Saat orang yang dicintai berkata tak bisa hidup tanpamu, Ji Sixi percaya tak ada yang bisa terus berpura-pura tak peduli.
Matanya seketika berkaca-kaca.
Lu Jingzhi melepas pergelangan tangannya, menangkup paras cantiknya yang tak bercela.
Ji Sixi tak mau Lu Jingzhi melihat wajahnya sekarang, ingin memalingkan muka, tapi Lu Jingzhi tak mengizinkan, tangan satunya lagi menopang pipinya, memaksanya menghadap.
“Aku tak mungkin berjanji padamu……” Air mata menetes di pipinya.
“Kalau begitu, Chi Zhishen jangan harap bisa bertahan hidup.” Lu Jingzhi tersayat hati mengusap air matanya.
“Mengapa kau memaksaku seperti ini?” Kali ini, Ji Sixi menundukkan wajah, terisak pilu.
Lu Jingzhi merangkul erat Ji Sixi dalam pelukannya, mencium sudut matanya yang basah. “Karena aku mencintaimu.” Ia kembali memberi jawaban yang membuat hatinya semakin pedih.
“Ji Sixi menutup mata, membiarkan Lu Jingzhi memeluknya. Kali ini, dia tidak lagi melawan.”
Lu Jingzhi menempel erat di pipinya yang dingin. "Kembalilah padaku, ya?"
"Aku tak mungkin melawan ayahku." Pangkuannya terlalu hangat, membuatnya tak ingin pergi selamanya.
"Aku akan bicara panjang dengan ayahmu. Aku akan meyakinkannya." Lu Jingzhi mencium tulang hidungnya.
Ji Sixi perlahan membuka mata, langsung terjerumus dalam tatapan penuh kasihnya. Hatinya terkoyak rasa sakit dalam konflik batin. "Kematian kakakku adalah luka yang takkan pernah sembuh bagi ayah."
"Percayakan padaku untuk menyelesaikan ini." Kata Lu Jingzhi.
"Bagaimana jika kau gagal meyakinkannya?" Ji Sixi membalas bertanya.
"Jika benar tak bisa kuyakinkan, aku akan terima takdir dan tak mengganggumu lagi." Nada bicaranya sungguh-sungguh.
Ji Sixi menundukkan kelopak mata dengan sedih. "Kau takkan bisa meyakinkannya..."
"Kau harus percaya padaku." Suara Lu Jingzhi penuh keyakinan.
Ji Sixi menarik napas dalam, lalu melepaskan pelukan Lu Jingzhi perlahan. "Aku harus pergi..." Tangannya meraih gagang pintu mobil.
Lu Jingzhi lebih cepat satu detik menahan pintu.
Mata berkilat air mata Ji Sixi menatapnya. "Jika benar kau bisa meyakinkan ayah, temuilah aku setelah itu."
"Kalau begitu aku langsung ke rumahmu sekarang!" Lu Jingzhi mengunci pintu mobil di sisi Ji Sixi, bersiap turun dari sisi lain.
Ji Sixi segera menarik lengan Lu Jingzhi, menghentikannya menuju kursi pengemudi. "Sekarang bukan timing yang tepat."
Lu Jingzhi kembali ke posisi semula, memandanginya. "Mengapa?"
Suara Ji Sixi tersekat, "Aku baru saja berjanji pada kakek untuk benar-benar memutus hubungan denganmu. Jika aku membawamu pulang sekarang, itu sama saja menyakiti hatinya."
Lu Jingzhi tercekat dalam kesunyian.
Ji Sixi perlahan melepas genggaman pada lengan Lu Jingzhi. "Setidaknya beri waktu beberapa hari lagi."
"Aku tak sudi menunggu!" Tatapan penuh semangat Lu Jingzhi menembus Ji Sixi. "Kerinduan ini hampir membuatku gila!"
Ji Sixi menahan tatapannya. "Jika kau nekat menemui ayahku sekarang dan membuatnya terprovokasi hingga kesehatannya terganggu, sumpah! Aku takkan pernah memaafkanmu!"
"Kalau begitu temani aku ke New York beberapa hari." Lu Jingzhi menggenggam tangan Ji Sixi.
Ji Sixi melepaskan diri perlahan. "Mustahil! Tak ada alasan bagiku untuk pergi." Lu Jingzhi tak memberi ruang penghindaran, kembali menggenggam erat tangan wanita itu. "Tak peduli alasan apa yang kau cari... Aku sudah menuruti permintaanmu untuk menunda konfrontasi dengan ayahmu. Sekarang giliranmu yang harus menuruti keinginanku ke New York."
。”
"Kok bisa sih kamu semakin arogan?!" Ji Sixi tak kuasa menahan kekesalannya.
