Mendengar itu, Ji Sixi mencubit lengan Lu Jingzhi. “Kau sungguh menyebalkan...”
Lu Jingzhi menggenggam erat tangan Ji Sixi, menautkan jari-jari mereka. “Saat itu setiap malam aku tidur bersama putri... Menurutmu mungkinkah aku melakukan hal semacam itu di hadapannya?”
Ji Sixi berdehem. “Sebenarnya... urusan seperti itu tidak harus dilakukan malam hari saja.”
Mendengar ini, Lu Jingzhi mengeluarkan ponsel dari saku jasnya.
Melihat hal ini, Ji Sixi membuka matanya lebar-lebar. “Apa yang kau lakukan?”
Lu Jingzhi menjawab dengan tegas: “Aku menyuruh sekretaris mengirimkan catatan jadwal kerjaku selama periode itu. Dengan begitu kau akan tahu jadwalku sangat padat, sama sekali tidak ada waktu untuk kencan siang hari.”
Melihat keseriusan Lu Jingzhi, Ji Sixi segera merebut ponselnya sambil berbisik: “Hanya bercanda, masak kau anggap serius.”
“Ya ampun, kalau dia benar-benar meminta sekretarisnya mengirim jadwal saat itu, aku mungkin akan dianggap sebagai istri yang cemburu di mata sekretarisnya!”
“Aku tulus padamu!” jawab Lu Jingzhi.
Ji Sixi merasa manis seperti memakan madu, meresap hingga relung hati. "Sudahlah, ini hanya bercanda. Kalau aku tak percaya perasaanmu, mana mungkin sebelumnya aku bersamamu?"
“Rupanya kau menggodaiku.” Mata hitam yang dalam Lu Jingzhi menyipit, memancarkan cahaya menggoda.
Ji Sixi mendongakkan kepala dengan bangga, berkata genit, “Pak Lu juga bisa takut?”
Lu Jingzhi memeluk pinggang ramping Ji Sixi, menunduk hingga dahi mulusnya menyentuh dahi perempuan itu, berbisik penuh kasih, “Bagaimana mungkin aku tidak takut? Satu-satunya hal yang kutakuti di dunia ini sekarang adalah kehilanganmu.”
Ji Sixi merasa lega, menyandarkan diri ke pangkuan Lu Jingzhi sambil merangkul lengannya, membiarkan tangan pria itu mengelilinginya. “Jadi sebenarnya cinta kita tumbuh seiring waktu ya?”
“Cinta tumbuh seiring waktu?” Lu Jingzhi mengulangi kalimat itu dengan senyum penuh makna.
“Kenapa, kau pikir bukan?” Ji Sixi belum menangkap maksudnya, menoleh ke wajah tampan itu.
Lu Jingzhi tiba-tiba tersenyum, menunduk untuk mencium pipi Ji Sixi sebentar, lalu berkata serius, “Ya, cinta tumbuh seiring waktu.”
Ji Sixi akhirnya menyadari permainan kata itu, mencengkeram lengan Lu Jingzhi erat-erat. “Kau benar-benar menyebalkan!”
Lu Jingzhi menyelinap ke leher Ji Sixi, menciumnya, suaranya parau berkata, "Xi, selagi Yi Xin belum bangun, kita…"
Tak disangka, sebelum Lu Jingzhi selesai bicara, suara Xiao K sudah terdengar. "Pak Lu."
Mendengar suara Xiao K, Ji Sixi seketika melepaskan diri dari pelukan Lu Jingzhi, pipi memerah hingga ke akar telinga.
Lu Jingzhi tampak tak senang, menatap Xiao K yang ceroboh muncul di pintu kamar tamu. "Sejak kapan kau melanggar aturan seperti ini?"
Xiao K segera menundukkan kepala lebih dalam, suaranya gugup dan gelisah, "Maaf, Pak Lu, saya tidak tahu… Bapak dan Nyonya…"
Ji Sixi malu ingin menyelinap ke terowongan, tapi saat ini ia hanya bisa pura-pura memandangi sang anak yang tertidur pulas di ranjang.
Ekspresi Lu Jingzhi masih muram, bertanya dingin, "Ada urusan apa?"
Barulah Xiao K menarik napas lega, menjawab hormat, "Yang Sheng sudah diselamatkan… Hanya saja tubuhnya mengalami luka bakar luas, mungkin perlu operasi untuk pulih, tapi sekarang sudah tak ada ancaman nyawa."
Mendengar Yang Sheng harus melalui operasi, Ji Sixi merasa sangat bersalah. "Aku berdosa pada Yang Sheng… Lu, kau harus cari dokter terbaik untuk mengoperasinya."
"Aku akan." jawab Lu Jingzhi.
Ji Sixi mendesah pelan, lalu duduk di tepi ranjang. "Aku akan jaga Yi Xin di sini, kalian lanjutkan pembicaraan di ruang kerja…"
Lu Jingzhi mengangguk pada Ji Sixi, kemudian meninggalkan kamar tamu.
