Munyi mewakili pemimpin lainnya menelepon Lu Jingzhi untuk menyampaikan ucapan simpati.
"Konon ledakan terjadi lagi... Situasinya terlihat lebih parah dari perkiraan kita sebelumnya." Munyi menyampaikan pertimbangannya.
Lu Jingzhi menatap dingin ke taman di luar rumah sakit, tatapannya mantap. "Apa maksudmu?"
"Perlu bantuan kita?" tanya Munyi serius.
Lu Jingzhi menolak tanpa ragu, "Tak perlu."
Mungkin memahami karakter Lu Jingzhi, Munyi tidak melanjutkan, lalu bertanya, "Kapan kembali ke Jerman?"
"Beberapa hari ini."
"Baik, mungkin aku juga akan ke Jerman sebentar, kita bicara lagi saat bertemu."
Lu Jingzhi tidak menjawab, langsung memutuskan telepon.
Saat itu, derap langkah kaki mulai menyusup dari belakang. Ia menoleh, dan pemandangan Ji Sixi berjalan bersama Chi Zhishen membuat keningnya berkerut seketika. Namun saat Ji Sixi mengangkat pandangan ke arahnya, kerutan di raut wajahnya telah lenyap bagai tak pernah ada gejolak emosi. "Ahli forensik sudah memeriksa Ayah. Mereka menyatakan tidak ada masalah lain pada penyebab kematian Ayah selain tersedak asap hingga sesak napas... Selain itu, polisi juga tidak menemukan jejak pembakaran sengaja di reruntuhan, tetap menyimpulkan vila terbakar karena korsleting listrik yang memicu kebakaran." Begitu tiba di hadapan Lu Jingzhi,
Ji Sixi berkata dengan pilu.
Lu Jingzhi mengangguk, suaranya tenang, "Sudah kuduga tak akan ada petunjuk."
Chi Zhishen meninjau ulang Lu Jingzhi dengan tatapan suram, bibirnya terkunci bagai garis lurus.
Lu Jingzih melirik Chi Zhishen sejenak, lalu berkata sopan, "Aku baru kembali dari Jerman, tak terlalu familiar dengan situasi sini. Sebagai teman sekelas universitas istriku, Tuan Chi telah banyak membantu. Kami berhutang budi... Jika berkenan, semoga Tuan bersedia memberi kesempatan kami mengundang Tuan makan bersama."
"Tak perlu sungkan, Pak Lu. Sebagai teman Sixi, wajar saja aku membantu. Ada urusan lain, izinkan saya pamit duluan." Chi Zhishen menjawab dingin. Setelah melirik Ji Sixi, ia berbalik pergi.
Lu Jingzhi menyaksikan bayangan Chi Zhishen menjauh, tersenyum pada Ji Sixi. "Temanmu ini unik. Tatapannya padaku seolah aku musuh bebuyutannya."
“Kau terlalu banyak berpikir, Zhishen hanya lebih tegas saja!” Khawatir Lu Jingzhi akan terlalu banyak berpikir, Ji Sixi segera menjelaskan.
Lu Jingzhi menarik tangannya dari saku celana, memeluk pinggang Ji Sixi. "Sekarang bisa menjemput ibu mertua pulang dari rumah sakit?"
Ji Sixi mengangguk, "Tadi sudah tanya dokter, dokter bilang Ibu sudah boleh pulang."
Lu Jingzhi langsung melirik Xiao K, yang segera menangani urusan kepulangan Ibu Ji.
Ji Sixi berjalan sampai di depan tirai kaca, memandangi taman rumah sakit yang luas di luar. "Sudah ada petunjuk?"
Lu Jingzhi masih memeluk Ji Sixi, berkata datar, "Sudah kukatakan, tidak ada petunjuk bukan berarti tidak ada perkembangan, kau hanya perlu diam menunggu hasil."
Ji Sixi terdiam.
Lu Jingzhi menatapnya, "Kau terlihat punya pusat permasalahan."
Ji Sixi memandang jauh ke suatu tempat, jujur mengaku, "Kematian Ayah memberi pukulan terlalu besar bagi keluarga kami, jalan ke depan... aku tidak tahu harus bagaimana..."
Lu Jingzhi memutar tubuh Ji Sixi menghadapnya, menatap dalam-dalam. "Bodoh, kau istriku, keluargamu adalah keluargaku. Ibu dan Sen Sen tentu akan tinggal bersama kita."
Mendengar itu, Ji Sixi hampir tak percaya, matanya membelalak. "Kau... kau serius?"
Ekspresi Lu Jingzhi penuh ketulusan. "Apa ini terlihat seperti bercanda?"
