Setelah menghabiskan dua hari indah di Prancis, Lu Jingzhi membawa Ji Sixi kembali ke Kota C.
Ji Sixi sudah secara resmi mengundurkan diri dari pekerjaannya di Perusahaan Tan, dan bersiap kembali ke Jerman.
Namun sebelum kembali ke Jerman, Ji Sixi berencana tinggal dua hari lagi di Kota C untuk menemani orang tuanya.
Saat ini di ruang tamu vila keluarga Ji, Ji Sixi duduk di sofa sambil memandangi Sen Sen yang sedang bermain mainan, mendesah pelan, "Kalau bukan karena kalian bersikeras merawat Sen Sen di Kota C, sungguh kuharap kalian bisa ikut ke Jerman bersama kita."
Ibu Ji berkata dengan puas, "Aku tahu kau berbakti, tapi kami tidak bisa beradaptasi dengan kehidupan di luar negeri. Apalagi, perasaanmu dan Jing Zhi baru saja mulai. Kami lebih berharap kalian bisa lebih banyak menghabiskan waktu berdua, mengembangkan perasaan dengan lebih baik..."
"Tapi aku benar-benar tak tega berpisah." Ji Sixi memeluk lengan ibunya, perlahan menyandarkan kepala di bahu sang ibu, memejamkan mata dengan puas.
Ibu Ji tersenyum, "Anak yang bodoh, Ayah dan Ibu akan baik-baik saja. Jika kau merindukan kami, kapan saja bisa menelepon..."
Ayah Ji yang duduk berseberangan dengan mereka juga bersuara, "Sekarang perjalanan pulang-pergi begitu mudah. Jika kau merindukan sesuatu, bisa juga kembali bersama Jing Zhi untuk mengunjungi kami."
"Ya." Ji Sixi mengangguk kuat-kuat.
"Dan..." Ibu Ji menoleh, tatapan lembutnya menatap wajah anggun putrinya, berkata penuh kasih, "Jika kau benar-benar ingin berbakti padaku dan Ayahmu, maka segeralah menikah dengan Jing Zhi, lalu punya anak... Dengan begitu kami tak punya penyesalan lagi!"
Menikah?
Ji Sixi perlahan membuka mata jernihnya yang berkilau.
"Ada apa?" Ibu Ji menyadari ekspresi Sixi yang terlihat penuh arti.
Baru kemudian Sixi menjawab, "Tidak apa... Sebenarnya urusan pernikahan sedang kupikirkan bersama Lu, hanya waktunya belum ditetapkan."
Mendengar ini, wajah Ibu Ji merekah girang, "Benarkah?"
Menghadapi sukacita Ibu Ji, Ji Sixi ikut tersenyum, "Ya, tanpa hambatan, tahun ini pasti akan mengadakan pernikahan." Ibu Ji seketika menghela napas lega, berkata dengan rileks, "Sebelumnya saat kau memutuskan bertunangan dengan Jingzhi, Ibu khawatir kau terpancing emosi, lebih takut Jingzhi punya tujuan lain... Tapi kali ini melihat kalian pulang dari Prancis dengan begitu mesra, hati Ibu yang menggantung ini akhirnya tenang... Sekarang mendengar katamu
kalian pasti akan menikah dalam tahun ini, Ibu benar-benar lega..."
Sebenarnya urusan ini belum didiskusikan Ji Sixi dengan Lu Jingzhi, tapi dia yakin Lu Jingzhi takkan keberatan. Tentu saja, menyetujui permintaan ibu saat ini lebih bertujuan menghilangkan kekhawatiran sang ibu.
Ji Sixi berkata lembut, "Tenang saja, perasaan antara aku dan Lu Jingzhi sekarang benar-benar baik..."
Ibu Ji sampai berkaca-kaca air matanya. "Bagus, bagus... Ibu tak tahu sudah berharap seperti apa hari ini."
Berbeda dengan emosi Ibu Ji, Ayah Ji jauh lebih kalem, berkata serius, "Sixi, apapun keputusanmu, harus melalui perenungan mendalam. Menikah adalah urusan seumur hidup, ini tidak seperti pertunangan yang bisa dibatalkan!"
"Brengsek, brengsek, brengsek..." Ibu Ji melotot ke arah Ayah Ji. "Lao Ji, Sixi dan Jingzhi sekarang baik-baik saja, buat apa kau menyiram air dingin tanpa alasan? Iri pada kemesraan anak dan menantumu, ya?"
Ayah Ji tetap tenang, "Bukan itu maksudku."
…Ibu Ji berkedut dada naik turun, nada tegurannya terdengar, "Lalu kenapa kau mengucapkan kata-kata sial itu?"
