menjadi pelunasan hutangmu pada kakakmu. Tapi hubunganku dan kakakmu sudah putus, tak perlu lagi kau turut campur." Ucap Ji Sixi dengan nada datar.
Tan Yan terdiam. Setelah sekitar setengah menit, barulah ia bersuara, "Minggu ini kakakku akan bertunangan dengan Situ Jing di Kota C."
"Kota C?" Ji Sixi terkejut. "Bukannya di Jerman?"
"Tak mengejutkan bila kakakku memilih Kota C. Hanya di sini ia punya kesempatan melihat Su Mo. Kalau tidak, dengan rasa posesif Shan Yan pada Su Mo, pasti ia tak mengizinkan Su Mo pergi ke Jerman untuk menghadiri pesta tunangan kakakku." Penjelasan Tan Yan tetap tenang.
Ji Sixi pun tersadar.
Rupanya Lu Jingzhi memilih bertunangan di Kota C demi Su Mo, pantas saja ia hari ini muncul di Kota C... Sepertinya ia ke sini untuk mempersiapkan pesta tunangan.
Hati tertarik keluar. "Alasan ku memberitahumu hal ini hanyalah harapan kau bisa aktif menjelaskan kesalahpahaman antara kalian pada kakakku. Aku tahu kakakku selalu mengira kau wanita suka pamer... Jika kau bisa jelaskan, ia tak akan bertunangan dengan Situ Jing. Pasti ia memilihmu, apalagi
kau adalah Mama Yixin." Tan Yan melanjutkan dengan datar.
Ji Sixi memandangi jendela kaca di belakang Tan Yan dengan kosong, berkata datar, "Aku tak paham maksud Direktur Tan..." Tan Yan menatapnya dengan dalam, bersabda, "Tak perlu kau tipu aku dengan bilang tak mencintai kakakku. Aku sangat paham, jika benar tak cinta, mana mungkin kau melahirkan
Jangan beri kesempatan itu pada Situ Jing..."
Ji Sixi berdiam diri. Tan Yan melanjutkan, "Bagi kakakku saat ini, menikahimu atau Situ Jing sama saja. Tapi jika kau mencintainya, mengapa harus menyerahkan kesempatan ini? Menurutku kau harus memikirkan masa depan Yixin."