“Tapi kalau Mama dan Sen Sen tinggal bersama kita, mungkin banyak hal yang tak nyaman bagimu, lagipula kau memang selalu suka ketenangan.” Ji Sixi melaporkan sejujurnya. Lu Jingzhi menyipitkan matanya, berkata serius, "Yang tak nyaman bisa dibiasakan perlahan. Selain itu, sebenarnya aku bukan benar-benar suka ketenangan. Dulu hanya terbiasa hidup sendirian, takut keramaian akan mengganggu... Tapi sekarang dengan Yi Xin di sampingku, meski sering menangis, aku menyukainya karena kurasakan
ini juga bentuk kehangatan keluarga... Jadi, jika ibu mertua dan Sen Sen bisa pindah ke sini, aku yakin akan jatuh cinta pada kehangatan seperti ini."
Kilatan air mata perlahan memenuhi sudut mata Ji Sixi, relung hatinya penuh dengan kalimat yang tak terucap, namun lehernya telah terasa kering. "Lu..."
Lu Jingzhi menduga ada sesuatu yang ingin diutarakan Ji Sixi, ia membelai lembut sudut mata sang kekasih dengan penuh kasih. "Sayang, jangan nangis... Ini memang kewajibanku. Jika tidak, bagaimana aku bisa disebut merawatmu seumur hidup, atau membuatmu bahagia selamanya?"
Hidung Ji Sixi terasa pedih karena haru. "Terima kasih..."
"Bodoh..." Lu Jingzhi menggores perlahan tulang hidung Ji Sixi.
Ji Sixi memeluk Lu Jingzhi dengan puas, dengan penuh kelekatan menghirup aroma maskulin yang wangi dari tubuhnya.
Lu Jingzhi membelai lembut rambut panjang Ji Sixi. "Sudah kukatakan, aku akan selalu ada di sisimu."
Xiao K pada saat ini berjalan mendekat, melihat kemesraan pasangan suami istri tersebut, teringat gangguan tak tepat waktu yang dilakukannya sebelumnya, segera bergegas mundur pergi.
Ji Sixi menatap tak berkedip ke arah Xiao K, buru-buru melepaskan diri dari pangkuan Lu Jingzhi, wajahnya bersemu merah, bertanya, "Xiao K, prosedur pulang Mama dari rumah sakit sudah selesai diurus?"
Xiao K baru kemudian mendekat, dengan sopan menjawab, "Baik, Nyonya."
Ji Sixi mengangguk dengan berterima kasih, seketika berkata pada Lu Jingzhi, "Aku akan membantu Mama membereskan barang-barangnya."
"Baik." Lu Jingzhi menjawab penuh kasih.
Ji Sixi melanjutkan langkahnya.
Setelah Ji Sixi pergi, Xiao K menundukkan kepala, melapor dengan hormat, "Pak Lu, sebelumnya Anda menugaskan saya melindungi Nyonya di sini, saya tak sengaja mendengar percakapan Bapak Chi dengan Nyonya."
Mengingat tatapan Chi Zhishen tadi, Lu Jingzhi memandang dingin. "Apa yang dia katakan?"
Xiao K melaporkan sejujurnya, "Dia bilang Pak Lu tidak menggunakan kemampuan maksimal untuk melindungi Almarhum Ji, dia bilang Anda sengaja tidak menyelamatkan saat bahaya... Beruntungnya, Nyonya sepertinya tidak memendam hal ini dalam hati, menganggap Bapak Chi hanya terlalu curiga."
Ekspresi Lu Jingzhi tetap datar, bibir tipisnya mengeluarkan kata-kata dingin, "Dia memang jago memprovokasi & memisahkan." Xiao K berbisik pelan, "Pak Lu, menurut Anda apakah Bapak Chi terkait dengan kasus ledakan? Soalnya, kedua insiden ledakan ini sepertinya ada kaitannya dengan beliau... Pertama kali koper meledak, Bapak Chi kebetulan sedang menelepon Nyonya. Kedua kali vila diledakkan, Bapak Chi kebetulan sedang bertemu Nyonya."
……Meski ini tidak bisa dianggap sebagai kaitan yang bersifat mengarah, tapi tetap memberi kesan kebetulan yang mencurigakan. Apalagi, Tuan Chi selalu menyukai Nyonya... Kalau bukan karena ia sama sekali tidak tahu tentang Dark Angel, aku bahkan mencurigai dia sebagai dalang di balik semua ini.”
Lu Jingzhi mendengus dingin, “Bagaimana kau bisa memastikan Chi Zhishen tidak tahu tentang Dark Angel?”
“Ah?” Xiao K mengangkat kepala dengan bingung, menatap Lu Jingzhi. Tatapan dingin Lu Jingzhi mengarah ke arah keberangkatan Chi Zhishen tadi, suaranya tanpa emosi berkata, “Paman Chi Zhishen yang di Amerika itu begitu maha kuasa. Sudah lama kucurigai latar belakang pamannya ini.”