Ayah Ji seketika tercekam sunyi.
Ji Sixi segera membelai lembut punggung ibunya, menghibur, "Bu, Ayah tak bermaksud begitu. Beliau hanya berharap aku bisa lebih rasional. Lagipula pernikahan adalah rencana besar." "Aku merasa Ibu sepertinya memang tak suka Jingzhi, selalu ada perasaan ia akan menzalimi anakmu... Memang dulu pernikahanku dengan Jingzhi pecah, tapi sampai ke tahap perceraian pasti ada penyebab dari kedua pihak, tak mungkin hanya kesalahan Jingzhi. Jadi Ibu jangan berprasangka pada Jingzhi...
…Mereka sekarang bisa rujuk, bukankah ini hasil yang paling kita harapkan?" Ibu Ji masih tak tahan menyergah Ayah Ji.
Ayah Ji tak lagi bersuara, diam-diam menahan teguran istri.
Ji Sixi mengalihkan topik untuk mengurangi kemarahan, "Itu... Ibu, mulutku agak kering. Aku mau makan buah. Bisakah Ibu memotongkan buah untukku..."
Ibu Ji tetap melotot dingin ke arah Ayah Ji.
Saat itu, Sen Sen melepas mainan di tangannya dan berlari mendekat. "Nenek, nenek... Aku juga mau buah! Aku ingin mangga..."
Baru kemudian Ibu Ji reda marahnya. Ia menarik kembali tatapan dan memandang cucu dengan kelembutan. "Baik, nenek akan potongkan buah untuk si kucing lapar kecil ini..."
Sen Sen berlari gembira.
Ibu Ji bangkit dari duduknya, tak lupa berkata pada Ji Sixi, "Ibu merasa perasaan Jingzhi padamu tak ada masalah... Terutama sejak pulang kali ini, Ibu perhatikan tatapannya padamu, ini jelas tatapan seseorang yang sedang jatuh cinta..."
"Aku tahu... Jangan terlalu mempermasalahkan ucapan Ayah." Ji Sixi berkata dengan lembut.
Ibu Ji terakhir kali melotot pada Ayah Ji, baru kemudian menuju dapur. Ji Sixi baru menoleh ke ayahnya setelah melihat bayangan sang ibu menghilang, serius membuka pembicaraan, "Ayah, aku tahu pertimbanganmu. Menurutmu hubunganku dan Lu Jingzhi sebelumnya bukan pasangan normal, tak mungkin ia tiba-tiba jatuh cinta padaku. Tapi aku ingin memberitahumu... Aku benar-benar yakin perasaannya padaku"
"tulus. Di Prancis akhir-akhir ini, kita melewati waktu yang bahagia. Aku bisa merasakan kebahagiaannya juga bukan pura-pura... Meski ia sosok yang tak bisa kutembus pemikirannya, aku tak mau mempersulitnya. Aku hanya ingin mengikuti apa yang kurasakan."
Ayah Ji mendengar itu mendesah pelan, "Xi, Ayah bukan tidak mendukungmu. Ayah hanya khawatir kau terluka... Kau pernah bilang padaku Lu Jingzhi selalu punya orang yang dicintai dalam-dalam. Apakah kau yakin sekarang ia sudah melepas orang itu?"
"Aku juga menanyainya soal ini. Tapi ia bilang, saat bersamaku, ia tak lagi teringat orang itu... Ini harusnya menunjukkan bahwa aku sudah menempati posisi di relung hatinya." Ji Sixi menjawab dengan tulus.
“Kalau memang kau sudah berkata demikian, baiklah, aku tak akan lagi mengendalikan keinginanmu... Namun, tadi kau sudah menceritakan pada Mama bahwa akan menikah tahun ini. Jika urusan ini tak terpenuhi, mungkin Mama akan sangat kecewa...” Suara Ayah Ji yang tenang memberi pencerahan.
Ji Sixi mengangguk, “Akan menikah tahun ini, pasti akan...”
……
Malam hari, Lu Jingzhi kembali dari luar, melihat Ji Sixi tegak berdiri di depan jendela kaca ruang tamu suite, penuh arti.
Lu Jingzhi tak tahan tersenyum. Setelah melepas mantel jas dan melepas dasi, kedua lengannya yang memanjang memeluk Ji Sixi dari belakang. “Ada apa, terpaku sendirian di sini?” Ia mencium tengkuknya dengan penuh kasihan. Ji Sixi memandang kemilau gemerlap di balik tirai kaca dalam kesunyian. Setelah bergulat di relung hati, akhirnya berbisik, “Lu Jingzhi, kita menikah, ya!”