……
Di dalam ruang kerja, Xiao K menunduk terus melapor, “Pak Lu, saya sudah menyelidiki catatan panggilan dan email Kakek Ji, tapi... tidak ada yang mencurigakan.”
“Tidak ada yang mencurigakan?” Lu Jingzhi yang berdiri di depan jendela kaca mengerutkan alis, wajah tampannya mendung. “Artinya, orang yang diam-diam berhubungan dengan ayah mertua tidak bisa dilacak?”
“Benar, Pak Lu... Orang ini sepertinya sangat ahli, ia menghapus semua petunjuk yang bisa kita lacak.” Xiao K berkata tulus.
Lu Jingzhi terperangkap dalam perenungan. Xiao K melanjutkan, “Sekarang kita hanya bisa mulai dari Kakek Ji, lagipula beliau satu-satunya yang masih berhubungan dengan dalang di balik layar yang ingin menghadapi Anda. Jika Kakek Ji bisa memberikan informasi seperti... ciri khas suara atau karakteristik bicaranya, kita bisa mulai menyelidiki,
mungkin bisa menemukan dalang di balik layar ini.”
Lu Jingzhi tetap diam, kedua bibir tipisnya terkunci bagai garis lurus.
Xiao K menahan napas, menunggu dengan sabar instruksi Lu Jingzhi.
Akhirnya Lu Jingzhi berbicara dengan suara dingin, “Suruh ayah mertua datang menemuiku. Aku tidak ingin Sixi tahu tentang ini.”
“Baik.” Xiao K segera bergegas mundur pergi.
……
Lu Jingzhi kembali ke kamar tamu, Ji Sixi masih duduk di tepi ranjang, terbuai memandangi Lu Yixin yang tertidur pulas.
Lu Jingzhi menopang lembut bahu Ji Sixi, berbisik penuh kasih, “Ada apa? Wajahmu terlihat seperti punya pusat permasalahan.”
“Ji Sixi mengulurkan tangan menggenggam tangan Lu Jingzhi, berkata perlahan, ”Aku merasa sangat bersalah padamu... Ayah tidak hanya menjerumuskan Yang Sheng, tapi juga tak mau membocorkan info dalang di balik layar, membuatmu menanggung bahaya saat ini.”
“Bodoh.” Lu Jingzhi menopang Ji Sixi berdiri, memposisikannya berhadapan. ”Apapun yang ayah mertua lakukan, aku bisa memahaminya. Jadi kau tak perlu merasa bersalah.”
Ji Sixi menggelengkan kepala penuh penyesalan. ”Sebenarnya kau sudah membantu kami membuat Xiao Ji membayar harga yang setimpal, itu sudah melunasi hutangmu pada Keluarga Ji... Karena kau bukanlah dalang sebenarnya, provokator sesungguhnya adalah Dark Angel.”
“Tapi pada akhirnya aku tetap anggota Dark Angel.” Lu Jingzhi dengan penuh kasih menyisir helai rambut depan di telinga Ji Sixi ke belakang. ”Jadi jika memungkinkan, kuharap suatu hari kau bisa melepaskan diri dari organisasi ini... Tentu bukan hanya karena kakakku, tapi juga karena posisimu di sini terlalu berbahaya.” Ji Sixi tak tahan menyandarkan diri ke pangkuan Lu Jingzhi, memeluknya erat. ”Saat melihatmu terkena tembakan hampir meregang nyawa dulu, sampai sekarang...”
“...jantungku masih berdebar kencang... Aku sangat berharap kau hanyalah pedagang biasa, sama sekali tak terkait hajar-bunuh itu.”
Lu Jingzhi mencium rambut Ji Sixi. ”Sejak aku bergabung dengan Dark Angel, mustahil bagiku untuk keluar. Satu-satunya cara keluar adalah melalui kematian.”
Mendengar itu, Ji Sixi mengangkat kepala dengan panik, terpaku memandang Lu Jingzhi. ”Maksudmu... hanya mati yang bisa melepaskan diri dari Dark Angel?”
“Lu Jingzhi mengangguk, "Ini adalah aturan Dark Angel... Jika setiap orang bisa dengan mudah meninggalkan organisasi, maka organisasi ini sudah lama tidak memiliki ketat dan keamanan."”
“Tapi aku benar-benar khawatir ada yang terjadi padamu...” Ji Sixi semakin berpikir semakin merasa orang di balik layar yang ingin menghadapi Lu Jingzhi ini terlalu misterius, karena orang ini sampai saat ini tidak membiarkan Lu Jingzhi mendapatkan bayangan ide sama sekali.”
Lu Jingzhi seperti menyayangi anak, mengusap kepala Ji Sixi, berkata penuh kasih, "Sayang, aku tidak akan ada masalah... Tapi jika kau benar-benar khawatir padaku seperti ini, jadilah pendukung belakangku yang kuat, jangan pernah meninggalkanku lagi." "Aku benar-benar kagum kau masih bisa bicara denganku dengan nada rileks di saat seperti ini..." Ji Sixi bergumam.
