Dua bulan kemudian.
Pernikahan semakin dekat, tapi belakangan ini kelopak mata Ji Sixi terus berkedut.
Saat ini, dia menggosok matanya lagi. Kepala rumah tangga yang lewat melihatnya dan bertanya penuh perhatian, "Nona Ji, Anda baik-baik saja?"
"Graaah! Tidak apa." Ji Sixi melihat setelan yang sudah disetrika rapi di tangan kepala rumah tangga. "Ini pakaian untuk Tuan Lu?"
Kepala rumah tangga mengangguk. "Yang Sheng menelepon menyuruhku menyiapkannya. Katanya Tuan Lu akan membutuhkannya malam ini."
Ji Sixi sedikit meragukan.
Teman seperti apa yang membuatnya begitu serius?
Dia ingat terakhir kali menghadiri acara penting yang bahkan sepertinya ada Kanselir Jerman, ia pun tidak meminta kepala rumah tangga menyiapkan pakaian sebelumnya.
Siapakah yang akan ia temui malam ini?
"Baik, kau boleh melanjutkan pekerjaanmu!" Ji Sixi tetap tersenyum.
Kepala rumah tangga segera bergegas mundur pergi.
Memandang bayangan kepala rumah tangga yang menjauh, Ji Sixi mendesah dalam hati.
Ada apa dengan dirinya ini?
Hal kecil saja bisa memicu kecurigaan...
Dua bulan terakhir Lu Jingzhi telah merawatnya dengan sempurna, masih ada alasan apa untuk tak percaya?
Apakah benar karena kelopak matanya terus berkedut, menimbulkan kegelisahan?
Sungguh tak berguna dirinya...
Semakin bahagia, semakin takut ia akan mimpi palsu yang akan lenyap...
Ya, kemesraan mereka selama lebih dari dua bulan ini bahkan membuatnya sendiri terkejut...
Bagaimana tidak, dulu mereka bermusuhan seperti air dan api, tapi dalam semalam berubah menjadi pasangan yang dikagumi banyak orang.
Semua ini terlihat begitu luar biasa...
Itulah mengapa hatinya masih gelisah, meski tiga hari lagi pernikahan mereka akan digelar.
Tentu bukan karena tak percaya pada Lu Jingzhi... hanya terlalu menghargai hubungan ini!
……
Ji Sixi memasuki ruang tamu. Lu Yixin perlahan melangkah di pagar pengaman bayi belajar berjalan, tampak begitu menggemaskan sehingga kekhawatirannya pun terlupakan sejenak.
"Sayang."
Ji Sixi mengangkat anaknya dari matras, tak tahan menciumnya.
Lu Yixin melihat ibu, mungkin lelah belajar berjalan, merebahkan diri di bahu Ji Sixi dengan wajah penurut.
Ji Sixi mendudukkan Lu Yixin di sofa, tak tahan mencium kepala anak itu lagi, berkata lembut: "Andai kau sudah lebih besar, bisa jadi flower boy untuk Ayah Ibu..."
Lu Yixin seolah mengerti ucapan ibunya, mundur dari bahu Ji Sixi. Sepasang mata hitam bulat menatap dalam-dalam dengan ekspresi serius.
Ji Sixi menunduk, menggesekkan hidungnya dengan sang anak: "Mama tahu kau mau, tapi kau belum bisa jalan. Bagaimana mau menuntun gaun pengantin Mama?"
Saat menyebut gaun pengantin, senyuman bahagia secara tak sadar merekah di wajah Ji Sixi.
Ya, Ji Sixi teringat saat mencoba gaun pengantin itu...
Ia takkan pernah melupakan pemandangan saat keluar dari ruang ganti – Lu Jingzhi terpaku seolah patung.
Pertama kalinya ia melihat Lu Jingzhi terkejut sedemikian rupa. Dari mata pria itu, ia melihat keindahan mematikan gaun pengantin yang melekat di tubuhnya...
Karena itu, ia sangat menanti pernikahan tiga hari lagi. Ia ingin memakai gaun indah itu, membaca sumpah sakral pernikahan bersamanya...
Saat itulah, pikirnya, mereka pasti akan tampak sebagai pasangan tercantik dan terbahagia.
“Anak tidak tidur siang?”
Suara Lu Jingzhi terdengar, Ji Sixi mengangkat kepala dan melihat senyuman penuh kasih sayang di wajah tampan pria itu. "Kenapa kau pulang?"
