Di detik berikutnya, dia menyadari kehadiran Shan Yan dan Su Mo yang sudah tiba.
Meski Su Mo berpakaian sangat Rendah Hati, kecantikannya yang membuat napas tertahan nyaris menarik semua perhatian pria di seluruh ruangan.
Ji Sixi melirik diam-diam ke arah Lu Jingzhi, namun terkejut menemukan ekspresinya tetap datar.
Saat itu, pembawa acara mengundang mereka ke atas panggung.
Lu Jingzhi secara refleks menarik tangannya, dengan hati-hati memperhatikan ekor gaun pengantinnya, lalu naik ke panggung bersamanya.
Ini pertama kalinya dia berdiri di samping Lu Jingzhi di depan publik. Hatinya dipenuhi perasaan tak terucap, namun semuanya terasa sempurna.
Kemudian, pembawa acara meminta Lu Jingzhi menyampaikan kata-kata cinta untuk Ji Sixi...
Ji Sixi sempat mengira pidato cinta itu akan diucapkan sambil menatap ke bawah panggung - sebagai isyarat untuk Su Mo. Tapi tak disangka, Lu Jingzhi mengatakannya sambil menatap langsung ke kedua matanya...
Ya, di hadapan orang tua dan semua tamu undangan, Lu Jingzhi menatapnya dalam-dalam, lalu berkata kata demi kata dengan jelas dan tulus——
"Xi, dulu kita bersatu karena takdir, lalu terpisah oleh kesalahpahaman. Tapi akhirnya kita kembali bersama. Ini membuktikan bahwa seumur hidup kita ditakdirkan untuk terlibat pertarungan abadi."
“Aku tak bisa menjamin berapa tahun aku akan menemanimu di masa depan, tapi aku bisa berjanji padamu, selama aku masih hidup, aku akan merawatmu, melindungimu, menjadi pelabuhan teduhmu selamanya...”
“Aku harap di masa depan kita bisa menghadapi badai bersama, saling mendukung, dan berjalan bersama hingga tua.”
Ji Sixi adalah orang yang mudah tersentuh, bahkan sebelum Lu Jingzhi selesai bicara, wajahnya sudah basah oleh air mata...
Dia tak pernah menyangka Lu Jingzhi akan menyatakan cinta dengan tulus seperti ini. Dia mengira pesta tunangan malam ini hanya ada demi Su Mo...
Entah apakah kata-kata Lu Jingzhi ini hanya persiapan untuk pesta tunangan malam ini, tapi dia benar-benar tersentuh...
Dia memilih percaya bahwa ucapan Lu Jingzhi ini keluar dari relung hati terdalamnya, sekalipun ini berarti membohongi diri sendiri...
“Baik, silakan Tuan Lu kenakan cincin tunangan untuk calon Nyonya Lu.” seru pembawa acara.
Lu Jingzhi segera mengeluarkan kotak beludru dari saku jasnya, membukanya, dan mengambil sebutir cincin berlian yang gemilang di dalamnya.
Ji Sixi tersenyum pada Lu Jingzhi, meski air mata masih membasahi wajahnya.
Dengan penuh ketulusan, Lu Jingzhi memegang jari manis tangan kirinya, lalu perlahan memasangkan cincin itu.
Ukuran jarinya ternyata pas sempurna. Cincin berlian itu semakin berkilau di jari ramping nan putih Ji Sixi.
Saat itu juga, seluruh tamu undangan bertepuk tangan. Ji Sixi menoleh ke bawah panggung, dan melihat kilatan air mata samar di mata orang tuanya...
Pembawa acara seketika menyuruh mereka menuangkan arak ke menara sampanye, sebagai simbol peresmian pertunangan. Namun sebelum menuju ke menara sampanye, Ji Sixi memanggil pembawa acara, "Bolehkah aku menyampaikan beberapa patah kata?"
"Tentu saja, Nyonya Lu." Pembawa acara segera menyerahkan mikrofon kepada Ji Sixi.
Ji Sixi memegang mikrofon, lalu menoleh ke arah Lu Jingzhi.
Lu Jingzhi hari ini mengenakan setelan Inggris hasil pesanan khusus, terlihat begitu tampan dan beraura elegan dari seluruh tubuhnya.
Dengan mata memerah, Ji Sixi bersuara serak, "Sebenarnya ada satu barang yang sudah lama ingin kuserahkan padamu..."
Ekspresi penasaran bercampur kegembiraan merekah di wajah Lu Jingzhi. "Oh?"
Ji Sixi lalu melirik ke arah ibu di bawah panggung.
Saat itu, Ibu Ji menyerahkan sebuah kotak jam tangan kepada pembawa acara, yang kemudian meneruskannya ke tangan Ji Sixi.
Melihat kotak jam tangan tersebut, Lu Jingzhi sudah memahami segalanya.
