Belum sempat detik berikutnya berlalu, Lu Jingzhi tiba-tiba menekan...
Ji Sixi terhuyung dan jatuh ke pangkuannya!
“Kau...”
Ji Sixi tak bisa melepaskan diri dari lengan kuat Lu Jingzhi. Seketika, sebuah ciuman lembap menghantam bibirnya yang pucat membeku...
Seolah waktu berhenti berdetak!
Segala perlawanan dan penyesalan Ji Sixi menjadi percuma. Ia sama sekali tak bisa melepaskan diri dari kekerasan kepala dan keangkuhan pria itu... Tas belanja terjatuh di lantai kayu.
“Lepaskan aku...” Ji Sixi bergulat mati-matian.
Tapi kedua lengan Lu Jingzhi bagai penjepit besi, dengan keras kepala mengikat tubuh dan hatinya, memaksa bicara bibirnya, terlibat pertarungan sengit di mulutnya, dengan penuh gairah menuntut ketundukannya.
Ji Sixi benar-benar hancur!
Ia tak menyangka Lu Jingzhi akan melakukan ini, begitu angkuh, begitu gila...
“Tak mau...” Memanfaatkan jeda terengah-engah, Ji Sixi tiba-tiba mendorong Lu Jingzhi.
Kemudian dia limbung merenggangkan jarak dengannya, angin mulai menembus tubuhnya membuat gemetar kedinginan. "Kau benar-benar gila!" Dia menuduhnya dengan wajah pucat, air mata tiba-tiba menetes deras.
Untuk menyembunyikan air matanya, Ji Sixi berbalik dan berlari...
Lu Jingzhi dengan wajah datar, bola mata dalamnya tiba-tiba tertutup bayangan pekat.
……
Saat tiba di rumah, Ji Sixi sudah menghapus semua jejak tangisan di wajahnya.
Tapi terkejut melihat Chi Zhishen hari ini juga ada di vila, saat ini berdiri di samping ayahnya.
"Xi, bukannya kau pergi membeli pakaian untuk Yi Xin? Tidak berhasil membeli?" Ayah Ji bertanya pada Ji Sixi yang terpana.
Ji Sixi menjawab seolah tak terjadi apa-apa, "Sudah kubeli, tertinggal di mobil. Aku ambil sekarang..."
Dia tahu ayahnya pasti akan memanggilnya, karena itu ia berkata demikian.
Benar seperti dugaannya, Ayah Ji memanggilnya. "Ambil nanti saja... Zhishen ada di sini, kau bahkan tak menyapanya."
"Xi." Chi Zhishen memandangnya, tatapan penuh perhatian seperti biasa.
Ji Sixi baru menoleh ke Chi Zhishen, tapi tatapannya tak lagi penuh kepercayaan. "Zhishen." Terpaksa melontarkan.
Ayah Ji tersenyum tipis, dengan ramah berkata, "Zhischen ingat tinggal makan di sini... Baik, kalian anak muda ngobrollah."
Chi Zhishen menjawab penuh hormat, "Baik, Paman."
Ayah Ji pergi dengan puas.
“Ji Sixi tidak lagi memandang Chi Zhishen, melainkan menatap vas bunga lili di ruang tamu.”
Chi Zhishen mendekati punggung Ji Sixi, berkata tenang, “Aku tahu kau marah padaku. Kau pikir aku membantu ayahmu demi kepentingan pribadi.”
Ji Sixi tak merespons. Chi Zhishen menatap dalam-dalam bayangan ringkihnya, melanjutkan, “Percaya atau tidak, aku tak pernah memancing Paman untuk mengajukan gugatan cerai pada Lu Jingzhi. Karena aku pun merasa ini bukan timing yang tepat—tindakan ini bisa membuatnya marah. Tapi Paman ingin aku membantunya, aku...”
“...tak bisa menolak. Tentu, harus kuakui: ada niat pribadi untuk mengambil hati Paman.”
Sebenarnya Ji Sixi mengerti di relung hati: Chi Zhishen bukan tipe orang seperti itu. Dia seharusnya tak perlu marah padanya.
“Paman sangat keras kepala dalam urusan ini. Aku tak bisa membujuknya. Tapi jika kau tak mau mengajukan cerai, aku bisa meminta pengacara yang kupanggil untuk menolak membelamu.” Demikian kata Chi Zhishen.
Ji Sixi menutup matanya sebentar, lalu berbalik menatap Chi Zhishen. “Aku tahu ini tak ada hubungannya denganmu... Maaf.”
Chi Zhishen menggeleng, menatap wajah anggunnya dengan intens. “Kupikir akhirnya kau bisa meyakinkan Paman.”
