Lu Jingzhi menatap bayangan tubuh Ji Sixi yang menjauh, dalam relung hati menghela napas perlahan.
Sebenarnya sejak datang, dia sudah menangkap isi hati bahwa reaksinya akan seperti ini. Tapi dia tak percaya bahwa perasaan wanita itu padanya benar-benar sudah hilang. Apalagi setelah melihat seberkas luka di balik sorotan matanya tadi, keyakinannya semakin kuat - Ji Sixi belum melupakannya...
Kali ini meninggalkan Yi Xin di sini, tentu ada tujuannya.
Dia berharap dengan mengandalkan ketergantungan anak padanya, Ji Sixi akan tak tega meninggalkan sang anak, sehingga tercipta kesempatan antara mereka...
Tentu saja, dia memang benar-benar harus pergi dari Berlin untuk sementara.
Istri Guan sudah mau melahirkan, Guan tak bisa menangani urusan Dark Angel belakangan ini. Sementara Munyi dan Jason harus bertanggung jawab atas transaksi baru, dia terpaksa kembali ke kantor pusat untuk menangani administrasi.
Tapi paling lama sebulan, dia akan kembali ke sisinya. Tak ada yang bisa menghentikan.
……
Ji Sixi membawa Lu Yixin kembali ke rumah. Benar seperti dugaan, Pasangan Ji sangat terkejut. Ekspresi mereka sangat rumit saat melihat Lu Yixin.
Namun bagaimanapun, Lu Yixin tetaplah cucu mereka. Setelah tersentak sejenak, kedua orang tua itu bergantian memeluk Lu Yixin. Tatapan penuh kasih terpancar dari mata tua mereka.
Tapi saat Sen Sen bermain dengan sang putri kecil, Ayah Ji menghela napas membuka pembicaraan, "Ayah tahu kau sangat merindukan Yi Xin, tapi dengan begini, kau malah membuat dirimu sendiri memiliki hubungan dengan Lu Jingzhi lagi."
Ibu Ji menatap Ji Sixi, juga berbicara dengan berat, "Kali ini aku di pihak ayahmu. Kau memang seharusnya menolak permintaan Lu Jingzhi untuk menitipkan Yi Xin di sini... Karena kupikir dia sengaja melakukan ini, ingin terus memiliki hubungan denganmu."
Ji Sixi tidak menjawab orang tuanya. Matanya terus menatap Lu Yixin yang sedang asyik bermain dengan kakaknya. Di wajah cantiknya terpancar kepuasan. "Aku khawatir dia tak nyaman, tapi ternyata selama ada aku di sisinya, dia merasa tenang..."
Mendengar ini, Ayah Ji mengernyitkan alis, "Xi..."
Baru kemudian Ji Sixi mengalihkan pandangannya dari anak itu. Ia menoleh ke orang tuanya dan berkata dengan tenang, "Ayah, Ibu, kalian juga orang tua. Jika lama tak bertemu anak kandung sendiri, bisakah kalian tetap tak bereaksi?"
Kalimat ini seketika membuat Pasangan Ji terdiam. Kedua orang tua itu terpaku cukup lama.
Mata Ji Sixi perlahan berkaca-kaca, menatap orang tuanya dengan tatapan memohon, melanjutkan, "Aku juga mengira bisa menjaga rasionalitas, tapi saat berhadapan dengan Yi Xin, yang kuingin hanyalah memeluknya, menciumnya, menginginkannya selamanya ada di sisiku..."
Mama Ji mendesah pelan, matanya ikut memerah, lalu berkata penuh penyesalan, "Maaf, Mama tak pernah mencoba berada di posisimu untuk memahami perasaanmu..."
Ji Sixi menggelengkan kepala, berkata serius, "Aku sudah bicara jelas dengan Lu Jingzhi. Aku sama sekali tak mungkin lagi berurusan dengannya... Saat dia datang menjemput Yi Xin, akan kuserahkan anak itu padanya tanpa keraguan." "Xi, Ayah bisa memahami perasaanmu," sela Ayah Ji dengan tegas, "Tapi menurut Ayah, tindakan Lu Jingzhi justru ingin memanfaatkan anak untuk menjaga hubungan denganmu. Jika kau melakukan ini, konsekuensinya tak akan sederhana - dia pasti akan terus menggunakan Yi Xin sebagai alasan untuk berinteraksi denganmu..." Tanpa menunggu respons emosional Mama Ji,
Ayah Ji melanjutkan dengan nada berwibawa.
Mama Ji tertegun, menatap suaminya. "Maksudmu Lu Jingzhi mungkin tak akan menjemput Yi Xin sebulan lagi? Dia akan terus menggunakan anak itu untuk menjaga komunikasi dengan Sixi?"