Keterkejutan jelas terpancar di wajahnya, karena jam tangan ini memiliki nilai yang sungguh tak ternilai...
Ji Sixi membuka kotak itu, mengeluarkan jam tangan mekanis berkualitas tinggi yang masih seperti baru meski sudah terpisah hampir dua tahun. Lalu, ia memandangi Lu Jingzhi dengan tatapan penuh kasih.
"Kupikir saat kau melihat jam tangan ini, hatimu akan semakin paham siapa sebenarnya diriku... Sejujurnya, jam ini sudah kubeli sejak saat tak sengaja menghancurkan jam yang kau kenakan dulu. Saat itu aku selalu ingin memberikannya padamu, sayangnya tak pernah ada kesempatan..."
“Aku ingat ini sudah dihentikan produksinya.” Lu Jingzhi mengulurkan tangan untuk mengusap jejak air mata di sudut mata Ji Sixi, berbisik lembut. Ji Sixi menggenggam tangan Lu Jingzhi, mengangguk, “Benar sudah tidak diproduksi lagi. Ini koleksi seorang kolektor Inggris. Saat itu aku sengaja terbang ke Inggris, membelinya dengan harga hampir tiga kali lipat dari harga aslinya... Padahal kolektor itu awalnya sama sekali tidak mau menjual, aku harus bersusah payah
memohon selama dua hari sampai akhirnya dia mau menjualnya padaku...”
“Bodoh.” Lu Jingzhi menyeka sudut mata Ji Sixi dengan lembut. “Sebuah jam tangan biasa, tidak pantas kau bersusah payah seperti ini.”
Ji Sixi menggelengkan kepala, berkata serius, “Aku tahu kau sangat menghargainya, karena ini hadiah dari adikmu.”
Ini yang diberitahukan Yang Sheng padanya...
Saat itu tanpa sengaja ia menjatuhkan jam tangan Lu Jingzhi sampai rusak, Lu Jingzhi langsung menggeram marah...
Kemudian Yang Sheng bercerita, jam tangan ini diberikan Tan Yan ketika Lu Jingzhi ikut orang tua angkatnya ke Jerman.
Nilai jam ini sangat tinggi, tapi bahkan di masa terpuruknya, Lu Jingzhi tidak menjual benda ini karena selalu menghargai ikatan persaudaraan mereka...
Jadi setelah tahu jam itu tidak bisa diperbaiki, ia mencari model yang sama ke seluruh dunia...
Ia paham yang baru takkan bisa menggantikan yang lama, tapi selama masih dikenakan di tangan, masih bisa menjaga ikatan saudara antara dia dan Tan Yan...
“Bodoh.” Lu Jingzhi menunduk memberikan ciuman lembut di dahi Ji Sixi.
Ji Sixi seketika mengambil tangan Lu Jingzhi, mengenakan jam tangan baru di pergelangan tangannya.
Kali ini, dari bawah panggung kembali bergema tepuk tangan yang sambung-menyambung...
Akhirnya, Lu Jingzhi memeluk pinggangnya, menunduk dan menutupi mulutnya dengan ciuman dalam...
Upacara pertunangan pun dinyatakan selesai.
……
Saat pesta makan malam, Lu Jingzhi selalu menuntun tangan Ji Sixi menyapa tamu undangan, mereka bagai pasangan mesra.
Ketika mereka menghormati dengan arak ke Shan Yan dan Su Mo, Ji Sixi mengira Lu Jingzhi akan menunjukkan kelainan, meski ekspresinya tetap tenang, setidaknya toleransi alkoholnya akan meningkat...
Tapi, tidak...
Benar, saat berhadapan dengan Su Mo, Lu Jingzhi ternyata memperlakukannya sama seperti tamu lainnya, senyumnya tak bertambah maupun berkurang, tetap tenang...
Ini di luar perhitungan Ji Sixi.
"Selamat... Meski bukan Situ Jing yang membuatku terkejut, tapi aku selalu yakin kalian akan bersatu." Saat bersulang dengan mereka, Su Mo berkata demikian.
Lu Jingzhi tersenyum, memeluk bahu Ji Sixi, lalu menatapnya dalam-dalam. "Tentu kita akan bersama, sejak awal, kita sudah ditakdirkan untuk bersatu."
Tak menyangka Lu Jingzhi berani mengucapkan kalimat seperti ini di hadapan Su Mo, hati Ji Sixi begitu tersentak. "Aku mencintaimu," jawabnya dengan tiga kata itu.
Lu Jingzhi membalas, "Di hari-hari mendatang, aku pasti semakin mencintaimu."
Ji Sixi pun tersenyum.
Ia menjawab dengan sangat baik, tidak munafik mengatakan bahwa ia juga mencintainya, namun menyatakan sikapnya di masa depan... Shan Yan dan Su Mo mendengar hal itu, mengangkat cangkir ke arah mereka. "Semoga bahagia..."