Sekarang pukul empat sore, seharusnya ia masih di perusahaan!
Lu Jingzhi menyerahkan beberapa dokumen ke kepala rumah tangga, menyuruhnya membawa ke ruang kerja, baru kemudian duduk di samping Ji Sixi. "Hari ini tiba-tiba ingin menemanimu." Ucapnya sambil mencium pipinya, tak peduli para pelayan di sekitarnya.
Ji Sixi tak lagi malu, lagipula momen seperti ini sering terjadi selama dua bulan terakhir antara dirinya dan Lu Jingzhi.
Lu Jingzhi mengambil Lu Yixin dari pangkuan Ji Sixi, berkata penuh kasih, "Ya, putri kesayanganku terlihat lebih berisi..."
Mendengar itu, Ji Sixi kesal menjawab, "Lu Jingzhi, sudah kukatakan jangan bilang anak kita gemuk di hadapannya, anak kecil bisa sakit hati, ucapan seperti itu tidak baik..."
Lu Jingzhi langsung berpura-pura minta ampun, mengangguk patuh, "Baik, tak akan kulakukan lagi..." Lalu ia mencium pipi montok kecil Lu Yixin.
Ji Sixi baru puas, teringat pakaian yang baru disetrika kepala rumah tangga, bertanya sekilas, "Kau ada acara bisnis malam ini?"
"Ya." Jawab Lu Jingzhi singkat.
"Acara bisnis apa?" Tanya Ji Sixi berhati-hati mencoba menggali informasi.
Lu Jingzhi berhasil membuat Lu Yixin tertawa terkekeh, baru kemudian mendudukkan si kecil di pangkuannya sambil menoleh, tatapan penuh minat mengamati tunangannya. "Ada yang ingin kau katakan?"
Ji Sixi memutuskan untuk langsung bertanya, "Aku lihat kepala rumah tangga sengaja menyetrika pakaianmu, katanya ada kebutuhan malam ini... Jadi penasaran, mau ketemu siapa sampai harus berdandan khusus? Soalnya selama ini kau tak pernah peduli pada penampilan hanya untuk menemui seseorang."
Mendengar ini, Lu Jingzhi menggelengkan kepala, tak kuasa menahan senyum.
Melihat reaksinya, Ji Sixi kesal. "Ada apa? Apa ucapanku salah?"
Lu Jingzhi lalu melambai, memanggil Mbak Susu yang segera menghampiri.
Ia menyerahkan Lu Yixin kepada pengasuh itu, lalu memberi isyarat agar semua pelayan di ruang tamu mundur.
Ji Sixi tetap diam, menanti penjelasan suaminya.
Ketika ruang tamu yang luas itu hanya menyisakan mereka berdua, tiba-tiba Lu Jingzhi menarik tubuh Ji Sixi ke pangkuannya.
Ji Sixi kaget, wajahnya langsung memerah. "Apa maksudmu?"
Kedua tangan Lu Jingzhi mencubit pinggang sang istri, mengunci tubuhnya erat di pangkuan. Pandangan penuh manja menyapu wajah mempesona yang semakin bersinar karena malu. "Kalau begitu, Nyonya Lu, menurutmu siapa yang akan kukunjungi malam ini?"
Ji Sixi dengan kesal memalingkan wajahnya ke samping, bergumam, “Bagaimana aku tahu… Tapi aku tahu orang yang membuatmu repot seperti ini pasti sangat penting bagimu.”
“Oh?” Lu Jingzhi dengan tenang mengamati wajah Ji Sixi yang dipalingkan, cahaya menghibur terpancar dari matanya yang hitam pekat. “Apakah kau pikir itu Su Mo?”
Hati Ji Sixi berdebar kencang.
Bagaimana dia bisa menebak dengan begitu tepat, yang dipikirkannya dalam hati memang Su Mo.
Menurutnya, jika masih ada satu orang di dunia ini yang bisa membuat Lu Jingzhi begitu memperhatikan penampilan, pastilah orang itu Su Mo.
“Diam saja berarti mengakui?” tanya Lu Jingzhi dengan nada mengejek.
Ji Sixi perlahan menundukkan kelopak matanya, menunjukkan ekspresi sedih. Lu Jingzhi tersenyum, mengangkat wajah cantik Ji Sixi yang tertunduk, menatapnya tanpa berkedip. “Sepertinya usahaku selama dua bulan ini masih kurang, sampai kau masih mengira Su Mo menempati posisi terpenting di hatiku.”
