Lu Jingzhi akhirnya membiarkan dirinya dipapah, karena perut bawahnya memang sudah tak tertahankan lagi.
Ji Sixi dengan hati-hati menghindari lukanya, getir menopangnya masuk ke dalam mobil.
Melihat Lu Jingzhi mengerutkan kening kesakitan, Ji Sixi berkata marah, "Andai tahu menyelamatkanmu malah membuatmu tetap tak peduli pada diri sendiri, lebih baik kubiar kau mati saja sebelumnya!"
Lu Jingzhi tak menjawab. Ia menyandarkan diri di sandaran kursi, masih merasa mual.
Ji Sixi segera menelepon Yang Sheng.
"Yang Sheng."
"Nona Ji."
"Kebetulan aku menyetir dan bertemu bosmu. Dia mabuk berat, lukanya juga terlihat terkoyak. Kenapa kau tak ada di sisinya?"
"Pak Lu memerintahkan kami semua untuk tidak mengikutinya. Beliau ingin menyendiri."
"Dia bilang ingin menyendiri, lalu kau benar-benar membiarkannya sendirian?!"
"Kami tak berani melanggar perintah Pak Lu."
"Kalau begitu datanglah sekarang untuk menjemputnya! Dia benar-benar mabuk parah, dan mungkin perlu ke rumah sakit..."
"Maaf, Nona Ji. Pak Lu melarang kami mengikuti. Kami tak berani melawan perintah... Mohon Nona yang merawat beliau."
"Apa?!"
"Maaf..."
Yang Sheng segera mengakhiri telepon.
Ji Sixi membeku sejenak, kehilangan kata-kata.
Lu Jingzhi sudah menutup matanya, terlihat mengantuk. Namun keningnya masih berkerut, seolah rasa sakit dari lukanya membuat tidurnya tak nyenyak.
Ji Sixi melihat jam di ponsel. Menyadari sudah terlambat ke bandara, akhirnya memutuskan akan menghubungi Chi Zhichen nanti. Untuk sementara, ia mengantar Lu Jingzhi ke hotel terdekat.
Awalnya ingin membawa Lu Jingzhi ke rumah sakit, tapi teringat dokter pasti langsung mengenali luka tembakannya. Akhirnya diputuskan untuk ke hotel saja.
Hotel memiliki kotak P3K, dia bisa membantu menangani lukanya secara sederhana.
Akhirnya, Ji Sixi menyetir langsung menuju hotel bintang lima di sekitar.
Dia tahu ia menginap di Hotel Tianqiao. Sebenarnya dia bisa langsung mengantarnya ke sana dan meminta Situ Jing merawatnya. Tapi dia khawatir Situ Jing menemukan luka di perutnya, jadi memutuskan merawatnya sendiri di hotel.
Setelah check-in, dia menyambut Lu Jingzhi ke kamar.
Tak disangka resepsionis mengira mereka kekasih dan memberikan suite romantis. Dekorasi ambigu di seluruh kamar membuat wajahnya memerah.
Tapi dia tak punya waktu memikirkan itu. Setelah menidurkan Lu Jingzhi perlahan di ranjang, dia segera mencari kotak P3K.
Kotak P3K cepat ditemukan. Ji Sixi dengan mahir melepas setelan jas dan kemeja Lu Jingzhi, memperlihatkan perban di dalamnya. Dengan sabar dia melepas perban, membersihkan luka, mengganti kain kasa baru, lalu membalut kembali.
Setelah lukanya tertangani, dia mengambil handuk hangat dan menyeka tubuhnya perlahan, sekaligus membasuh wajahnya.
Kening berkerut Lu Jingzhi perlahan mulai mengendur...
Duduk di tepi ranjang memandangnya, dia menghela napas lega.
Tiba-tiba terlintas di pikiran Ji Sixi ucapan Tan Yan: "Jika kau mencintai kakakku, rebutlah kesempatan untuk bersamanya. Jangan beri peluang itu kepada Situ Jing..."
Tatapannya pada Lu Jingzhi mulai tak fokus.
Dia masih begitu peduli padanya, apakah dia benar-benar bisa melepasnya dan memulai hubungan baru dengan Chi Zhichen?
Mengapa malam ini ia sekali lagi muncul di hadapannya, kembali mengacaukan tekad yang sudah ditetapkannya?
Ji Sixi benar-benar dilanda kegelisahan dan rasa tak berdaya...
Saat ini dia ingin segera berbalik dan pergi, lalu memberitahu Yang Sheng nomor kamarnya, namun pandangannya tak kuasa menahan diri untuk berlama-lama memandangi wajah tidurnya yang tenang.
