Kembali ke Kota C, Ji Sixi mengurung diri di kamar.
Ia hanya tidur atau duduk terpaku di depan jendela kaca, tak mau makan kecuali ibu Ji yang mengantarkan makanan ke kamarnya.
Pasangan Ji tahu Ji Sixi butuh waktu untuk melewati fase ini, namun menyaksikannya di balik sorotan mata, sakit di relung hati, sungguh khawatir sesuatu akan terjadi padanya...
Beruntungnya, pada hari ketiga, Chi Zhishen datang berkunjung.
"Zhishen, aku benar-benar takut Xi akan terus seperti ini. Tolong bicaralah padanya, mungkin ia mau mendengarkanmu..." ujar ibu Ji sambil menyeka mata berkaca-kaca saat mengambilkan secangkir teh panas.
"Ibu tak perlu khawatir. Xi akan bertahan. Ia selalu kuat." Chi Zhishen menghibur.
Ibu Ji lunglai duduk di sofa, mendesah pilu. "Aku benar-benar tak mengerti mengapa Tuhan memperlakukan anak-anakku seperti ini..." Air matanya kembali berjatuhan.
Ayah Ji mendekati Ibu Ji, merangkul bahunya dengan lembut. "Sudahlah, biarkan Zhishen menengok Sixi di atas..."
Ibu Ji masih tak bisa menghentikan air mata.
Ayah Ji memandang Chi Zhishen dengan rasa bersalah. "Maaf atas keramahan yang kurang, silakan naik sendiri. Sixi ada di kamarnya."
Chi Zhishen mengangguk. "Kalian tak perlu terlalu khawatir. Aku akan berusaha meyakinkan Sixi."
Ayah Ji terdengar lega. "Lalu kami mempercayakan ini padamu..."
……
Berdiri di depan pintu kamar Ji Sixi, Chi Zhishen mengangkat tangan dan mengetuk dengan lembut.
Tak lama, Ji Sixi membuka pintu. Tapi sama sekali tak menyangka tamunya adalah Chi Zhishen, masih mengenakan piyama dua potong.
Matanya terbelalak. "Zhishen?"
Chi Zhishen terpana melihat kondisi Ji Sixi yang begitu lusuh.
Tubuhnya yang kurus hanya terbungkus piyama tipis, wajahnya pucat bagai orang sakit kronis.
Hati Chi Zhishen langsung terasa tercekik.
"Dari Paman aku tahu kalian sudah pulang. Seharusnya datang lebih awal, tapi terkendala urusan kerja."
Ji Sixi menyisir rambutnya yang berantakan ke belakang telinga. "Maaf, seharusnya aku yang mencarimu untuk mengucapkan terima kasih."
Chi Zhishen menggelengkan kepala, menatap dalam-dalam wajah Ji Sixi yang lesu. "Melihatmu seperti ini, aku benar-benar tersayat hati."
Ji Sixi menundukkan kepala. "Aku akan berganti pakaian dulu, lalu kita ngobrol di bawah."
"Baik."
……
Chi Zhishen menunggu sekitar 10 menit di bawah kantor sebelum akhirnya Ji Sixi turun.
Setelah bersiap-siap, penampilannya terlihat lebih segar.
Ibu Ji membawakan segelas air untuk putrinya, berkata penuh kasih, "Bicaralah baik-baik dengan Zhishen. Ibu akan memasak mi untukmu, siang tadi kau belum makan."
Ji Sixi mengangguk pada ibunya sebelum duduk di sofa.
Chi Zhishen menatap Ji Sixi, hati mereka dipenuhi kasih sayang tak terbatas. "Andai tahu kau akan menjadi seperti ini, aku lebih memilih tidak memberitahukan kenyataan itu."
Setelah meneguk air, Ji Sixi menjawab dengan suara lembut, "Aku baik-baik saja... Andai kau tidak memberi tahu, suatu hari nanti aku tetap akan tahu sifat asli Lu Jingzhi. Saat itu, mungkin kepedihanku akan lebih dalam dari sekarang."
Chi Zhishen mendesah pelan. "Lalu apa rencanamu selanjutnya?"
Ji Sixi melaporkan sejujurnya, "Aku pasti akan menuntut keadilan untuk kakakku, menghadapi Xiao Ji dan Lu Jingzhi."
