Wajah Ji Sixi seketika memerah malu.
Tapi mana dia tahu, Lu Jingzhi sedang melihat bayangan pria-pria yang bernafsu padanya di pupil matanya.
"Ngomong-ngomong, kau bilang cuma tinggal seminggu di Kota C, jadi dua hari ini kau sudah bersiap kembali ke Berlin?" Saat makan, Ji Sixi bertanya santai.
Lu Jingzhi dengan elegan menyuap makanannya, tenang menjawab, "Jika masih ada urusan yang belum kau selesaikan, aku bisa menunggumu beberapa hari lagi."
“Aku sebenarnya tidak ada urusan, pekerjaan sudah diatur, Ayah dan Ibu juga setuju aku ikutmu ke Berlin, apalagi aku ingin cepat menemani Yixin... Hanya Zhichen yang belum keluar dari rumah sakit, jadi aku ingin menunggu sampai dia pulang baru pergi.” Saat menyebut Chi Zhichen, ekspresi Ji Sixi tampak sedikit muram.
Lu Jingzhi mengangkat kepala memandangi Ji Sixi. "Kau sangat perhatian padanya ya."
Ji Sixi seketika melotot kesal ke arah Lu Jingzhi, "Sudah kubilang, menurutku insiden yang menimpa Zhichen mungkin terkait penyelidikannya tentang kematian kakakku, jadi aku ingin memberinya lebih banyak perhatian..."
Baru kemudian Lu Jingzhi menarik kembali tatapannya, melanjutkan makannya dengan tenang.
Tiba-tiba Ji Sixi meletakkan alat makan di tangannya sambil mendesah, "Sebenarnya bagaimana kakakku meninggal? Benarkah Lan Jing dan Ye Zhengrong bukan pembunuhnya?"
"Saat makan fokuslah pada makan." Lu Jingzhi berkata datar.
Ji Sixi kembali melotot ke arahnya, "Kau memang bisa santai saja, yang mati bukan kakakmu... Tapi aku takkan membiarkan kakakku mati tanpa kejelasan!"
Lu Jingzhi menarik tipis sudut bibirnya. "Sepertinya aku tak seharusnya bersusah payah membantumu menyelidiki ini, ujung-ujungnya tak mendapat sepatah pun pujian darimu."
"Ah?" Mata Ji Sixi langsung berbinar. "Dari ucapanmu, apakah kau sudah menemukan petunjuk?"
Lu Jingzhi terus makan dengan elegan. "Itu tergantung kapan kau selesai makan... Setelah kau selesai, akan kubawa kau mencari kebenaran sesungguhnya."
Ji Sixi segera mengambil alat makan, dengan cepat memotong-motong makanan di piring. "Aku makan... Aku akan cepat selesai."
Mendengar itu, senyum tipis merekah di bibir Lu Jingzhi.
……
Setelah makan malam, Lu Jingzhi memeluk bahu Ji Sixi sambil memandangi Kota C yang lampu kotanya mulai menyala.
Sebagai salah satu kota paling maju di Tiongkok, pemandangan malam Kota C sungguh memabukkan keindahannya.
Bayangan tubuh Lu Jingzhi dan Ji Sixi yang berpadu sempurna, angin mengibas-ngibas ekor gaunnya menambah nuansa romantis di ketukan waktu ini.
Ji Sixi diam-diam mengamati profil wajah Lu Jingzhi dari sudut matanya, merasakan relung hatinya bagai disuntik madu.
Tiba-tiba, suara Yang Sheng terdengar, "Pak Lu."
Lu Jingzhi yang sejak tadi tenggelam dalam pikiran seolah tersentak, menarik kembali tatapannya lalu memeluk Ji Sixi sambil berbalik badan.
Melihat Lan Jing yang dihambat dua bodyguard, Ji Sixi reflex menutup mulutnya. "Kau..."
Benar, kondisi Lan Jing saat ini terlalu mengenaskan...
Wanita yang dulu cantik itu kini sekujur tubuhnya penuh luka, bibir dan matanya bengkak merah seolah baru diperkosa.
Yang Sheng berkata, "Nona Ji, tak perlu kasihan. Kemurahan hati Pak Lu yang masih memberi jalan hidup sudah cukup."
Ji Sixi menoleh, memandangi Lu Jingzhi. "Dia... Kenapa dia di sini?"
Lu Jingzhi menjawab datar, "Bukankah kau ingin tahu penyebab kematian kakakmu?"
Ji Sixi mengangguk kuat-kuat.