Baru setelah mendengar dering ponsel, dia tersentak sadar.
Kemudian, dia menyadari bahwa ponsel miliknyalah yang berdering.
Segera dia mengeluarkan ponsel itu dari saku jasnya, menemukan bahwa panggilan berasal dari Situ Jing.
Memikirkan rencana pertunangannya dengan Situ Jing, dadanya sesak sejenak, lalu menarik napas dalam sebelum akhirnya menekan tombol penerimaan. "Halo..."
"Nona Ji?" Suara Situ Jing terdengar terkejut, jelas sama sekali tidak menyangka bahwa yang menerima telepon adalah Ji Sixi.
Ji Sixi menjawab dengan suara lembut, "Aku bertemu Lu Jingzhi yang mabuk di jalan, lalu mengantarnya ke hotel... Datanglah ke sini, dia di kamar 1666 Hotel Royal Court."
Situ Jing terdiam sejenak. "Kamu benar-benar kebetulan bertemu Lu?"
"Kau tidak percaya?" Ji Sixi membalas bertanya.
"Oh, bukan. Hanya... kebetulan yang terlalu tepat." Situ Jing juga jujur mengungkapkan pikirannya.
Ji Sixi tersenyum tipis, "Nona Situ, jika aku memang berniat memiliki hubungan dengan Lu Jingzhi, mengapa saat kalian berpisah dulu aku malah membujukmu untuk kembali padanya?"
"Maaf, aku terlalu curiga." Kata Situ Jing dengan nada tulus.
Ji Sixi menggelengkan kepala, "Aku tidak mempermasalahkan, kau cepat datang jaga dia..."
"Baik, aku segera ke sana."
"Ya."
Setelah memutuskan sambungan dengan Situ Jing, Ji Sixi memutuskan membantu Lu Jingzhi mengenakan robe tidur hotel untuk menutupi lukanya di perut bawah.
Mengambil robe tidur, Ji Sixi menepuk-nepuk lembut Lu Jingzhi. "Bangun sebentar, kukenakan robe ini. Situ Jing akan datang merawatmu nanti..."
Lu Jingzhi perlahan membuka mata, namun tatapannya masih berkabut oleh pengaruh arak.
Ji Sixi menopangnya dari belakang lalu mengenakan robe tidur untuknya.
Gerakan ini tidak sulit baginya, seolah sedang membantu anak kecil yang belum bisa berpakaian.
Namun tak disangka, saat mengikat tali robe Lu Jingzhi, pria itu tiba-tiba menoleh dan mencium pipinya.
Ji Sixi membeku, terpaku menatapnya. "Apa yang kau lakukan?"
Tatapan Lu Jingzhi penuh bujukan, berkabut menatapnya, dengan suara berat yang parau berkata, "Tinggal di sini menemaniku?"
"Kau gila?" Ji Sixi langsung ingin turun dari ranjang.
Tanpa diduga, lengan panjang Lu Jingzhi mengunci tubuhnya dalam pelukan.
Tubuh Ji Sixi kaku, membelakangi pria itu, napasnya semakin berat. "Lepaskan aku."
Lu Jingzhi justru memeluknya lebih erat, berbisik, "Jika aku tak melepasmu, apa yang bisa kau lakukan?"
“Kau ini bajingan!” Ji Sixi tak tahan menahan amarah, tapi tak berani menyikutnya dengan siku, khawatir menyentuh lukanya.
Lu Jingzhi menempelkan dagunya di bahu Ji Sixi yang melemah, mengendus harum semerbak di lehernya, suara menggoda yang hipnotis berbisik, "Aku memang bajingan... dan kau, sekarang tak bisa kabur kemana-mana."
"Jangan begini... Aku bukan Su Mo." Ji Sixi berharap menggunakan nama ini untuk membuat Lu Jingzhi tenang kembali.
Tapi ternyata, Lu Jingzhi malah erat mengitari pinggang rampingnya, menghembuskan hawa panas di telinganya sambil menjawab, "Tentu saja kau bukan Su Mo, kau adalah Sixi... Kok mudah sekali malu, lihat akar telingamu sudah merah padam, kita sudah bersama selama ini..."
Rupanya Lu Jingzhi masih mengira hubungan mereka seperti dulu...
Wajah Ji Sixi memerah padam, mencoba menjelaskan, "Lu Jingzhi, hubungan kita sudah berakhir, lepaskan aku sekarang, tunanganmu akan segera datang..." "Aku tak punya tunangan..." Lu Jingzhi menyentuh leher Ji Sixi dengan ciuman lembut. "Yang kuinginkan hanyalah dirimu..."
