Lu Jingzhi membawa Ji Sixi ke hotel tempatnya menginap.
Melihat raut muram Ji Sixi di kamar, Lu Jingzhi menopang pinggulnya dengan lembut, menghibur, “Percayalah padaku. Akan kulakukan pendekatan pada keluargamu.”
Ji Sixi menunduk. “Sejak kecil, aku belum pernah memberontak seperti ini.”
“Aku tahu.” Lu Jingzhi berbisik penuh kasihan, lalu merangkul erat Ji Sixi.
Ji Sixi mengendus aroma maskulin khas Lu Jingzhi, menemukan ketenangan sesaat.
Lu Jingzhi mengulurkan tangan membelai lembut rambut panjang Ji Sixi, berkata penuh kasihan, "Percayalah, Xi... Aku akan menangani semua ini."
Ji Sixi memeluk Lu Jingzhi, menutup mata. "Yang lebih kukhawatirkan sekarang bukan Ayahku, tapi keamananmu."
Lu Jingzhi menunduk mencium aroma harum di rambut Ji Sixi. "Bodoh, bukankah sudah kukatakan, tak ada yang bisa menjebakku."
Ji Sixi semakin erat memeluk Lu Jingzhi, dengan nada bergantung, "Kau tak boleh celaka, kau janji akan merawatku."
"Aku takkan celaka." Lu Jingzhi memandangi putri tercintanya, dengan nada memanjakan.
"Tapi jika lawannya adalah pengkhianat yang bahkan tak bisa kauendus, pastilah dia orang berkediaman dalam." Ji Sixi berkata khawatir.
"Siapapun dia, akhirnya akan mati tanpa tempat dikubur." Lu Jingzhi mengeluarkan kata-kata itu dengan muram.
Ji Sixi refleks mengangkat kepala, menatap Lu Jingzhi. "Kau harus hati-hati! Aku tak izinkan ada apa-apa, sekecil apapun lukamu!"
Lu Jingzhi tersenyum puas, menangkupkan wajah anggun Ji Sixi. "Baik, Nyonya."
Ji Sixi malu menyandarkan diri ke pangkuan Lu Jingzhi, kembali memeluknya. "Omong-omong, Yi Xin dimana?"
Lu Jingzhi menoleh ke kamar seberang suite utama. "Dia sedang tidur."
"Aku ingin menengoknya." Ji Sixi melepaskan diri dari pelukan Lu Jingzhi.
Tak disangka, Lu Jingzhi tiba-tiba merengkuh pergelangan tangan Ji Sixi.
“Ji Sixi menoleh, memandang pria tampan itu dengan ragu. \"Ada apa?\"”
“Lu Jingzhi tiba-tiba menarik, membawa Ji Sixi kembali ke pangkuannya, tatapan membaranya menembus wajahnya.”
“Ji Sixi sepertinya mulai mengerti, menundukkan kepala dengan pipi memerah. \"Jangan nakal... Aku mau melihat Yi Xin, tadi kaget karena ledakan, tak tahu apakah dia bisa tidur nyenyak.\"”
“Lu Jingzhi tak kunjung melepas, lengan kuatnya masih mengunci pinggul Ji Sixi. \"Xi, baru sekarang aku sadar betapa aku sangat peduli padamu.\"”
“Tak disangka Lu Jingzhi sedang mengungkapkan perasaan, Ji Sixi merasa agak canggung, mengangkat kepala. \"Sebenarnya perasaanmu ini tiba-tiba, sempat kupikir mungkin kau punya maksud lain.\" Lu Jingzhi tersenyum tipis seperti angin semi. \"Aku sendiri juga terkejut, karena dulu kupikir aku tak peduli, sampai saat kau menyelidiki urusan kakakmu dan jadi target Dark Angel, dorongan untuk melindungmu tak tertahankan, barulah aku sadar...\"”
“\"...sebenarnya kau sudah lama menempati tempat khusus di hatiku.\"”
“\"Saat itu kau bahkan tak tahu seperti apa aku sebenarnya, kan?\" Ji Sixi bertanya dengan suara lembut.”
“Lu Jingzhi mengangguk, \"Waktu itu yang kuketahui hanyalah: kau adalah wanitaku. Tak kubiarkan siapapun menyakitimu.\"”
“\"Jadi meski aku wanita serakah akan harta dan status, saat itu kau sudah jatuh cinta padaku, ya?\" Ji Sixi berkedip-kedip dengan mata jernih, nada bicaranya bercanda.”
Lu Jingzhi mengangkat tangan dan perlahan menggores tulang hidung tinggi Ji Sixi yang sempurna. "Jadi hanya bisa dikatakan... kau sangat mempesona."