Lu Jingzhi mengarahkan tatapan dinginnya pada Lan Jing. "Katakan, mengapa kau membunuh Ji Silin?" Lan Jing tak berani menatap Ji Sixi, menunduk sambil berkata dengan suara parau, "Setelah Silin mengetahui urusanku dengan Zhengrong, ia memutuskan untuk bercerai. Aku tahu setelah bercerai, aku akan kehilangan segalanya. Uang perusahaan pun tak bisa kubagi... Maka kuputuskan untuk membunuh Silin, agar semua yang dimilikinya menjadi milik-"
"ku... Sekali lancung takkan berhenti. Pada hari itu, saat Silin sedang mandi, ku menyelinap ke kamar mandi dan mencekik lehernya dengan pipa pancuran sampai tewas..."
Mendengar itu, Ji Sixi menatap kosong sambil mundur selangkah. Air mata memenuhi matanya dalam seketuk. "Maksudmu, kakakku mati karena ulahmu sendiri?"
Butiran air mata penyesalan jatuh dari pipi Lan Jing, menetes deras ke lantai kayu. "Benar. Kematian kakakmu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Zhengrong. Semua ini perbuatanku sendiri..."
"Bagaimana mungkin kau bisa membunuhnya? Kakakku setinggi itu. Sebagai wanita, bagaimana kau melawannya?" suara Ji Sixi terisak.
"Aku sudah menaruh pil tidur dalam minumannya sebelumnya. Jadi saat itu, kemampuan melawannya sudah lumpur total..." jawab Lan Jing perlahan.
Ji Sixi menggeleng tak percaya, pandangannya sudah dikaburkan air mata. "Bagaimana kau tega melakukan ini? Kakakku begitu mencintaimu, kenapa kau perlakukan dia seperti ini?"
“Aku tahu aku sudah bersalah pada kakakmu……Tapi sekarang semuanya sudah tak bisa dipulihkan……” Lan Jing mengangkat kepalanya, memandang Ji Sixi dengan penyesalan.
“Pembunuh keji! Kau akan masuk neraka!” Ji Sixi memuntahkan kata-kata kebencian itu, lalu menutup matanya dengan berat hati.
Lan Jing meratap sambil memohon, "Xi, aku sudah menyadari kesalahanku. Tapi segalanya sudah terlambat. Atas nama ibu Sen Sen, tolong minta Pak Lu memberiku jalan hidup... Aku benar-benar tak bisa bertahan lagi..."
Ji Sixi memalingkan wajah, suaranya penuh kebencian. "Yang Sheng, bawa wanita jahat ini pergi. Aku tak ingin melihatnya lagi!"
"Baik, Nona Ji." Yang Sheng melambaikan tangan. Para bodyguard segera menyeret Lan Jing keluar.
Ji Sixi tak bisa berhenti terisak, air matanya terus mengalir deras.
Lu Jingzhi merangkul erat Ji Sixi, dagunya menempel di dahinya. "Kakakmu sudah pergi. Sedihmu sekarang tak akan mengubah apapun... Cukup menangis. Setidaknya kau sudah tahu penyebab kematiannya."
Ji Sixi tersedu-sedu. "Kakakku mencintai Lan Jing begitu dalam. Mengapa dia tega melakukan ini padanya?"
Lu Jingzhi mengelus lembut punggungnya. "Sudahlah, jangan menangis lagi..."
Ji Sixi mengangkat wajah yang basah oleh air mata. "Kakakku orang yang baik hati. Mengapa orang baik tak mendapat balasan yang setimpal?" tanyanya getir pada Lu Jingzhi.
Lu Jingzhi menahan pandangan ke bola mata Ji Sixi, tiba-tiba, mengangkat tangan dan perlahan mengusap jejak air mata di sudut matanya. "Kau harus tahu, kakakmu pasti tidak ingin melihatmu seperti ini sekarang..."
Ji Sixi baru kemudian berusaha mengendalikan emosinya, menyedot hidungnya. "Jadi, kakakku tewas karena ulah Lan Jing, tidak ada pembunuh lain..."
Lu Jingzhi mengangguk. "Selain itu, tas dokumen Chi Zhishen yang hilang juga sudah kutemukan, waktu itu diambil oleh pejalan kaki yang materialistis... Data di dalamnya bisa kau lihat sekarang jika mau."
"Baik." Ji Sixi menghapus air mata di wajahnya. "Waktu itu Zhishen bilang penyebab kematian kakakku tampaknya tidak sederhana, juga menyuruhku mempersiapkan diri secara psikologis..."
"Benarkah?" Lu Jingzhi berkata datar. Ji Sixi mengangguk kuat-kuat, "Sayangnya setelah itu Zhishen mengalami kecelakaan mobil, aku belum sempat menanyakan detailnya... Sekarang kau menemukan tas dokumen Zhishen, ini benar-benar kabar terbaik."