Ayah Ji bersuara berat, "Hingga detik ini Lu Jingzhi masih belum bisa melupakan Sixi. Ini membuktikan perasaannya tulus. Jadi sangat mungkin dia melakukan itu."
Membayangkan skenario itu, emosi Mama Ji langsung meluap, "Tapi Sixi sama sekali tak boleh berhubungan lagi dengannya! Bagaimana kita bisa membalas budi Silin nanti?"
Ayah Ji menatap dalam-dalam ke arah Ji Sixi, berkata, "Sudah jelas ini yang sedang diupayakan Lu Jingzhi saat ini."
Ibu Ji juga ikut menoleh ke Ji Sixi, berkata serius, "Xi, perkataan Ayahmu memang ada benarnya. Menurutku, sekarang serahkan Yi Xin kepada Lu Jingzhi, agar dia tak punya alasan lagi mengganggumu!"
Menghadapi tekanan kedua orang tua, hati Ji Sixi bagai melambai-lambang di permukaan laut yang dingin menusuk, tunduk dalam kepastian kekalahan.
"Dia sudah meninggalkan Kota C. Sekarang aku tak mungkin menyerahkan Yi Xin padanya." Akhirnya, untuk pertama kalinya dalam hidupnya melanggar kehendak orang tua, Ji Sixi berkata demikian.
Sebenarnya dia tidak tahu apakah Lu Jingzhi benar-benar telah pergi dari Kota C, tapi dia tak mau mengembalikan anak perempuannya sekarang juga karena tak tega...
Anak adalah daging yang jatuh dari hatinya. Dia tak bisa meyakinkan diri sendiri untuk mendorong sang anak pergi.
Mendengar jawaban Ji Sixi, Ayah Ji tampak tak senang, berkata dingin, "Xi, apakah kau masih punya perasaan terhadap Lu Jingzhi?"
Ibu Ji jelas-jelas juga memiliki keraguan yang sama, tatapan penuh tuntutan tertancap pada tubuh Ji Sixi.
Ji Sixi dengan berat hati menutup matanya sebentar, lalu menjawab, "Aku tidak... Sudah tak ada sisa perasaan terhadap Lu Jingzhi."
Ayah Ji menggelengkan kepala, menyatakan keraguan terhadap jawaban itu, lalu bertanya, "Apakah kau sudah melupakan bagaimana dia menjerumuskan Kakakmu sampai mati? Kakakmu yang sangat menyayangimu, beginikah caramu membalasnya?"
“Patuh, anak... Jangan lagi ada sepercik kerinduan pada orang ini, kembalikan Yi Xin padanya!” Saat menyebut anak laki-laki yang telah lama wafat, Ibu Ji kembali menitikkan air mata, menasihati dengan sungguh-sungguh. "Aku hanya merindukan Yi Xin, mengapa kalian tak percaya bahwa aku sudah tak punya perasaan pada Lu Jingzhi?" Meski ucapan ini bertentangan dengan hatinya, dia benar-benar tak berniat terlibat lagi dengan Lu Jingzhi. Sudah begitu keras usahanya untuk melepas orang ini, dia sungguh tak berpikir untuk kembali bersamanya
...
“Baik, kau mau kita percaya, ya?” Mata Ayah Ji memerah sedikit, jelas memaksa anaknya sendiri membuat relung hatinya ikut tangisi.
Ji Sixi menatap Yi Xin yang sedang tertawa terkekeh dikerjai Sen Sen, suaranya tersekat. “Apa yang Ayah ingin aku lakukan?”
Ayah Ji menarik napas dalam, lalu berkata dengan suara berat. “Kau harus segera menerima pinangan Zhishen! Biarkan Lu Jingzhi tahu kau sudah bersama Zhishen, bahkan sudah menjadi milik Zhishen!”
Ji Sixi terdiam sejenak, lalu menoleh tak percaya sambil memandang ayahnya.
Ibu Ji juga terkejut, menatap suaminya. “Lao Ji...”
Ayah Ji tak mengizinkan istrinya membujuk, melanjutkan. “Jangan salahkan Ayah kejam. Ayah tak bisa melupakan kematian kakakmu... Kakakmu yang jujur dan baik hati, begitu hebat, tapi pergi dari dunia ini di usia tiga puluh... Mana mungkin Ayah tak sakit hati?”
“Air mata menetes di wajah Ji Sixi. Ayah Ji mengusap matanya, suaranya tersekat. "Ayah tahu permintaan ini memaksa, karena Ayah tahu kau tak menyukai Zhishen. Tapi daripada melihatmu terus terlibat dengan Lu Jingzhi, Ayah lebih memaksa kau bersamanya... karena Ayah takkan mengizinkan kontak lagi dengan Lu Jingzhi!"