“Begitu Ayah bersikeras, tak ada yang bisa mengubahnya.” Jawab Ji Sixi.
Chi Zhishen terdiam sejenak, baru berkata, “Perlu kusuruh pengacara menolak menangani perceraianmu?”
Ji Sixi menundukkan kelopak matanya dengan muram. “Tak perlu.”
Chi Zhishen terkejut, "Mengapa?"
Ji Sixi menarik napas dalam, menjaga nada bicara yang tenang. "Aku tak mau Ayah sedih."
Chi Zhishen kembali diam.
Ji Sixi mengangkat pandangannya lagi, menatap Chi Zhishen. "Untuk persidangan perceraian ini, berapa persen keyakinan kita?"
Chi Zhishen baru bersuara, "Delapan puluh persen."
"Delapan puluh persen?" Ji Sixi terkejut. "Kukira jika Lu Jingzhi bersikeras tak melepaskannya, pengacara yang diundangnya pasti yang paling top."
"Aku tahu, tapi kita menemukan titik terobosan."
"Titik terobosan apa?"
"Lu Jingzhi pernah diselidiki polisi Jerman karena diduga melakukan pencucian uang haram, tapi berakhir tanpa kejelasan. Jika kita bisa membuktikan Lu Jingzhi membantu organisasi atau kelompok tertentu mencuci uang haram, kita bisa mengancamnya untuk setuju bercerai denganmu." Chi Zhishen menjawab jujur.
Ji Sixi membelalakkan mata, "Apa? Kalian mau menyelidiki kasus pencucian uang Lu Jingzhi yang lalu?"
Chi Zhishen mengangguk, "Faktanya, kami sudah mulai menyelidiki. Meski belum ada perkembangan, pamanku sudah mengatur orang untuk membantuku menyelidiki masa lalu Lu Jingzhi di Jerman. Percaya saja, segera akan ada titik terang."
"Hentikan investigasi itu sekarang juga!" kata Ji Sixi dengan suara keras.
Chi Zhishen tampak bingung, karena sebelumnya Ji Sixi mengatakan tak mau melawan ayahnya. "Kau... kau memutuskan tak jadi bercerai?"
Ji Sixi menggelengkan kepala, buru-buru menjelaskan, "Aku tak tahu kalian menyelidiki Lu Jingzhi. Jika tahu, sudah lama kucegah!"
“Mengapa？” Chi Zhishen tak bisa memahami. “Dengan kita mengetahui koneksi dunia gelap Lu Jingzhi, apakah ia masih bisa menghadapi kita?”
“Aku tak bisa menjelaskan padamu, aku akan menemui Ayahku sekarang untuk menghentikan semua ini!” Setelah berkata demikian, meninggalkan Chi Zhishen, Ji Sixi cepat-cepat naik ke lantai atas.
……
Di koridor, Ji Sixi bertemu dengan ibunya yang sedang menggendong Lu Yixin.
Lu Yixin melihat ibunya, yang awalnya merebahkan diri di bahu nenek, segera mengangkat kepala dan mengulurkan tangan ke Ji Sixi. “Ma...mi...peluk...”
Ji Sixi mencium pipi putrinya, berkata dengan penuh kasih, “Mama ada urusan dengan Kakek, biarkan Nenek menggendongmu turun dulu, nanti Mama akan menyuapimu makan...”
Lu Yixin sangat penurut, dengan patuh memeluk leher neneknya.
Ibu Ji melihat ekspresi khawatir Ji Sixi, bertanya, “Ada apa?”
Suara Ji Sixi terdengar tergesa, “Aku mungkin harus melawan maksud Ayah...”
Mendengar itu, Ibu Ji tersenyum, “Akhirnya kau mengerti?”
Ji Sixi menggeleng, melaporkan sejujurnya, “Ayah terlalu gila, begini akan membuat seluruh keluarga kita terperangkap dalam bahaya.”
“Apa?” Ibu Ji tak mengerti.
Ji Sixi tak sempat menjelaskan pada ibunya, juga tak bisa menjelaskan. “Aku masuk.”
Ibu Ji mengangguk bingung. “...Nanti jelaskan padaku kalau ada waktu.”
Ji Sixi mengetuk pintu dengan lembut.
Dari ruang kerja terdengar suara berat Ayah Ji. “Masuk.”
Ji Sixi mendorong pintu dan masuk.
Ayah Ji yang menghiasi kacamata, duduk di sofa sambil membaca koran, melihat Ji Sixi datang. Ia menyimpan korannya dengan wajah tidak senang. "Kenapa kau tidak ngobrol dengan Zhishen di bawah?" Ji Sixi berkata tegas, "Ayah, aku tak akan mengajukan gugatan cerai pada Lu Jingzhi."