Tiba-tiba Lu Jingzhi menunduk, menutupi mulut Ji Sixi dengan ciuman kasar.
Ji Sixi sama sekali tak menyangka...
Ingin melawan, namun bahunya sudah terjerat olehnya, memaksanya mendongak.
Saat ciuman yang menggemparkan sekaligus mesra itu berakhir, Lu Jingzhi menatap bibir merah montoknya, suara seraknya terdengar, "Cari alasan untuk pergi ke New York, besok aku akan menunggumu di bandara... Jika kau tidak datang, aku akan datang sendiri ke Keluarga Ji."
Nafas Ji Sixi masih belum teratur, dadanya naik turun. "Aku tidak bisa memikirkan alasan apa..."
"Kau yang pintar ini pasti bisa." Setelah berkata demikian, Lu Jingzhi mengalihkan tatapannya, seolah satu detik lebih lama memandang akan membuatnya kehilangan kendali.
Ji Sixi menundukkan mata. "Baik, akan kucoba."
Lu Jingzhi perlahan melepas pelukan di pinggul Ji Sixi.
Ji Sixi memutar tubuhnya, langsung membuka pintu mobil dan turun.
Lu Jingzhi menyaksikan bayangan Ji Sixi yang menjauh, kedalaman matanya gelap tak tertembus.
Ji Sixi kembali ke mobilnya, melajukan kendaraan dengan cepat meninggalkan tepi pantai.
……
Saat Ji Sixi tiba di vila, langit sudah mulai gelap.
Lu Yixin melihatnya, berlari gembira mendekat. "Ma...mi." Si Nakal kecil merangkul kakinya sambil merajuk.
Ji Sixi mengangkat Lu Yixin, menciumnya penuh kasih. "Rindu Mama?"
Tangan mungil gemuk Lu Yixin melingkari leher Ji Sixi, merebahkan diri di dadanya sebagai ungkapan kerinduan.
Ji Sixi tak tahan lagi mencium kepala si kecil. "Sayang."
"Kukira di akhir pekan ini Mama akan menemani Yixin seharian."
Suara ayah tiba-tiba terdengar, membuat tubuh Ji Sixi sedikit membeku. "Ayah." Dia menoleh ke arah ayahnya yang turun dari lantai dua, memanggil dengan penuh hormat.
Ayah Ji menuju ruang tamu. "Hari ini lembur?"
Perasaan bersalah membuat reaksi Ji Sixi terlambat satu detik, baru kemudian mengangguk. "Ya."
"Sudah kukatakan, tak perlu mempertaruhkan nyawa untuk pekerjaan." Ayah Ji berkata dengan tersayat hati.
Ji Sixi diam-diam menghela napas lega, bersyukur ayahnya tidak tenggelam dalam pikiran. "Aku tahu, hanya ada beberapa urusan mendesak di perusahaan."
"Ada apa?" Ayah Ji bertanya penuh perhatian. Ji Sixi melanjutkan momentum, "Ayah tahu kerja sama perusahaan kami dengan DIO, kali ini desainnya ada sedikit masalah. Aku sudah berkomunikasi seharian dengan Direktur Utama Shen dari DIO, tapi belum selesai. Untuk menghindari bias desain, Direktur Utama Shen memintaku ke Amerika Serikat, sedangkan Direktur Tan sudah
menyetujui."
Dalam hati, Ji Sixi mengagumi kemampuan adaptasinya sendiri yang berhasil menemukan alasan ke New York tanpa meninggalkan jejak.
Kening Ayah Ji berkerut. "Harus ke Amerika Serikat?"
Ji Sixi mengangguk. "Jika ada celah dalam desain, ini akan langsung mempengaruhi kerja sama Perusahaan Tan dengan DIO selanjutnya."
Ayah Ji terperangkap dalam perenungan.
Ji Sixi memiringkan kepala sedikit, bertanya hati-hati. "Ayah ada keperluan yang mengharuskanku tinggal di Kota C?" "Bukan urusan penting, hanya kudengar orang tua Zhishen datang. Aku ingin kau menemani Zhishen menjamu mereka... Tapi kalau ada urusan bisnis yang harus dikerjakan, utamakan pekerjaan!" Mempertimbangkan pernikahan Ji Sixi dan Lu Jingzhi yang belum juga bubar, Ayah Ji pun tak memaksakan kehendak pada putrinya.
。
“Baik.” Ji Sixi menjawab dengan nada datar.
“Selama perjalanan bisnis, jangan lupa sering berhubungan dengan Zhishen.” Ayah Ji berpesan tak percaya. "Aku akan melakukannya." Ji Sixi menjawab sambil menahan sukacita di hatinya.