"Benarkah?" Ji Sixi tidak percaya sambil menyipitkan mata, melirik pria tampan itu. "Bidang pesona apa dariku yang berhasil menarik perhatianmu, Pak Lu?"
Sorot mata gelap Lu Jingzhi menyala dengan nuansa menggoda. "Menurutmu?"
Awalnya Ji Sixi tidak mengerti, di detik berikutnya wajahnya memerah, perlahan melepaskan diri dari Lu Jingzhi lalu membalikkan badan. "Rupanya yang kau pedulikan adalah ini..."
Sebuah tawa kecil meluncur dari Lu Jingzhi.
Ji Sixi kesal melotot ke arah Lu Jingzhi sebelum berjalan menuju kamar tamu.
Lu Jingzhi kembali merengkuh pergelangan tangan Ji Sixi, menariknya lembut hingga terjatuh ke pangkuannya.
Ji Sixi bergulat kesal. "Sepertinya pria sepertimu memang tidak punya hati yang tulus."
Kedua lengan Lu Jingzhi mengurung Ji Sixi, kemudian menaruh kepala di bahu kurusnya dengan nada penuh kasih. "Apa kau langsung percaya dengan ucapanku?"
Ji Sixi bergumam lirih, "Bagaimana mungkin aku tidak percaya... Hubungan kita memang awalnya hanya transaksi uang dan tubuh."
"Tapi harus kau tahu, sebelummu aku memang pernah bersama wanita lain. Tapi hanya kau yang paling lama bertahan, dan hanya kau yang masih kuingat bahkan setelah berpisah..." Lu Jingzhi menjelaskan dengan lembut.
Hati Ji Sixi sedikit lebih nyaman, tapi masih ada yang mengganjal. "Ini hanya membuktikan aku lebih menarik dibanding mantanmu, bukan hal lain."
“Kalau sejak memilikimu aku tak pernah lagi menginginkan wanita lain, apa penjelasan untuk ini?” Sudut bibir Lu Jingzhi sedikit terangkat, melontarkan pertanyaan pada Ji Sixi.
“Ini...” Ji Sixi seketika kehabisan kata.
Lu Jingzhi menyimpan senyum, menempelkan ciuman di tengkuk putih nan kencang milik Ji Sixi. “Masih menganggapku bermasalah?” Ji Sixi dibuat gelisah oleh hembusan napas membara yang menyertai ucapannya, membuatnya tak bisa tidak menunduk menghindari hawa panas itu. “Bagaimana aku tahu apakah ucapanmu jujur... Katamu dulu tak pernah menyentuh Situ Jing, tapi itu juga cuma klaimmu sendiri. Tak ada
saksi yang bisa membuktikan.”
“Benarkah?” Nada Lu Jingzhi tak menghiraukan.
Sebenarnya Ji Sixi percaya pada Lu Jingzhi, buktinya dulu ia memilih menikah dengannya. Tapi karena topik ini kembali mencuat, ia ingin tahu cara Lu Jingzhi membuktikan kebenarannya.
Dengan sengaja ia berkata serius, “Iya... Hanya kau yang paling paham urusanmu dengan Situ Jing.”
“Si cemburuan kecil.” Lu Jingzhi memutar tubuh Ji Sixi hingga berhadapan, lalu menggores lembut hidung mancungnya.
Ji Sixi menghindari pandangan, bergumam, “Aku ingat betul Situ Jing pernah meniduri kamarmu...”
“Baik.” Lu Jingzhi tiba-tiba mengucapkan kata itu.
Ji Sixi menoleh penuh tanya. “Apa maksudmu baik?”
Lu Jingzhi menjawab, “Kalau tak percaya, terpaksa kucari saksi untuk membuktikan kesucianku.”
“Kesucian?” Ji Sixi nyaris tertawa.
“Lu Jingzhi tetap bersikap serius.”Orang ini pasti bisa membuktikan bahwa aku tidak menyentuh Situ Jing.”
“Oh?” Ji Sixi tersenyum kecut. “Bisa tahu siapa orang yang Pak Lu maksud?”
Lu Jingzhi menuntun tangan Ji Sixi, langsung menuju kamar tamu.
Ji Sixi penuh kebingungan. “Untuk apa kau membawaku ke kamar Yi Xin?” Lu Jingzhi perlahan membuka pintu, lalu mengajak Ji Sixi mendekati ranjang. Memandang Lu Yixin yang terlelap di ranjang, ia berkata tegas: “Putri kesayangan, beri tahu Mama... saat Mama tidak di samping Ayah, apakah kamu selalu tidur bersama Ayah?”