Chi Zhishen mengerutkan keningnya. "Kau tahu hukum tak bisa menghukum mereka, jadi kau berencana melakukan ini?" Ji Sixi bersandar lelah di sofa, tatapannya yang sedikit kosong menatap lampu kristal berumbai yang berkilauan di atas. "Kasus kakakku di Los Angeles sudah ditetapkan sebagai bunuh diri, meski kita serahkan bukti yang kau temukan ke polisi Los Angeles, dengan kekuatan Lu Jingzhi, pihak kepolisian sana..."
"...hanya akan mengabaikannya."
"Sudah pasti, polisi Los Angeles jelas-jelas telah disuap oleh Lu Jingzhi." Chi Zhishen berkata dengan nada geram.
"Jadi aku harus mengandalkan kemampuanku sendiri untuk mengalahkan Xiao Ji dan Lu Jingzhi." Ji Sixi berbisik lirih.
"Tapi ini seperti telur menabrak batu." Chi Zhishen langsung mengungkapkan pandangannya.
Ji Sixi tersenyum getir, "Aku tahu, jadi aku tak akan berkonfrontasi langsung. Aku akan mencari cara untuk menghadapi mereka." Setelah menarik napas dalam untuk meredakan sakit di hatinya, ia melanjutkan, "Aku pasti akan menuntut keadilan untuk kakakku."
Chi Zhishen menatapnya, "Tapi apa kau yakin Lu Jingzhi tak akan membalasmu?"
Ji Sixi berkedip, tak menjawab. Mata hitam Chi Zhishen yang biasanya tertutup menyipit tajam, menatapnya lekat-lekat, "Kali ini dia memang membebaskanmu dan orang tuamu, tapi kurasa itu karena dia mengira keluargamu tak berani melawannya. Jika kalian benar-benar melawan, dengan sifatnya yang tamak, menurutmu..."
"...apakah dia akan peduli pada sedikit perasaan yang tersisa untukmu?"
“Ji Sixi kembali meneguk air.”
Ini seharusnya air hangat yang nyaman, tapi saat masuk ke lambungnya tiba-tiba terasa dingin membeku. Asam lambung langsung menyerang, membuat keningnya berkerut tak tertahan.
“Lelaki seperti dia takkan pernah mengalah! Kalau kau nekat melawannya, itu sama saja mengundang kebinasaan!” Chi Zhishen melanjutkan.
Ji Sixi meraba perut bawahnya. Asam lambung yang berlebihan membuat perutnya terasa seperti diremas-remas, seolah hatinya pun ikut terhimpit.
Chi Zhishen menyadari gerakannya. “Kau tidak enak badan?” tanyanya penuh perhatian.
Dengan ketahanan menggigit bibirnya, beberapa detik kemudian baru suara lemah keluar: “Aku memang punya riwayat sakit perut...”
“Ada obat lambung di rumah?” Chi Zhishen buru-buru bertanya.
Ji Sixi mengangguk. “Ibuku selalu menyiapkan.”
“Aku ambilkan.” Chi Zhishen cepat-cepat berdiri menuju dapur.
Tak lama, Chi Zhishen kembali dengan segenggam obat lambung.
Perlahan Ji Sixi duduk tegak, menerima obat itu dan menelannya dengan air.
Chi Zhishen tetap di tempatnya, setengah jongkok di hadapannya, matanya tak lepas mengamati perubahan ekspresinya.
Perlahan rasa sakit di perut Ji Sixi mereda. Kerutan di keningnya pun mulai menghilang.
Baru saat itu Chi Zhishen menghela napas lega dan kembali ke kursinya.
Ji Sixi meletakkan gelas air di meja teh kecil, baru kemudian menjawab ucapan Chi Zhishen tadi. "Jadi, pandanganmu juga menyuruhku tak mau lagi mengejar urusan kakakku?"
Chi Zhishen menyipitkan mata, "Sepertinya Paman dan Bibi memiliki pandangan yang sama denganku."
Ji Sixi menoleh ke Chi Zhishen, suara parau berkata, "Apakah kalian membiarkan kakakku mati sia-sia seperti ini?" Chi Zhishen menahan tatapan Ji Sixi, menjawab dengan tenang, "Ya, karena ini adalah hal yang mustahil... Tentu saja, kau bisa bertahan menuntut keadilan untuk kakakmu, tapi tadi sudah kukatakan, saat ini kau belum mengancam Lu Jingzhi, dia bisa melepaskan kalian. Begitu kau mulai mengancam Lu Jingzhi, dia takkan sama sekali mengabaikanmu dan keluargamu!"
